Ia tinggal di gubuk tua di dekat parit, tinggal sendiri. Orang kampung tak tahu asal usulnya. Banyak versi mengatakan dia orang gila yang kebetulan menemukan gubuk bekas tentara yang latihan di bukit dekat hutan.

Ada juga yang mengatakan dia musafir yang kebetulan lewat. Dan ada juga yang mengatakan dia sudah di situ dari dulu, yang tak tahu entah kapan itu.

Tapi, semua perkataan itu tidak ada buktinya. Mungkin mereka hanya mengarang-ngarang untuk menakut-nakuti anak-anak agar tak mendekati area hutan.

Mat Dahdan, barangkali orang pertama yang ingin menyapanya. Dari dulu pria itu sangat penasaran dengan orang yang tinggal di gubuk tua dekat parit.

Karena ketika masih kecil, tak seperti anak kampung yang takut ke sana. Justru, Mat Dahdan malah sering mandi di parit yang bersebelahan dengan gubuk itu. Apalagi parit di sana bersambung dengan air terjun yang sangat ia sukai.

Sore itu, warga kampung berniat untuk memburu hewan untuk acara adat “Tajin Sora” yang biasa dilaksanakan setiap tahun pada Bulan Sora.

Tapi tidak untuk Mat Dahdan yang niatnya bukan untuk memburu. Ia malah berniat untuk bertemu dengan penghuni gubuk di dekat parit.

Sampai di dekat parit, dia langsung mengarahkan pandangannya pada gubuk di seberang sana. Tak banyak pikir, Mat Dahdan langsung menuju gubuk itu.

“Assalamualaikum,” dia memulai salam sebagai akhlak seorang tamu yang ia tahu ketika pengajian bersama Pak Haji kemarin yang dilaksanakan di masjid.

Kebetulan Pak Haji sering mengadakan pengajian untuk warga kampung. Bisa dibilang laki-laki berusia 52 tahun itu sangat minim sekali ilmu agama. Hal ini karena wilayah kampung yang berada di pojok kota sehingga dikelilingi oleh gunung dan sawah yang banyak sekali.

“Walaikumussalam,” balasnya. Mungkin dia tahu bahwa menjawab salam itu wajib.

“Kenapa kau ke sini bukannya orang kampung pergi berburu?” pertanyaan  yang membuat kaget Mat Dahdan.

“Sebenarnya aku tak niat berburu. Aku ikut mereka karena kebetulan arah jalan kita sama,” jawab Mat Dahdan yang masih merasa heran dengan orang itu.

“Apakah kau tak merasa rugi, seharusnya kau ikut mereka agar supaya kau mendapat pahala untuk acara silaturahmi bersama orang-orang kampung di Bulan Sora besok?” Tanpa menunggu respons dari Mat Dahdan dia langsung melanjutkan bicaranya.

”Coba kau ambil keras di bawah kakimu itu!” perintah orang itu pada Mat Dahdan.

“Kenapa kau tahu kalau besok ada acara di kampung?” sambil mengambil kertas yang ada di bawah kakinya.

Dia terkejut melihat kertas yang ada di kertas itu yang tertulis ‘Setiap perkerjaan tergantung niatnya’.

“Bagaimana aku tak tahu, bukannya itu kebiasaan di kampungmu?” jawabnya santai.

“Sudahlah tak usah kesini. Tak akan aku terima kau sebagai tamuku. Dan kebetulan lauk paukku habis untuk nanti malam. Mari bantu aku berburu.”

Tanpa menunggu jawaban dari Mat Dahdan dia langsung keluar. Mat Dahdan  menatap orang itu keluar.

Dia agak kaget melihat orang itu mungkin umurnya sudah 40 tahunan. Terlihat tua dengan bulu tebal yang menyarangi wajahnya. Mungkin sudah berbulan-bulan bulu yang menyarangi wajahnya itu tak dia cukur.

Jadi seluruh perkerjaan yang kau lakukan tergantung niatnya. Sekarang kau membantu berburu untukku tak akan dapat pahala karena sebenarnya kau tak niat membantuku tapi niat menemuiku.

Karena ada suatu cerita bahwa sahabat nabi hijrah bersama nabi bukan karena Allah SWT., tapi dia hijrah karna ingin menikahi seseorang yang bernama Ummu Qaes di Madinah, maka hijrahnya tidak diterima dan dia disebut Muhajirin Ummi Qaes.

Kemudian inilah yang menjadi sebab Nabi bersabda yang artinya: sesungguhnya perbuatan itu tergantung niatnya, maka barang siapa berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya dan barang siapa hijrahnya untuk dunia atau wanita yang hendak dinikahinya maka hijrahnya untuk orang yang hendak dinikahinya.

Lalu hadis tersebut yang menjadi munculnya kaidah fikih pertama yang tertulis di kertas yang kau pegang itu.

Mat Dahdan menatap kertas yang masih dia pegang sedari tadi.

Leave a Response