Pada suatu hari, Syeikh Abu Yazid Al-Busthami bermunajat kepada Allah, rabbul izzah. Dalam munajatnya, ia mengalami pengalaman spiritual menakjubkan dan aneh (ekstase). Hatinya mengalami kegembiraan dan sensitif. Akal pikirannya seolah terbang melayang menuju Arsy.
Dalam keadaan demikian, ia bergumam dalam hati, “Ini adalah tempat (maqam) Baginda Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, pemimpin para utusan. Semoga aku menjadi tetangga beliau kelak di surga.”
Tetiba,Al-Busthami mendengar suara memanggil, “Wahai Abu Yazid, sesungguhnya tetanggamu kelak di surga adalah budak seorang Syeikh dan pemimpin umat di suatu negeri yang jauh.”
Setelah tersadar dari ekstase dan selesai dalam munajat, Al-Busthami berkeinginan kuat untuk mencari budak itu. Ia ingin melihat dan bertemu dengan orang yang akan menjadi tetangganya di surga. Untuk sampai pada negeri itu, ia harus menempuh perjalanan yang sangat jauh dan berat. Jarak yang harus ia tempuh lebih dari 100 farsakh (+ 500 km).
Sesampainya di negeri itu, ia bertanya ke berbagai orang tentang budak seorang syeikh itu. Namun, jawaban mereka tidak sebagaimana yang diduga dan diharapkan oleh Al-Busthami.
Mereka berkata, “Wahai tuan, ada kepentingan apa anda mencari orang fasiq dan pemabuk itu? Sedangkan, tampak di wajah anda tanda-tanda orang yang shaleh.” Mendengar jawaban itu, al-Basthomiy ragu dan bersedih hati. Dalam hati, ia berkata, “Mungkinkah panggilan suara itu datang dari setan?”
Hampir saja, ia kembali pulang ke negerinya hingga tiba-tiba terbersit dalam hatinya, “Aku telah datang ke negeri yang sangat jauh dengan susah-payah untuk melihat dan bertemu dengan tetanggaku di surga kelak. Dan sebelum melihatnya, aku akan kembali pulang. Tidak. Setidaknya, aku harus melihatnya meskipun tidak menjumpainya.”
Al-Busthamikembali mengajukan pertanyaan kepada orang-orang itu, “Maaf, tuan. Di manakah saya bisa menemui budak itu?” Orang-orang itu kemudian menunjukkan alamat tempat tinggal budak itu seraya berkata, “Namun biasanya, ia disibukkan dengan minuman-minumannya yang memabukkan di warung pojok kampung sana.”
Al-Busthami pun bergegas menuju tempat yang telah ditunjuk oleh orang-orang itu. Sesampai di pintu warung, al-Basthomiy terperanjat. Ia melihat pemandangan yang ganjil. Sebanyak lebih dari empat puluh laki-laki sedang menghadapi meja yang dipenuhi dengan khamr dan arak.
Dan di antara mereka, terdapat seorang budak yang dalam ekstasenya diisyaratkan sebagai tetangganya di surga. Ia menjadi masygul. Ia kemudian yakin suara panggilan itu datang dari setan.
Seketika Al-Busthami berbalik arah. Tetapi, kemudian, terdengar suara penuh wibawa. “Wahai Abu Yazid, maha guru dan pemimpin kaum muslimin. Mengapa engkau tidak masuk ke dalam?”, kata budak itu.
“Tidakkah engkau datang kepada kami dari negeri yang sangat jauh? Bukankah jalan yang engkau tempuh demikian berat, sulit dan penuh derita itu untuk bertemu dengan tetanggamu di surga kelak?”, lanjut budak itu. “Dan kini, engkau telah menemukannya. Tetapi entah mengapa engkau tergesa-gesa untuk kembali tanpa terlebih dahulu sekedar memberi salam, menyapa dan menjumpainya” sergah budak itu tanpa memberi kesempatan al-Basthomiy untuk bicara.
Abu Yazid Al-Busthami bingung bercampur kagum. Ia berbicara pada diri sendiri, “Semua ini rahasia. Tidak seorangpun mengetahui. Tetapi bagaimana orang ini bisa mengetahuinya?” Di tengah kekalutannya, budak itu berujar seolah mendengar suara hati Al-Busthami.
“Wahai Syeikh, tidak usah terlalu engkau pikirkan dan heran. Dzat yang telah mengirimmu kepadaku telah memberitahu kedatanganmu.”
Budak itu lalu mempersilahkan al-Basthomiy, “Masuklah, wahai Syeikh. Duduklah bersama kami sebentar.” Abu Yazid pun mengikuti saja apa yang dikatakan oleh budak itu. Ia masuk dan duduk di antara mereka.
Dalam kegamangannya, ia bertanya, “Wahai tuan, apa rahasia di balik semua ini?” Budak itu segera menimpali, “Tiada seorangpun lelaki sejati yang bercita-cita masuk surga sendirian.”
Setelah membenahi letak duduknya, budak itu melanjutkan ceritanya, “Mereka ini ada delapan puluh lelaki fasiq. Semuanya para pemabuk. Aku telah berupaya menyelamatkan empat puluh orang dari mereka. Kini, ke-empatpuluh orang itu telah bertaubat dan kembali kepada Allah. Mereka kelak akan menjadi teman dan tetanggaku di surga.”
Budak itu berkata, “Dan sekarang, kedatanganmu ke sini harus berupaya dengan segenap ikhtiarmu untuk mengembalikan mereka ke jalan Allah.”
Ketika mendengar perbincangan antara al-Basthomiy dan budak itu, dan mengetahui bahwa orang tua itu adalah Syeikh Abu Yazid Al-Busthami, para pemabuk itu pun seketika bertaubat.
Dengan demikian, akhirnya, terdapat delapan puluh dua orang yang saling berteman dan bertetanggaan kelak di surga, yaitu Syeikh Abu Yazid Al-Busthami, budak itu dan delapan puluh lelaki pemabuk yang bertaubat.
Sumber: Kitab al-Mawa’idz al-Ushfuriyyah “Hadits ke-37” karya Hadlratusy Syeikh Muhammad bin Abu Bakr.