Kitab al-Niyyat berupaya memberikan panduan bagaimana dalam sebuah aktivitas, seseorang dapat memasukkan banyak niat. Dengan demikian, pahala dari satu perbuatan baik bisa bertambah berpuluh-puluh kali lipat.

Secara garis besar, perbuatan hamba dikategorikan ke dalam empat macam: ta’at (ketaatan), mubahat (perbuatan netral), ‘abatsiyyat (buruk), dan mukhalafat (pelanggaran). Kategori yang menjadi bahasan dalam kitab ini adalah kategori dua pertama, karena keduanya merupakan ruang yang bisa dimasuki niat baik. (hal. 8)

Urgensi niat dalam Islam didasarkan pada sabda Nabi Saw. yang sudah masyhur:

“Perbuatan itu tergantung niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang telah diniatkannya” (H.R Bukhari)

Berangkat dari hadis ini, para ulama menyimpulkan bahwa untuk melakukan aktivitas ibadah, mukalaf harus (wajib) menghadirkan niat. Sehingga fungsi niat adalah pembeda; membedakan kegiatan ibadah dengan kegiatan harian biasa.

Fungsi niat sebagai “pembeda” kemudian dapat diterapkan ke dalam aktivitas harian biasa. Aktivitas harian biasa akan dinilai Tuhan sebagai ibadah bila diniatkan ibadah (niat baik).

Oleh karena itu, Habib Sa’ad al-Aydrus, penulis kitab ini, menyarankan umat Islam untuk memperbagus niat, dan berupaya untuk tidak lupa berniat baik. Beliau seakan hendak menyampaikan, “Jangan sampai Anda melakukan kegiatan harian biasa, sekalipun makan, minum dan tidur, tanpa memasukkan niat-niat salih. (hal. 18)

Jika niat salih dianggap sebagai kebaikan, maka ketika dalam satu aktivitas ada banyak niat bagus, pahala aktivitas tersebut akan bertambah bepuluh-puluh kali lipat. Sebab satu kebaikan akan dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan.

Selain bernilai mulia, niat salih yang tidak sempat dilaksanakan akan tetap dicatat Allah sebagai kebaikan. Nabi Muhammad bersabda, “Siapa saja yang bertekad melakukan kebaikan, tapi dia tidak bisa mengerjakannya, Allah akan mencatat satu kebaikan sempurna di sisi-Nya.”

Dari situ kita tahu, niat baik akan tetap diapresiasi, dicatat Allah Swt. sebagai kebaikan yang utuh. Meski tidak teralisasi, niat baik akan tetap dianggap sama nilainya dengan ketika ia dikerjakan. Itu artinya Allah Swt. tidak pernah meremehkan, dan menyia-nyiakan niat baik hambaNya.

Dengan spirit niat baik yang memiliki keutamaan dan kelebihan tersendiri inilah, Kitab al-Niyyat ditulis oleh Habib Sa’ad al-Aydrus.

Berbeda dari pendahulunya, Habib Sa’ad, yang bernama asli Muhammad bin Alawi al-Aydrus, menjadikan kitab al-Niyyat cenderung sebagai panduan bagi seorang untuk menata niat-niat bagus dalam melakukan sebuah kegiatan. Beliau berbeda dengan, misalnya, Imam al-Qarafi (w. 684), yang juga menulis kitab tentang niat, berjudul: al-Amniyah fi Idrak al-Niyyah.

Al-Qarafi dalam kitab itu mengkaji niat dalam porsi konsumsi akademik. Dalam artian, kitabnya memposisikan diri sebagai kajian ilmiah tentang hakikat dan seluk-beluk niat, perbedaan niat dengan pekerjaan hati yang lain (semisal cita-cita, tekad, azam dan keinginan), urgensi niat dan lain semacamya. Singkatnya, kitab yang disusun oleh al-Qarafi tidak membicarakan niat baik sebagai praktik.

Perbedaan Kitab al-Niyyat dengan kitab lainnya ini, dalam segi tema dan titik berat pembahasan, membuatnya memiliki keunggulan bagi orang-orang yang ingin mengetahui praktik memperbanyak niat baik.

Pembaca kitab ini akan merasa dituntun langsung oleh Habib Sa’ad bagaimana menyusun banyak niat dalam satu perbuatan. Misalnya, dalam bab “Niyyat al-Qira’ah wa al-Tahshil” (Niat-niat Membaca dan Mengoleksi Buku), beliau membantu pembaca bagaimana memformulasikan banyak niat dalam kegiatan mengoleksi buku-buku atau kitab (hal. 66).

Beliau langsung menulis niat tersebut dalam narasi monolog:

Nawaitu fi tahshili al-kutub lilLahi ta’ala …. Aku berniat mengoleksi buku-buku ini karena Allah Swt.; berniat mendekatkan diri kepada-Nya; berniat mendapat Rida-Nya … aku berniat mengoleksi buku-buku sebagai upaya untuk melestarikan ilmu dan menghindarkannya dari kemusnahan … aku berniat memberitahukan buku-buku itu kepada orang yang belum tahu … (dan seterusnya).”

Gaya penarasian niat semacam ini, hanya ada di beberapa bab. Selain bab-bab itu, Habib Sa’ad langsung menulis daftar niat-niat kegiatan.

Dalam bab “Niyyat al-Hadiyyah”, misalnya, beliau tanpa basa-basi langsung menulis poin-poin niat ketika memberi hadiah: Pertama, mempraktikkan anjuran Rasulullah Saw., sebab telah bersabda: “Hendaknya kalian saling menghadiahi, maka kalian akan saling-mencintai.”

Kedua, menanam rasa kasih. Ketiga, memasukkan kebahagiaan ke hati orang lain. Keempat, menolak bala’ atau petaka. Kelima, membersihkan diri dari sifat kikir, dan lain-lain dalam niat sedekah.

Total ada 66 bab dalam kitab niat ini. Kesemuanya didisusun tidak dalam alur yang sistematis. Topik dari satu bab ke bab lain seperti melompat-lompat, tanpa ada benang penghubung yang jelas. Sehinggga membuat pembaca perlu menengok daftar isi jika ingin mengetahui niat apa saja yang perlu dihadirkan ketika mau melakukan perbuatan tertentu.

Lalu, tidak semua kegiatan harian seseorang dimasukkan dalam keseluruhan bab-bab kitab ini. Jika pembaca umpama ingin beraktivitas sesuatu, tetapi panduan niatnya tidak ada di kitab, pembaca bisa mengkreasikan sendiri dengan mencontoh daftar niat kegiatan yang mirip atau hampir sama.

Kitab al-Niyyat layak dibaca oleh siapa pun yang gemar memburu pahala kebaikan dengan cara memperbanyak niat-niat salih.

 

Topik Terkait: #Niat#Resensi kitab

Leave a Response