IQRA.ID, Jakarta – Sebagian masyarakat belum mengetahui kekhasan pendidikan di pesantren. Setidaknya ada dua perbedaan mendasar antara pendidikan keagamaan Islam di pesantren dengan lembaga pendidikan umum. Pertama, soal referensi atau sumber keilmuan.
“Di lembaga pendidikan keagamaan Islam, sumber keilmuannya mayoritas berbahasa Arab yang isinya tentang hukm Islam, gramatika bahasa Arab, teologi, dan lain-lain,” kata Dr. Mahrus, Kepala Subdit Pendidikan Al-Qur’an, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama dalam dialog program “Pesantren di Radio” yang disiarkan secara live oleh Radio di Elshinta pada Rabu (13/4) petang.
Kedua, lanjut Mahrus, pendidikan keagamaan Islam yang mengacu pada PP No. 55 tahun 2007, yaitu Madrasah Takmiliyah dan Madrasah Pendidikan Alquran. Untuk Pendidikan Alquran secara khusus mengajarkan membaca, menghafalkan, dan memahami Alquran.
“Lalu Madrasah Diniyah Takmiliyah belajar tentang ilmu keislaman mulai yang paling dasar sampai yang paling tinggi. Inilah yang paling membedakan dengan pendidikan umum,” terang Mahrus.
Ditanya soal peran pendidikan keagamaan Islam di pesantren, Mahrus menjelaskan bahwa selain menimba pengetahuan (knowledengane), pesantren juga menumbuhkan akal sehat (rasionalitas) serta spiritualitas.
“Selain itu, pembentukan karakter adalah di antara peran yang terpenting. Hal ini karena santri di pesantren secara day to day bertemu dengan kiainya, bertemu dengan ustadznya, dan bertemu dengan semua orang yang di situ belajar keislaman. Melalui sosialisasi yang sangat intens demikian, tentu akan terlihat sifat dan akhlaknya,” jelasnnya.
“Karakter kaum santri di pesantren juga melahirkan karakter yang demokratis dan memahami pluralitas. Kalau istilah sekarang, santri itu cenderung moderat (mutawassith),” sambung Mahrus.
Menanggapi pertanyaan apakah santri hanya belajar ilmu keagamaan saja, Mahrus menegaskan bahwa pesantren sekarang juga menyediakan kegiatan dan program tambahan, seperti keterampilan seni, olahraga, wirausaha, teknologi.
“Selain dibekali pondasi agama, santri juga diberi pondasi tentangan pandangan sosial, pandangan budaya, politik-ekonomi. Jadi pesantren tidak selalu tentang agama, justru diskusi para santri sangat cair dengan apa yang berkembang terutama di media sosial,” tegas Mahrus. (MZN)