Kemarau
Jumpa hura kedip mengincar
lima deru amarah waktu.
Kuntum menyeberang mata
berserah julur ke alun-alun.
Daun-daun, jarak-jarak, kita,
kering layu gugur menguning
Kemarau membakar duri
Menusuk tubuh-tubuh
Tertusuk timangan makna
Introspeksi, datang menyeleksi
kemarau-kemarau yang merantau.
Sumenep, Oktober 2019
Daun
Lambai tubuh daun merayu
di antara penat cuaca mata kata
Jingkat gugur ke tanah luka
Nun, mengaji hunian angin
Mencabik serumpun rumput
Hingga ada jeda kita, bersahaja.
Jejak angin tangan meniru mata
burung, melangkah terbang, oi!
Isap gundah lelah merambat
menaruh jejak tangan sajak
Bahkan, meramal kesepian
Ia, merindukan siluet cuaca
Ia, terkepung pundi peristiwa
Sumenep, 2019
Epitaf Musim
Kilau kala miris terbata
Barangkali diam di malam
Entah, entah apa sebab doa
Pulang, diam, bersuara,
dekat puisi yang mengaji.
Mengungsi ke amperan intuisi
Angin dari timur teriak lama
Berdiam di bumi penuh janji
Suara air, suara bocah, saling
menyiapkan mainan khayalan
Memilih fatamorgana sia-sia
Mencari siluet diksi seadanya.
Sumenep, 2019.