Ulama ahli Al-Qur’an dan Tafsir asal Kab. Rembang KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha dalam suatu pengajian kitab bersama para santri membahas tentang alasan syariat Islam mengharamkan ganti kelamin, baik itu laki-laki maupun perempuan.
Berikut Penjelasan Gus Baha:
Saya dulu pernah diprotes orang, “Gus, ganti kelamin itu kan hak seseorang, kenapa Islam mengharamkan?”
“Kamu ini tanya fikih apa medis?”
“Tanya fikih, itu kan wilayahnya Anda.”
Misalnya kasus nyata di Indonesia, cowok menjadi cewek. Saya tanya begini, “Kamu sanggup nggak menjawab pertanyaan fikih saya? Saya ini ahli fikih!”
“Sekarang putuskan, setelah menjadi perempuan lalu tidurnya dengan siapa? Kalau mondok, ditaruh di pondok putra atau putri?”
“Terus kalau shalat dengan cara apa? sebagai laki-laki atau perempuan? Kalau dia nikah, mau dengan siapa (laki-laki atau perempuan)?”
Orang itu tidak bisa jawab!
Fikih menolak itu (mengganti kelamin). Medis juga menolak hal tersebut!
“Apa semua hormon tubuhnya kemudian tersistem sebagai perempuan? Apa dia terus (mengalami) haid? Apa dia layak melahirkan?”
Semua sistem hormonnya tetap laki-laki!
Makanya di antara kritik dari Al-Qur’an adalah orang yang mengganti asal-usul pokok kejadian (ketentuan)-nya Allah.
Di antara godaannya setan adalah mereka akan mengubah ciptaan aslinya. Apalagi ini mengganti kelamin.
“Lalu benar-benar mereka mengubahnya.”
(Qur’an Surat An-Nisa’ 119)
Makanya menurut saya, Anda itu pokoknya percaya sama orang alim. Orang alim itu orang paling gampang logika hukumnya.
Karena tadi, setelah (laki-laki) diubah jadi perempuan, lalu dia harus berteman sama siapa?
“Ya berteman sama perempuan, shalatnya juga (cara) perempuan.”
Tapi, apa betul dia bisa bergaya perempuan dengan sistem kromosom yang dia harus laki-laki? Wong tetap rahim. Secara, dia tetap menyukai perempuan karena dia memang laki-laki (pada asalnya).
Makanya, hukum itu bukan tentang asasi, tapi ini tentang bahwa hukum itu ketentuan Allah, Rasul dan juga ketentuan medis!
Makanya, ketika Imam Syafi’i ditanya tentang apa itu ilmu, ‘ma huwa al’ilmu’ (ما هو العلم)?
Al-‘ilmu ‘ilmaani, al-fiqhu wat-thibb (العلم علمان الفقه والطب). Ilmu itu ada dua. Fikih dan kedokteran. Karena ini nggak bisa bohong.
Coba misalnya begini, Mustofa itu dioperasi kelamin menjadi perempuan, kira-kira jenggotnya tetap tumbuh apa nggak? Hehehe
Artinya, sistem tubuhnya nggak menerima (hal itu).
Terus, ketika melihat orang cantik, tetap syahwat apa nggak? Hehehe
Artinya tidak bisa, terus berhubung sekarang punya vagina lalu dihukumi perempuan?
Nggak bisa..!!
Selain ditolak syara’ juga ditolak sistem medis.
Sekarang kebalikannya, perempuan dioperasi menjadi laki-laki. Kira-kira lihat cicak lari apa nggak? Lihat cindel lari tidak? Hehehe
Ayo mikir…!
Makanya saya tidak suka ada fatwa-fatwa (ganti kelamin) itu hak asasi manusia. Tidak bisa!
Tubuh kita itu sudah menolak!
Dalam sistem fikih Islam nanti kelihatan sekali. Seperti pertanyaan saya tadi, misalnya seorang laki-laki diganti vagina menjadi kelamin perempuan. Apa sistem tubuhnya benar-benar menjadi perempuan, apa terus punya payudara, apa terus bisa haid, apa terus bisa hamil?
Pasti ahli medis sepakat hal itu tidak bisa semua!
Kalau begitu, berarti hakikatnya tidak ganti. Karena sistem tubuhnya tetap bereaksi sesuai fitrah awalnya.
Paham yang saya maksud?
Makanya, ganti kelamin itu diharamkan oleh Islam. Saya juga yakin hal itu berbahaya secara medis. Karena sistem (tubuh) pasti tidak menerima.
Link Ngaji Versi Video: