Kaum muslimin yang berbahagia
Marilah kita panjatkan puji syukur kepada Allah Swt yang menurunkan rahmat di pagi hari yang sejuk ini kepada kita semua, sehingga kita dapat bersama-sama mengagungkan nama-Nya. Begitupun mari sama sama kita bersalawat kepada Nabi Muhammad sebagai panutan kita yang telah menerangi jalan kehidupan umat manusia di seantero dunia.
Dalam kegembiraan kita merayakan Idul Fitri 1443, marilah sejenak kita meresapi tentang ketaqwaan kita kepada Allah Yang Maha Kuasa! Sebab kebahagiaan yang hakiki hanya dapat diraih dengan cara taat menjalankan perintah Allah Swt dan menjauhi larangan-Nya. Firman Allah Swt
Kaum muslimin yang berbahagia
Walaupun kelonggaran diberikan kepada kita untuk merayakan Idul Fitri tahun ini, bukanlah berarti kita bebas melampiaskan kemauan kita. Dengan belajar apa yang dilakukan Rasulullah Saw pada saat merayakan Lebaran, sebagaimana disebutkan dalam Kitab Zad al-Maad oleh Ibnul Qayyim; ternyata kebahagiaan merayakan lebaran ada batasannya.
Rasulullah Saw mengajak para sahabatnya untuk mengumandangkan takbir dan tahmid sebagai ungkapan rasa bahagia dan bersyukur atas nikmat Allah: itupun ada batas waktunya yakni cukup sampai khutbah kedua.
Beliau juga terbiasa menyerukan perintah tunaikan zakat fitrah kepada para sahabat di pagi hari yang masih gelap gulita sampai batas waktu dikerjakannya shalat Idul Fitri. Hal ini berarti bahwa sesuatu yang hukumnya wajib untuk menyempurnakan ibadah puasa sekalipun ternyata juga ada batasannya.
Idul Fitri memang penting untuk dirayakan sebagai bentuk kegembiraan ummat Islam. Allah Swt berfirman dalam Surat Yunus ayat 58
Artinya: “Katakanlah! Dengan anugerah Allah dan kasih sayang-Nya maka dengan demikian bergembiralah!”
Namun demikian hendaknya perayaan ini kita laksanakan dalam batasan-batasan kewajaran. Terlebih lagi perayaan Idul Fitri pada saat ini belum sepenuhnya kita bebas dari masa pandemi.
Saudaraku, muslimin dan muslimat yang berbahagia
Masih dalam konteks kita belajar memahami cara Rasulullah merayakan Idul Fitri, pahamilah!
Pertama, Nabi Muhammad memang menganjurkan supaya sebelum beranjak ke tempat salat id, kita disunnahkan mengisi perut kita. Namun yang dimakan oleh Rasulullah hanya beberapa butir kurma saja.
Kedua, Nabi Muhammad terbiasa mandi di pagi hari sebelum salat Id. Beliau juga mengenakan pakaian terbaik dengan aroma minyak wangi yang menyegarkan, seperti yang beliau sabdakan:
Artinya: “Baguskan jalan kalian. Indahkan pakaian kalian sehingga kalian harum di antara orang orang”
Beliau di saat hari raya memakai pakaian terbaiknya. Dalam riwayat, beliau biasa menggunakan jubah berwarna hijau dan kadang kadang jubah warna putih yang bergaris merah kunyit yang sangat beliau sukai.
Pakaian yang dikenakan Nabi sangat istimewa akan tetapi tetap ada batasan kewajarannya. Dalam riwayat Abdullah b. Umar, dijelaskan bahwa pernah suatu ketika ada seorang sahabat yang menghadiahi Nabi Muhammad berupa jubah baru dari bahan sutra yang dibeli di pasar Madinah. Namun jubah itu ditolak oleh Rasulullah dan beliau tidak mau memakainya untuk salat Idul Fitri. Beliau berkata: “Pakaian ini hanya cocok buat orang yang tidak punya akhlak!”
Itu berarti walaupun di hari lebaran disunnahkan mengenakan pakaian bagus akan tetapi jangan mencolok sehingga dapat menimbulkan kesenjangan sosial di antara umat Islam yang sedang merayakan lebaran.
Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia
Rasulullah Saw tak berlebih lebihan dalam merayakan lebaran sebab semangat berlebaran ialah membangun solidaritas dan hubungan baik dengan sesama ummat Islam khususnya dan masyarakat luas umumnya.
Hal ini dibuktikan sendiri Rasulullah Saw tatkala memilik pelaksanaan salat id tidak di dalam masjid tetapi di tanah lapang. Beliaupun tak sungkan untuk berjalan kaki menuju lokasi. Bahkan beliau memiliki kebiasaan untuk melalui jalan yang berbeda antara berangkat dan pulang.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah tatkala berangkat menuju tempat salat Id maka jalan yang dilewatinya berlainan dari jalan ketika beliau kembali.
Pada saat berangkat menuju salat Id beliau memilih melewati jalan pasar besi (al-hadidin) dan pada saat kembali ke rumah memilih jalan pasar sendal-sepatu (al-khizdain).
Tujuannya tidak ada lain terkecuali supaya Rasulullah bisa bertemu dan menyapa para sahabatnya yang tersebar di lorong-lorong kota Madinah. Beliau sapa para sahabatnya dengan kalimat penghormatan dan ucapan selamat lebaran: “taqabbalallohu minna ma minkum.” Begitulah jiwa sosial dan keakraban Rasulullah Saw dengan para sahabat yang patut diteladani oleh umatnya.
Kaum muslimin dan muslimat
Termasuk kebiasaan Rasulullah Saw adalah menyapa para kaum Hawa dengan sangat humanis. Beliau berkata: “ayo bersedekah!” Dalam sebuah riwayat beliau berkelakar: bahwa kebanyakan penghuni neraka adalah kaum perempuan. Konon tatkala beliau berkata demikian raut muka kaum Hawa terlihat ketakutan. Maka disambung lagi oleh Rasulullah: “ayo bersedekah” Tentu saja karena sedekah dapat menyelamatkan manusia dari siksa kubur dan meraka.
Para kaum Hawa sahabat Nabi gembira dengan cara Nabi menyapa mereka. Dalam penjelasan kitab Zadul Maad disebutkan bahwa para kaum hawa terbiasa mengeluarkan sedekah di hadapan Nabi setelah selesai salat Id. Dan Rasulullah pun mengambil dari sedekah itu, mana mana yang beliau senangi.
Demikianlah kebiasaan Nabi Muhammad di dalam merayakan lebaran Idul Fitri dengan penuh kesederhanaan dan keakraban, tanpa berlebih lebihan. Semoga kita semua bisa meniru kebiasaan baik ini.
Akhirnya, marilah kita bersama sama memohon kepada Allah swt semoga kita dimasukkan ke dalam golongan orang orang yang beruntung. Minal aidin wal faizin. Taqabbalalloh minna wa minkum. Amiin Ya Robbal Alamin.