Salah satu ulama perempuan Pamekasan Madura yang kiprahnya luar biasa terhadap penyebaran ajaran Islam melalui pengembangan pondok pesantren yakni Nyai Makkiyah As’ad. Ia adalah istri almarhum Drs. KH. Sidqie Mudzhar, serta sebagai salah satu puteri pendiri NU, KH. As’ad Syamsul Arifin. Ia lahir di Situbondo pada tanggal 31 Desember 1954 dari pasangan KH. As’ad Syamsul Arifin danNyai. Hj. Zubaidah Baidhowi. Menjadi anak keempat dari sembilan bersaudara, di antara 5 bersaudara yang masih hidup yakni Nyai Hj. Zainiyah As’ad, Nyai Hj. Mukarromah, Nyai. Hj. Makkiyah As’ad, Nyai Hj. Isaiyah As’ad, KH. Fawaid As’ad. Sementara saudara lain ibu adalah R. KH. Cholil As’ad Syamsul Arifin, dan Abdurrahman.

Dalam ranah pendidikan, Nyai Makkiah As’ad dibimbing langsung oleh KH. As’ad Syamsul Arifin tentang pengetahuan agama sebagaimana yang diajarkan di berbagai pesantren, mulai ilmu hadits, akhlak, fikih, tafsir, tauhid, nahwu, sarrof, dan lain sebagainya. Sejak kecil, Nyai Hj. Makkiyah As’ad dibimbing oleh ayahandanya agar menjadi pribadi atau generasi muslim yang taat beragama dan bisa meneruskan perjuangan ulama dalam membesarkan organisasi Nahdlatul Ulama. Nyai Hj. Makkiyah sendiri hanya menempuh pendidikan salaf setingkat Madrasah Tsawiyah sekarang. Meski begitu, kecerdasan dan keilmuannya tak kalah dengan orang-orang yang menempuh pendidikan formal di zamannya.

Sebagai perempuan yang didalamnya mengalir darah dari ulama terkemuka, membuat Nyai Makkiyah memiliki kewibawaan dan keistimewaan luar biasa secara nasab. Sebab ia menjadi salah satu saksi perjuangan pendiri NU di masa silam serta semakin mempertegas keulamaannya dan tidak bisa dianggap remeh.

Terlahir sebagai perempuan yang mengenyam pendidikan pesantren sejak dini, kemampuan intelektual menjadi modal dirinya dalam mendakwahkan ajaran Islam di tengah perubahan zaman yang semakin kompleks serta tantangan yang luar biasa. Modal membuat dirinya bertahan sepeninggal ayah serta suami tercinta. Sampai saat ini, Nyai Hj. Makkiyah As’ad menjadi pengasuh tiga pesantren sekaligus, yakni Pondok Pesantren Salafiyah Safi’iyah, Sukorejo, Situbondo, Pondok Pesantren al-Huda Sumber Nangka, Larangan, Pamekasan, dan Pondok Pesantren As-Shidqiyah, Perum Batu Kencana, Batuan, Sumenep.

Bertanggung jawab atas tiga pesantren sekaligus bukanlah sebuah kesengajaan, melainkan memang karena situasi dan kondisi yang mengharuskannya memegang kendali demi keberlangsungan pesantren yang dipimpinnya. Di pondok Pesantren Salafiah Syafi’iyah, Sukorejo, Nyai Hj. Makkiyah sebagai puteri tersepuh yang menjadi rujukan di Sukorejo.

Demikian pula di Pondok Pesantren Al-Huda Sumber Nangka, Duko Timur, Larangan, Pamekasan, Nyai Hj. Makkiyah menjadi pengasuh yang memegang kendali semua kegiatan pesantren serta pembina, termasuk kegiatan belajar di lembaga pendidikan formal mulai dari tingkat Madrasah Ibtidaiah (MI) sampai Madrasah Aliyah (MA). Sepeninggal KH. Shidqi Mudzhar, secara otomatis kendali kepemimpinan pesantren berada di pundak Nyai Hj. Makkiyah As’ad yang secara berkala memantau langsung semua kegiatan pesantren. Sementara Ketua yayasan Pondok Pesantren Al-Huda sekaligus pewaris tahta yakni Nyai Aisyatul As’adiyah.

Sementara pesantren ketiga yang dipimpin oleh Nyai Hj. Makkiyah As’ad adalah Pondok pesantren As-Shidqiyah, Perum Batu Kencana, Batuan, Sumenep. Pesantren ini didirikan oleh KH. Shidqie Mudzhar pada tahun 1998 di atas tanah yang dihibahkan oleh masyarakat setempat. Semenjak suaminya meninggal, secara otomatis, puncak kepemimpinan pesantren ada pada dirinya. Pesantren ini menjadi salah satu kebanggaan masyarakat sekitar yang didirikan oleh keturunan ulama pendiri NU di masa silam serta menjadi tempat belajarnya para generasi NU yang memiliki semangat luar biasa.

Kiprah dan posisi Nyai Hj. Makkiyah As’ad sebagai pengasuh tiga pesantren besar merupakan sebuah tanggung jawab yang tidak mudah untuk dilaksanakan. Namun, ia masih tetap semangat untuk meneruskan perjuangan ayahanda dan suami tercintanya. Bahkan, di sela-sela sebagai pengasuh pesantren, ia termasuk ulama perempuan yang tidak mau berpangku tangan meskipun ditinggal oleh alm. K.H. Shidqie Mudzhar. Sejak menikah dengan alm. K.H. Shidqie Mudzhar, Nyai Makki ikut terlibat dalam organisasi NU, mulai dari Fatayat sampai Muslimat.

Puncak dari kiprah luar biasa dari ulama perempuan kharismatik ini adalah menjadi anggota dewan penasehat Pimpinan Pusat Muslimat NU. Ia merupakan atasan langsung dari Menteri Sosial, Hj. Khofifah Indar Parawansa, yang menjadi ketua umum Pimpinan Pusat Muslimat NU dan hari ini menjadi Gubernur Jawa Timur. Jaringan keulamaan yang sudah skala nasional membuat dirinya sering mengisi pengajian hingga ke manca negara dalam rangka penyebaran ajaran Islam. Sosok pejuang yang terlahir dari tokoh NU ini memiliki peran luar biasa dalam kiprahnya sebagai salah satu ulama perempuan Madura, serta turut andil memberikan kontribusi besar terhadap masyarakat Madura.

Leave a Response