Saat berbicara tentang kasidah Nabi, atau jika dipahami secara sederhana ke dalam bahasa Indonesia adalah kumpulan syair yang berisikan pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Pasti tidak akan lepas dari kasidah Burdah.
Karena kasidah inilah yang memang sudah sangat fenomenal dan mengakar pada diri orang Indonesia khususnya. Tapi penulis yakin, belum banyak sejatinya orang yang memahami dan mengenal kasidah Burdah ini, baik itu dari sejarahnya maupun dari bentuk macamnya.
Kebanyakan orang hanya mengenal kasidah Burdah yang ditulis oleh Imam Bushiri saja, yang sering dibaca maupun didendangkan di acara-acara maulid maupun rutinan di daerah-daerah tertentu. Namun sejatinya, kasidah Burdah tidak hanya yang ditulis oleh Imam Bushiri.
Dalam sepanjang sejarah kesusastraan Arab, terhitung minimal terdapat tiga Burdah yang berisikan syair pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Dan ketiga Burdah ini lahir di setiap masa yang berbeda-beda.
Burdah pertama ditulis oleh seorang penyair pada masa Nabi yang bernama Ka’ab bin Zuhair. Seorang sahabat yang mana keturunan dan penyair fenomenal Arab Jahili, Zuhair bin Abi Sulma.
Ka’ab inilah orang pertama yang pernah menulis kasidah Burdah, dan dia membacakannya langsung di depan Nabi Muhammad SAW. Saat mendengarnya, Nabi merasa bahagia dan senang, bahkan memuji Ka’ab dengan keindahan bahasanya dalam kasidah Burdah.
Kemudian Burdah kedua ditulis oleh Imam Bushiri, pada awal abad 13. Burdah inilah yang sampai saat ini menjadi fenomenal, setidaknya ada beberapa faktor yang mempengaruhi kefenomenalan Burdah Imam Bushiri.
Ada sebuah penelitian ilmiyah yang menghasilkan kesimpulan Burdah Imam Bushiri lebih masyhur dan lebih fenomenal dari Burdah Ka’ab karena bahasanya yang lebih indah dan lebih sederhana, sehingga mudah dihafal dan enak untuk didendangkan.
Ada juga yang melihatnya dari sisi kerohaniannya, yang mana kisah rohaniah yang melatarbelakangi lahirnya kasidah Burdah Imam Bushiri inilah yang menjadikannya Burdah fenomenal dengan kesakralannya.
Dan yang terakhir adalah Burdah yang ditulis oleh Ahmad Syauqi, penyair abad 19 yang dijuluki sebagai rajanya penyair. Burdah Ahmad Syauqi ini diberi judul Nahjul Burdah. Alasan Ahmad Syauqi memberinya nama dengan Nahjul Burdah adalah sebagai bentuk ketawadhuannya dan bentuk penghormataannya kepada para penulis Burdah terdahulu, Ka’ab dan Bushiri.
Dirinya merasa tak pantas jika kasidahnya itu dia beri nama Burdah, sama seperti yang ditulis oleh Kaab bin Malik dan Imam Bushiri. Oleh karenanya dia memilih memberikan nama dengan istilah Nahjul Burdah.
Nahjul Burdah karya Ahmad Syauqi ini merupakan simbol kecintaan luhurnya kepada Nabi Muhammad SAW. Kasidah yang terdiri dari 190 bait ini berisikan pujian-pujian kepada Nabi Muhammad SAW. dengan bahasa yang indah dan memiliki makna yang mendalam.
Dalam Nahjul Burdahnya tadi, selain Ahmad Syauqi menjaga karakteristik syair masa lalu dengan menjaga bentuk klasiknya, yaitu bentuk amudiy. Di saat yang sama Ahmad Syauqi juga melakukan tajdid, atau pembaharuan dalam penulisan syair Arab, yaitu dengan memasukan tema-tema isu dan bahasan-bahasan masa kini dalam syairnya.
Demikianlah Ahmad Syauqi mengamalkan istilah al-muhafadhoh ala al-qadim al-sholil wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah dalam syairnya.
Kasidah yang ditulis oleh Ahmad Syauqi pada tahun 1328 Hijriyah ini pertama kali diterbitkan di surat kabar Al-Muayyad, yang selanjutnya terkodifikasi di dalam diwan Ahmad Syauqi yang berjudul Al-Syauqiyat.
