Berjan adalah sebuah pedukuhan yang masuk dalam wilayah Desa Gintungan, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Di sana terdapat lembaga pendidikan Islam yang kini bernama Pondok Pesantren An-Nawawi. Pesantren tersebut sekarang dihuni oleh lebih dari 3000 santri.

Pesantren itu didirikan oleh Kiai Zarkasyi pada sekitar tahun 1870. Kiai Zarkasyi sendiri adalah seorang ulama yang garis nasabnya menyambung kepada Sultan Agung.

Ayahnya bernama Kiai Asnawi Tempel bin Kiai Nuriman Tempel bin Kiai Burhan Joho bin Kiai Suratman Pacalan bin Jindi Amoh Plak Jurang bin Kiai Dalujah Wunut bin Gusti Oro-Oro Wunut bin Untung Suropati bin Sinuwun Sayyid Tegal Arum bin Sultan Agung bin Pangeran Senopati.

Kiai Zarkasyi lahir pada tahun 1830. Dengan demikian, usia beliau tidak terpaut jauh dengan Kiai Soleh Darat (lahir 1820), Kiai Ibrahim Brumbung (lahir 1839), dan bahkan seumuran dengan Syekh Abdul Karim Banten (lahir 1830).

Kelak, tiga nama yang terakhir disebut itu memang ada kaitannya dengan kehidupan Kiai Zarkasyi. Syekh Abdul Karim, meski dari segi usia seumuran, adalah guru Kiai Zarkasyi yang memberikan ijazah kemursyidan tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah. Kiai Zarkasyi menerima ijazah kemursyidan itu saat belajar di Makkah, tepatnya di Suq al-Lail, bersama dengan kawannya, Kiai Ibrahim Brumbung dan Kiai Abdullah Faqih Bumen Wonosobo.

Setelah belajar di Makkah dan mendapat ijazah dari Syekh Abdul Karim, Kiai Zarkasyi kemudian pulang ke Tanah Air, belajar kepada Kiai Soleh Darat, dan mengembangkan tarekat di wilayahnya. Pesantren yang awal mula didirikan oleh Kiai Zarkasyi, dengan demikian, adalah pesantren tarekat yang santrinya rata-rata telah lanjut usia.

Kiai Zarkasyi memiliki sejumlah murid yang memungkinkan jaringan tarekatnya menyebar ke berbagai wilayah, bukan hanya di wilayah sekitaran Berjan seperti Magelang, tetapi bahkan ke Johor Baru Malaysia. Adalah Kiai Siraj (w. 1920), murid Kiai Zarkasyi yang dikirim ke Johor Baru ketika beliau mendapat surat permintaan dari Tumenggung Abu Bakar Johor agar mengirimkan seorang guru tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah ke Malaysia.

Melalui Kiai Siraj dan murid-muridnya jaringan tarekat Kiai Zarkasyi ini kemudian menyebar ke berbagai wilayah di Sumatera seperti Riau dan Lampung. Adapun melalui murid Kiai Zarkasyi lainnya, seperti Kiai Mudzakir (kakak Kiai Dalhar Watucongol) dan Kiai Umar Payaman (Magelang), tarekat ini menyebar ke Wonosobo, Salatiga, Ambarawa, Kendal, Pekalongan, Ciamis (Jawa Barat) dan Malang (Jawa Timur).

Di Berjan sendiri, kemursyidan tarekat Kiai Zarkasyi diturunkan kepada putranya, Kiai Shiddiq (w. 1947). Beliau adalah seorang kiai alim yang belajar kepada sejumlah kiai seperti Kiai Idris Jamsaren Solo dan Kiai Kholil Bangkalan. Pada era Kiai Shiddiq, jaringan tarekat Berjan makin meluas ke berbagai wilayah.

