Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidz Qur’an LP3IA Kragan, Rembang, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha, dalam suatu pengajian bersama para santri menjelaskan tanggapan beliau mengenai rahasia beberapa kiai yang Shalat Jumat di saf belakang.
Berikut penjelasan dari Gus Baha:
Jadi zaman akhir yang repot itu kalau ada orang marah dengan orang lain sampai meng-qiyaskan segala. Karena mulutnya biasa cangkem elek (berkata jelek).
Sampai Shalat Jumat juga begitu. Rukhin berangkat awal, terus ada kiai berangkat (duduk) di belakang.
Dia sewot, “Kiai datang Shalat Jumat kok belakangan? Katanya kalau datang belakangan malaikat sudah tidak mencatatnya?”
Tidak dicatat ya tidak masalah. Kalau menuruti cangkem elek, nanti kalau kamu datang awal malah menyusahkan malaikat yang mencatat.
Tidak usah begitu! Yang datang awal ya bagus, bagaimanapun fadhilah (keutamaan) yang awal itu baik. Yang datang terlambat juga bagus, mungkin kan di rumah banyak urusan.
Kalau orang alim itu kesunnahannya ya di belakang. Karena kalau di depan orang yang khotbah ada orang alim, nanti malah jadi tidak fokus.
Jadi menurut saya, kesunnahan orang alim kalau Shalat Jumat ya di belakang.
Saya punya pengalaman lucu. Di Gondan (Rembang) itu ada keluarganya Mbah Moen (KH Maimoen Zubair). Keluarganya kiai yang orang biasa, tapi pernah mondok.
Mbah Moen Shalat Jumat di situ saf kedua, khatibnya malah merasa tidak tenang.
Setelah selesai khotbah, khatibnya mbatin (bergumam), “Ya Allah, (Mbah Moen) kok bisa Jum’atan di sini.”
Ketika (khatib) mau melafalkan itu jadi nderedeg (gemetaran). Saya lihat kertas teksnya bergetar. Hehehe
Semenjak itu beliau-beliau kalau Shalat Jumat di belakang. Setahu saya Mbah Moen dan Mbah Sahal itu kalau Shalat Jumat berada di belakang, selain posisi jadi imam.
Dulu saya merasa janggal, tapi setelah saya angan-angan ternyata itu untuk ‘menyelamatkan’ khatib. Hahaha
Kalau Mbah Sahal lebih parah lagi. Jadi kalau Jumatan itu membawa mobil Serena, biar bisa pergi. Nanti ketika akan waktu khotbah, mobilnya pergi ke kampung tertentu.
Nanti setelah iqamat, beliau berada di halaman masjid menunggu barisan belakang. Lalu baru menata sajadah dan shalat. Setelah salam beliau langsung pergi lagi.
Dulu saya merasa janggal. Tapi coba sekarang bayangkan misalnya kamu yang khotbah, terus (di depanmu) ada Mbah Sahal yang alimnya kayak gitu, Rais Aam (PBNU), kamu pasti gerogi.
Apalagi kalau kamu itu muridnya. Pernah sorogan dan kamu ingat bodohmu ketika itu. Hahaha
Misalnya kayak saya ini, bahasa kasarnya tahu bodohnya kamu. Tapi saya tidak tahu yakin, ini kan hanya misalnya. Hehehe
Kamu latihan khotbah dan memegang tongkat karena akan menasihati orang. Apalagi kalau kamu ketika khotbah bilang, “Zaman akhir seperti ini orang sudah pada rusak.” Padahal Kiaimu tahu kamu yang dulu. Hahaha
Jadi sekarang saya semakin paham, masyayikh (kiai-kiai sepuh) Sarang kalau Jumatan itu begitu. Coba tanya saja kalau tidak percaya.
Mbah Sahal malah tambah aneh. Ketika sudah pada tapi kan amalnya kumpul dan khotbah sudah akan selesai, beliau baru datang.
Padahal kan catatan malaikat sudah ditutup. Tapi kan amalnya beliau sudah banyak, jadi ya tidak masalah. Hahaha. Buat apa kalian gaduh?
Seperti itu ya termasuk amal, karena menyelamatkan jantungnya si khatib.
Makanya saya itu jarang datang ke pengajian. Bukan karena sombong, karena saya itu berkali-kali diberitahu panitia.
Mubalig yang muda-muda itu kalau saya datang, malah dianggap sebagai masalah. Karena kalau saya datang, para mubalig yang muda-muda itu tidak berani.
Saya ditanya panitia ketika mereka sowan ke saya, “Nanti datang tidak, Gus?”
Ya saya jawab, “Tidak!”
Makanya kayak saya ini tidak sunnah untuk datang, kalau kamu baru sunnah.
Jadi orang itu harus berpikir. Makanya jangan menceritakan orang lain kecuali kebaikan. Karena bisa saja dia punya alasan.
Semisal kiai-kiai yang datang Shalat Jumat belakangan, mungkin beliau juga punya alasan tersendiri.
Saya juga tahu bapaknya Gus Qoyum yakni Kiai Mansur. Kalau Shalat Jumat itu malah di pagar belakang bersama anak-anak kecil. Gus Qoyum juga sekarang begitu.
Saya dulu janggal, orang alim begitu salat Jumat kok di belakang, nanti setelah salam langsung pulang. Yang khotbah ya mantan-mantan muridnya.
“Kalau Kiai di depan, nanti malah pada meriang.” Hahaha
Sebab beliau-beliau kan orang alim dan berwibawa. Makanya kamu jangan suka komentar, ”Kiai kok Shalat Jumat di belakang?!”
Ya lihat dulu alasannya. Mungkin maslahatnya seperti itu.
Simak sumber video pengajian ini: Gus Baha – Kiai Shalat Jumat di Belakang