Sungguh tak terasa murabbi ruh sekaligus guru bangsa Indonesia KH Maimoen Zubair yang biasa disapa Mbah Maimoen sudah meninggalkan kita. Benar kata ulama, Mautul ‘Alim Mautul ‘Alam, meninggalnya seorang yang Alim, duka bagi semesta.
Doa-doa yang ditawasulkan untuk mbah Maimoen pun datang dari segala penjuru arah. Doa-doa itu datang bukan hanya dari Indonesia yang menjadi tempat kelahiran Mbah Moen atau Mekkah yang menjadi tempat peristirahatan terakhirnya, tapi bahkan sampai ke beberapa negara lainnya.
Sahabat saya yang sedang studi di Yaman pun sependapat dengan saya. Ia mengatakan bahwa Mbah Moen sangat masyhur di kalangan ulama Hadramaut dan didoakan oleh ulama negeri Seribu Wali tersebut. Subhanallah.
Selepas meninggalnya Mbah Moen, banyak media yang menuliskan kisah-kisah keteladanan yang disarikan dari hidup beliau. Kisah keteladanan itu pun datang dari berbagai kalangan, mulai dari keluarga, kerabat, santri-santri beliau, dan orang-orang yang pernah bersama beliau.
Salah satu yang menarik adalah cerita keteladanan dan ketawaduan yang aku dengar langsung dari Ketua Mustasyar PCINU Maroko M. Alvian Zahasfan, kandidat doktoral di Universitas Daarul Hadist Rabat, Maroko.
Tahun 2011 adalah waktu yang menjadi saksi perjalanan Mbah Maimoen Zubair berkunjung ke Maroko. Tepatnya bulan September 2011 beliau datang dengan rombongan. Saat kunjungan ke Maroko, beliau sangat senang dan bahagia, tutur Ketua Mustasyar PCINU Maroko yang biasa di panggil Mas Alvian, beliau pun dipersilakan memberikan mauidzah di Fakultas Sastra dan Humaniora, Universitas Ibnu Thufail, Kenitra.
Dalam ceramah tersebut, Mbah Maimoen menyampaikan tentang perkembangan dan kemajuan Islam di Indonesia. Dalam ceramah yang menggunakan bahasa Arab tersebut Mbah Maimoen menjelaskan bagaimana Islam di Indonesia berkembang dan juga peran ulama Timur Tengah terutama Maroko dalam menyebarkan Dakwah Islamiyah di Indonesia.
“Yang saya sangat kagumi dari Mbah Maimoen adalah ketawaduan beliau saat bertemu siapa pun terutama ulama-ulama Maroko,” kata Mas Alvian.
“Setiap bertemu dan bercengkrama dengan ulama Maroko pasti beliau berkata –Ana tilmizukum wa antum Suyuuhkii- (saya adalah murid anda dan anda adalah guru-guru saya) bahkan bukan hanya ke ulama besar tapi juga dosen-dosen muda yang ada di Universitas Ibn Thufail,” tambah Mas Alvian. Itu bukan hanya sekadar kata-kata yang terlontar dari Mbah Maimoen, tapi itu tulus dari hati yang mendalam.
Dengan umur yang sudah mencapai 80 tahunan saat itu, beliau tetap menganggap dirinya murid di hadapan para ulama Maroko. “Hubungan Indonesia-Maroko sesungguhnya seperti hubungan murid dan guru,” ungkap Mbah Moen saat bertemu tokoh ulama Maroko.
Saat kunjungan ke Maroko beliau bertemu sejumlah tokoh Ulama Maroko di antaranya sekjen Majlisul ‘Ilm Prof. Dr. Ahmed Yesif, mursyid agung thariqah Tijaniyah Syeikh Syarif Mohammed Al-Kabir At-Tijani, dan berkunjung ke Kampus Ta’lim Atiq Imam Nafi’ Kota Tangier serta mengadakan diskusi dengan beberapa ulama Maroko lainnya.
Selain kunjungan ke beberapa ulama Maroko, Mbah Maimoen juga berziarah ke Beberapa makam ulama besar Maroko yang berjasa bagi penyebaran Islam di Indonesia. Di antaranya makam Syeikh Tijani pendiri thariqah tijaniyah, makam Syeikh Sulaiman Al-Jazuly pengarang kitab Dalailul Khairat, makam Ibnu Ajrum As-Shanhajy pengarang kitab Jurumiyah, dan Ibnu Batutah sang treveller ulung yang mendunia juga sampai Indonesia. Tiga makam yang pertama terdapat di kota Fez sedangkan makam Ibnu Bathuhah berada di Kota Tangier.
Momentum kunjungan Mbah Maimoen ke Maroko pun tak mau disia-siakan oleh mahasiswa-mahasiswa nahdliyin Maroko. Selain untuk bisa sowan ke beliau, pada kesempatan itu teman-teman nahdliyin meminta kepada Mbah Maimoen untuk berkenan mendeklarasikan dan meresmikan berdirinya Pengurus Cabang Istimewa Nahdhatul Ulama (PCINU) Maroko yang saat itu belum resmi didirikan. Jadi, selain berkunjung untuk bertemu dan berziarah ulama Maroko, beliau pun menjadi deklarator berdirinya PCINU Maroko.
Berkat deklarasi yang dilakukan oleh Mbah Maimoen saat itu, PCINU Maroko sekarang semakin berkembang sampai saat ini. Saban tahun, NU mendapatkan 40 kuota beasiswa bagi para santri dan aktivis NU untuk studi di Maroko.
Itulah sebercik memoriam kunjungan dan pertemuan Mbah Maimoen Zubair dengan ulama Maroko. Jasanya begitu besar tak terhitung dan keteladannya begitu luas. Semoga beliau ditempatkan di sisi yang tinggi oleh Allah Swt.