Dalam kasidah yang panjang ini, Ahmad Syauqi menuliskan pujian-pujian kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai bentuk dan simbol kecintaannya terhadap Nabi. Bentuk pujian yang Ahmad Syauqi tuliskan cukup beragam, mulai dari menggambarkan tentang keadaan kelahiran Nabi, kemudian tentang kedudukan derajatnya, hingga tentang kedermawanan dan keberaniannya, serta masih banyak lagi yang ada di dalam kasidah ini.
Beginilah cara Ahmad Syauqi menggambarkan keadaan saat Nabi Muhammad dilahirkan
سَرَت بَشائِرُ باِلهادي وَمَولِدِهِ # في الشَرقِ وَالغَربِ مَسرى النورِ في الظُلَمِ
تَخَطَّفَت مُهَجَ الطاغينَ مِن عَرَبٍ # وَطَيَّرَت أَنفُسَ الباغينَ مِن عُجُمِ
Saat waktu kelahirannya sang pemberi petunjuk tiba, kegembiraan tersebar mulai dari ujung timur hingga barat, bagai cahaya terang yang menyinari kala gelap gulita
Cahaya ini membuat takut jiwa jiwa para orang dzolim, dan cahaya ini juga menggetarkan jiwa-jiwa para pemberontak
Dalam syairnya Ahmad Syauqi menjelaskan bahwa kelahiran Nabi Muhammad merupakan kabar yang sangat menggembirakan bagi kaum muslim khususnya, bahkan diibaratkan bagaikan cahaya yang menyinari kegelapan. Sebaliknya, bagi kaum kafir yang dzolim dan kaum pemberontak, kabar ini justru menjadi ancaman untuk mereka.
Adapun saat menjelaskan kedudukan akan kemuliaan Nabi Muhammad SAW, Ahmad Syauqi berkata
سَناؤُهُ وَسَناهُ الشَمسُ طالِعَةً # فَالجِرمُ في فَلَكٍ وَالضَوءُ في عَلَمِ
قَد أَخطَأَ النَجمَ ما نالَت أُبُوَّتُهُ # مِن سُؤدُدٍ باذِخٍ في مَظهَرٍ سَنِمِ
Derajat kemuliaan Nabi dan cahayanya bagaikan matahari yang bersinar terang, juga bagai cahaya bintang-bintang dan segala sumber cahaya di dunia
Bahkan mengungguli bintang-bintang walau dirinya seorang yatim dalam hal kemuliaan dan ketinggian derajatnya
Jika diperhatikan, semua benda yang disebutkan di atas masih dalam satu medan makna, yaitu benda-benda langit.
Hal ini sangat erat hubungannya dengan kemuliaan Nabi yang sangat tinggi, sehingga dalam konteks ini semua yang disebutkan adalah benda-benda langit yang berada di atas atau di ketinggian. Dan sehebat apapun benda langit itu, mulai dari sinar terangnya matahari dan segemerlapnya apapun bintang, semua itu tidak bisa menandingi Nabi Muhammad SAW.
Dan terakhir, saat berbicara mengenai sifat kedermawanan dan keberanian Nabi, Ahmad Syauqi berkata
البَدرُ دونَكَ في حُسنٍ وَفي شَرَفٍ # وَالبَحرُ دونَكَ في خَيرٍ وَفي كَرَمِ
وَاللَيثُ دونَكَ بَأساً عِندَ وَثبَتِهِ # إِذا مَشَيتَ إِلى شاكي السِلاحِ كَمي
Keindahan dan kemuliaan bulan tak sebanding denganmu, keluasan dan kedermawaan laut pun tak sepadan denganmu
Keberanian seekor macan pun tak sepadan denganmu, saat dirimu berjalan semua senjata yang terhunus seketika kembali ke tempatnya.
Di sini, selain Ahmad Syauqi menyebutkan bahwa keindahan Nabi berkali-kali lipat dari keindahan bulan purnama. Ahmad Syauqi juga menyebutkan bahwa kedermawanan Nabi melebihi kedermawanan laut, yang mana kita ketahui bahwa laut merupakan simbol kedermawanan yang tak terbatas.
Ahmad Syauqi juga menyebutkan bahwa keberanian seekor singa, yang notabenenya adalah raja hutan, masih kalah dengan keberanian Nabi Muhammad SAW.
Begitu indahnya syair yang ditulis Ahmad Syauqi saat memuji Nabi, sungguh syair indah ini merupakan simbol kecintaan luhurnya kepada sang Nabi. Shollu alannabi Muhammad.