Ulama ahli Tafsir asal Rembang KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha dalam suatu seminar bernuansa pengajian di Lirboyo Kediri, pernah mendapatkan pertanyaan seorang mahasiswa yang kuliah di Surabaya.

“Sebagai pemuda milenial, kita tahu keadaan demokrasi  saat ini. Bentuk dari hubbul wathon minal iman, bolehkan saya sebagai seorang mahasiswi menyuarakan pendapat saya berjuang ijtihad demi keadilan berupa demonstrasi?”

Ngaputen… Bagaimana menurut Gus Baha, apakah saya melakukan demonstrasi ini sudah baik atau sangat baik atau mungkin perlu dikaji kembali?”

Berikut jawaban Gus Baha:

Makna pokok demonstrasi kan memperlihatkan. Makanya demonstrasi kekuatan maknanya adalah memperlihatkan kekuatan.

Sehingga dalam Islam itu fleksibel, asal itu tidak merugikan orang lain, tidak anarkis, tidak madharat (mudarat) bagi kelompok lain tentu boleh.

Bahkan, kalau tidak menyuarakan suara kita—tentu  dengan cara-cara yang tetap Islami ya—itu malah kita disalahkan karena itu tidak ikut bertanggungjawab terhadap proses bernegara.

Tapi, tentu saja disuarakan secara konstitusional..!!

Karena begini, di Al-Qur’an itu ada ayat:

(Q.S. Al-Baqarah: 251)

Jadi, kekuatan mana pun harus dikontrol, tentu kontrol itu macam-macam. Tentu saya ulangi lagi, jangan anarkis, jangan melakukan sesuatu yang kontraproduktif!

Saya pernah ditanya, “Gus, kalau Pemerintah didukung 90 persen rakyatnya bagus tidak?”

“Bagus, berarti Presidennya hebat didukung mayoritas rakyat.”

“Kalau hanya 55 persen Gus?

“Bagus, Presidennya biar tahu dan hati-hati karena memilih hanya separuh lebih sedikit.”

“Lha kok bagus semua gus?”

“Kan harapan kita sama Allah itu baik semua.”

Jadi, apa susahnya melihat sesuatu asal tidak maksiat itu baik. Agama itu asal tidak maksiat itu baik.

Kalau demo yang diharamkan sebagian fatwa ulama itu demo yang anarkis. Kalau yang dihalalkan itu demo yang tertib.

Itu biasa dalam hukum fikih. Rasulullah bersabda A, mahmal-nya seperti ini. Rasulullah bersabda B, mahlmal-nya seperti ini.

Terkadang sabda Nabi secara dhohir itu berlawanan. Misal suatu ketika Nabi ditanya, “Amal yang paling baik itu apa ya Rasulullah?” Nabi jawab, “Membayar hutang.”

Tapi, kadang Nabi menjawab, “Birrul walidain (berbakti kedua orangtua).” Kadang menjawab, “Shalat pada awal waktu.” Karena si penanya beda-beda.

Pada zaman Nabi ya biasa. Nabi bersabda tentang sesuatu, tapi ada sahabat yang mengutarakan pendapatnya, tapi tidak niat membantah.

Artinya, kalau demonstrasi dimaknai mengutarakan pendapat dengan cara yang dijamin konstitusi, ya itu kan normal-normal saja.

Link Sumber video pengajian:
Gus Baha – Hukum Demonstrasi

Leave a Response