Era setelah Kiai Shiddiq adalah era Kiai Nawawi (w. 1982). Salah satu sumber menyebutkan bahwa Kiai Nawawi baiat mursyid kepada pamannya, Kiai Munir Zarkasyi (w. 1958).  Seperti ayahandanya, Kiai Nawawi adalah sosok alim yang ditempa di sejumlah pesantren seperti Lirboyo, Lasem, Termas, dan Tebu Ireng.

Kiai Nawawi adalah kiai produktif yang karya-karyanya meliputi berbagai bidang keilmuan. Di bidang tasawuf atau tarekat saja, karya Kiai Nawawi ada sekitar 18 judul. Mutiara peninggalan Kiai Nawawi itu selama ini masih dicetak secara terbatas dan hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu.

berjan

Selain memiliki banyak karya, cucu Kiai Zarkasyi ini juga dikenal sebagai tokoh di balik berdirinya federasi tarekat di Indonesia, yakni Jamiyyah Ahli Thariqah Al-Mu’tabarah (JATM). Beliau, bersama dengan Kiai Masruhan, Kiai Muslih (keduanya dari Mranggen), Kiai Khudori Tegalrejo, dan kiai lainnya, atas restu kiai sepuh seperti Kiai Ma’shum Lasem, mengumpulkan para ulama tarekat di Tegalrejo Magelang pada 10 Oktober 1957.

Peristiwa itu kemudian dikenal dengan Kongres pertama Jamiyyah Ahli Thariqah Al-Mu’tabarah. Kelak, pada Muktamar Nahdlatul Ulama di Semarang pada 1979, organisasi ini berubah nama menjadi Jamiyyah Ahli Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah (JATMAN). Tranformasi dari JATM menjadi JATMAN tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial dan politik waktu itu.

Demikianlah, dengan reputasi keilmuan dan aktivisme Kiai Nawawi dalam organisasi tarekat, jaringan tarekat Berjan makin meluas. Sepeninggal Kiai Nawawi (1982) sampai sekarang, tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah Berjan diteruskan oleh putranya, Kiai Achmad Chalwani. Bukan hanya tarekatnya, di era kepemimpinan Kiai Achmad Chalwani Pesantren An-Nawawi juga semakin besar.

Dengan ketokohan yang begitu mapan dan jaringan yang sedemikan luas, agak mengherankan bahwa nama Berjan cenderung tidak muncul dalam historiografi tarekat di Nusantara. Martin van Bruinessen, sarjana Belanda yang banyak mengkaji tarekat di Nusantara, tidak memasukkan Berjan sebagai salah satu pusat tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah di era 1970-an.

Ia hanya menyebut empat pusat, yakni Suryalaya dengan Abah Anom, Pagentongan dengan Kiai Thohir Falak, Mranggen dengan Kiai Muslih, dan Rejoso dengan Kiai Romli Tamim. Kita tidak tahu alasan mengapa Martin tidak memasukkan Berjan. Yang jelas narasi Martin itu kemudian dikutip dan diikuti sarjana setelahnya, seperti Sri Mulyati dan lain-lain.

Zamakhsyari Dhofier agak berbeda dengan sarjana lainnya. Ia, dalam disertasinya untuk Australian National University tidak sepenuhnya sependapat dengan Martin. Ia menambah satu pusat lagi: Tebu Ireng. Dengan demikian menurut Dhofier ada lima pusat tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah.

Ternyata lima tempat yang diajukan Dhofier belum mengafirmasi semuanya. Masih ada satu lagi pusat tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah yang belum mereka masukkan: Berjan dengan Kiai Nawawi. Karya, jaringan, dan warisan para mursyid Berjan, mulai dari Kiai Zarkasyi sampai Kiai Nawawi dan Kiai Chalwani, jejaknya masih bisa kita saksikan sampai sekarang.

kiai zarkasyi

Kiai Zarkasyi wafat tahun 1914. Beliau, bersama anak dan cucunya dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga Tjokro Negoro (Bupati I Purworejo). Lokasi makam itu berada di Bulus, Gebang, kurang lebih 7 km dari Pesantren An-Nawawi Berjan. Wallahu a’lam bis shawab.

Leave a Response