Banyak orang bertanya-tanya, mengapa ketika haul pengasuh pesantren Ash-Shiddiqi almaghfurlah KH Hasan Abdillah yang berlokasi di Kec. Glenmore, Banyuwangi, Jawa Timur, begitu banyak jamaah yang hadir, bahkan ribuan. Hal ini bukanlah paksaan untuk menghadiri haul beliau.
Tentu hati hadirin tergerak dengan sendirinya karena buah cinta terhadap Kiai Hasan, ulama yang lahir pada 21 Januari 1929 dan wafat pada 19 November 2012. Tidaklah mencari apa-apa dalam menghadiri haul tersebut, tentu hanya ingin mendapatkan berkah beliau.
Jamaah yang hadir tidak sedikit berasal dari Solo, Bali, Madura, Jember. Mereka menggunakan uang sendiri, bahkan ada yang dari negara tetangga, Malaysia. Ada cerita yang istimewa di balik mengapa ada seorang jamaah yang rela menempuh perjalanan begitu jauh dari negeri Melayu ke tanah Glenmore hanya untuk menghadiri haul Kiai Hasan.
Dalam banyak cerita dari para muhibbin dan keluarga tentang sisi kewalian Kiai Hasan. Misalnya, saat Kiai Thohir bin Kiai Achmad Qusyairi pada waktu rapat panitia haul KH Hasan Abdillah ke-8 pada 26 Agustus 2020, menuturkan kisah orang Melayu bernama Samhanun. Ia menyaksikan langsung bukti kewalian Kiai Hasan.
Kesaksian peristiwa itu terjadi sekitar akhir tahun 90-an. Diceritakan bahwa Samhanun mempunyai seorang rekan di pulau Bali. Teman Samhanun sebelumnya sudah pernah datang menemui Kiai Hasan. Dalam perjumpaan itu terjadi komunikasi di antara keduanya.
“Ayo Samhanun, ikut saya sowan ke Kiai hebat,” ajak rekannya.
“Hebat gimana?”
“Pokoknya hebat lah”
Singkat cerita Samhanun bersedia diajak untuk sowan kepada Kiai Hasan. Perjalanan dari Bali ke Banyuwangi tentu harus melewati selat Bali dengan kapal meskipun durasinya tidak begitu lama.
Ketika hampir sampai di bibir pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Samhanun penasaran sehebat mana Kiai Hasan Abdillah yang diceritakan rekannya itu.
“Hebat bagaimana Kiai Hasan Abdillah itu? Katanya wali,” tanya penasaran Samhanun dalam benaknya.
Lalu Samhanun mengambil sebuah koin. Koin tersebut dicoret-coret dengan spidol.
“Kalau memang hebat, koin ini akan kembali kepada saya nanti,” ucap Samhanun.
Lalu koin tersebut dibuang ke laut. Dilanjutkanlah perjalanan melalui medan darat. Singkat cerita, ketika sampai di kediaman KH Hasan Abdillah, beliau sendiri yang membukakan pintu atas kedatangan kedua tamunya.
Ketika selesai mengucap salam, koin Samhanun yang sebelumnya dicoret-coret dengan spidol dan dibuang ke laut, tiba-tiba sudah ada di tangan Kiai Hasan dan langsung diberikan kepada Samhanun. Sontak Samhanun tidak menyangka atas apa yang dilakukan Kiai Hasan.
Sejak saat itu, Samhanun mengakui kewalian Kiai Hasan Abdillah, sehingga ia pun jadi sering berkunjung ke rumah beliau. Bahkan, ketika Kiai Hasan wafat, setiap acara haul, Samhanun turut hadir dari tempat singgahnya di Malaysia. Itulah penyaksian langsung Samhanun atas kewalian KH Hasan Abdillah.
Senada dengan cerita di atas, ketika penulis berbincang-bincang dengan Kiai Washil Hifdzi Haq (Putra bungsu Kiai Hasan) pada September 2020, ada seorang bernama Habib Ahmad dari Bondowoso hendak menguji kewalian Kiai Hasan.
Habib Ahmad ini konon sering datang ke Banyuwangi, terutama kepada para kiai, ustad, untuk menjual madu dan segala macam jualannya.
Suatu ketika Habib itu mengajak Ustad Ali berkunjung ke kediaman Kiai Hasan di Glenmore.
“Ayo li, ikut saya,” ajak Habib Ahmad.
“Ke mana, bib?” jawab Ustad Ali.
“Ke Kiai Abdillah”
“Ada apa bib?”
“Saya mau menguji (ngetes), beliau wali apa tidak.”
“Ooh ndak bib, saya sungkan.”
“Ndak gapapa, ikut aja.”
Akhirnya Ustad Ali menyanggupi ajakan Habib Ahmad. Sebelumnya, Ustad Ali sudah merasa sungkan karena datang hanya menguji kewalian seseorang. Kemudian Habib Ahmad berkata demikian terhadap Ustad Ali:
“Gini li, saya nanti akan minta uang ke kiai, kalau memang Kiai itu ngasih uang ke saya 205.000 rupiah, berarti beliau memang wali.”
Lalu, beliau berdua berangkatlah ke kediaman Kiai Hasan. Ketika sampai di lokasi, tiba-tiba Kiai Hasan sudah menyambut di depan pintu. Setelah bersalaman, Kiai Hasan langsung memberikan uang kepada Habib Ahmad. Setelah uang tersebut dihitung oleh Habib Ahmad, ternyata nominalnya 200.000 rupiah.
Kemudian Kiai Hasan langsung kembali masuk ke kamarnya. Kemudian Habib Ahmad kembali mengatakan kepada Ustad Ali:
“Lo, kok kurang ini, li?”
Tidak lama kemudian, Kiai Hasan kembali keluar dengan membawa uang lima ribuan.
“Ini bib, ini kurang masih bib, ada yang ketinggalan.”
Pada akhirnya, uang diberikan oleh Kiai Hasan sesuai dengan permintaan Habib Ahmad sebelumnya. Kisah cerita ini menurut Kiai Washil terjadi sekitar tahun 90-an sampai tahun 2000-an awal
Begitulah karomah yang diberikan oleh Allah. Jadi, jangan salah paham, banyak di zaman sekarang kejadian yang aneh-aneh di layar televisi yang tidak bisa diterima akal, akan tetapi bukan karomah dari Allah.
Bukan karena kualitas ibadah atau istiqomah, terkadang semacam ini ada yang dari jin, setan dan sebagainya yang menjadi budak atau pun khodam. Jadi, antara karomah dan bantuan jin ini bisa dibedakan. Demikian ini dituturkan oleh Kiai Thohir bin Kiai Achmad Qusyairi.