Kitab Fathul Izar adalah karya ulama Indonesia KH Abdullah Fauzi, Pasuruan. Fathul Izar berisi tentang panduan seks Islami, mulai dari bab etika hubungan intim / jima / bersetubuh / senggama, rahasia waktu-waktunya, hingga rahasia keperawanan.
Panduan seks Islami ini bisa digunakan bagi pengantin baru menjelang malam pertama. Bisa juga untuk pengantin lama yang ingin menggunakan tata cara hubungan badan secara Islami sebagaimana diajarkan dalam kitab Fathul Izar.
Dikutip dari pendapat Imam as-Suyuthi dalam kitab Al-Rahmah, bahwa senggama tidak baik dilakukan kecuali bila seseorang telah bangkit syahwatnya dan bila keberadaan sperma telah siap difungsikan.
Maka jika demikian, hendaknya sperma segera dikeluarkan layaknya mengeluarkan semua kotoran atau air besar yang dapat menyebabkan sakit perut. Karena menahan sperma saat birahi sedang memuncak dapat menyebabkan bahaya yang besar.
Adapun efek samping terlalu sering melakukan hubungan intim ialah dapat mempercepat kepikunan, melemahkan tenaga dan menyebabkan tumbuhnya uban.
Tata Cara Hubungan Intim
Proses hubungan intim diawali istri dalam posisi tidur terlentang, sedangkan suami berada di atasnya. Posisi ini merupakan cara yang paling baik dalam hubungan intim.
Selanjutnya suami melakukan cumbuan ringan (foreplay) berupa mendekap, mencium, dan lain sebagainya. Hingga saat sang istri bangkit birahinya, masukanlah dzakar (penis) suami dan menggesek-gesekkannya pada liang vagina.
Ketika suami mengalami klimaks (ejakulasi), janganlah terburu mencabut dzakarnya, melainkan menahannya beberapa saat disertai mendekap istri dengan mesra.
Setelah kondisi tubuh suami sudah tenang, maka cabutlah dzakar dari vagina istri dengan mendoyongkan tubuhnya ke samping kanan. Menurut para ulama, demikian itu upaya untuk memiliki anak laki-laki.
Selesai bersenggama hendaknya keduanya mengelap alat kelamin masing-masing dengan dua buah kain (bisa juga tisu), satu untuk suami dan yang lain untuk istri. Jangan sampai keduanya menggunakan satu kain karena hal itu dapat memicu pertengkaran.
Hubungan intim atau jimak yang paling baik adalah senggama yang diiringi dengan sifat agresif, kerelaan hati dan masih menyisakan syahwat.
Sedangkan senggama yang jelek adalah senggama yang diiringi dengan badan gemetar, gelisah, anggota badan terasa mati, pingsan, dan istri merasa kecewa terhadap suami walaupun ia mencintainya.
Demikian tata cara hubungan intim yang paling benar antara suami istri menurut kitab Fathul Izar.
Etika Hubungan Intim
Ada beberapa etika hubungan intim / bersetubuh / jimak / senggama yang harus diperhatikan oleh suami. Etika ini meliputi 3 macam sebelum/saat melakukannya dan 3 macam sesudahnya.
1. Etika sebelum hubungan intim:
Pertama, mendahului dengan bercumbu (foreplay) agar hati istri tidak tertekan dan mudah melampiaskan hasratnya. Sampai ketika nafasnya naik turun serta tubuhnya menggeliat dan ia minta dekapan suaminya, maka rapatkanlah tubuh (suami) ke tubuh istri.
Kedua, menjaga etika saat hendak senggama. Maka janganlah menyutubuhi istri dengan posisi berlutut, karena hal demikian sangat memberatkannya. Atau dengan posisi tidur miring karena dapat menyebabkan sakit pinggang.
Selain itu, jangan memposisikan istri berada di atasnya, karena dapat mengakibatkan kencing batu. Akan tetapi posisi senggama yang paling bagus adalah meletakkan istri dalam posisi terlentang dengan kepala lebih rendah daripada pantatnya.
Dalam hal ini, pantat istri diganjal dengan bantal serta kedua pahanya diangkat dan dibuka lebar-lebar. Sementara suami mendatangi istri dari atas dengan bertumpu pada sikunya. Posisi inilah yang dipilih oleh para ahli fiqih dan para dokter.
Ketiga, etika saat hendak memasukkan dzakar (penis) suami. Diawali dengan membaca ta’awudz dan basmalah. Selanjutnya, gosok-gosokkan penis di sekitar vagina, meremas payudara dan hal lainnya yang dapat membangkitkan syahwat istri.
2. Etika saat hubungan intim:
Pertama, hubungan intim dilakukan secara pelan-pelan dan tidak tergesa-gesa (ritmis).
Kedua, menahan keluarnya mani (ejakulasi) saat birahi bangkit, menunggu sampai istri mengalami inzal (orgasme). Cara demikian dapat menciptakan rasa cinta di hati.
Ketiga, tidak terburu-buru mencabut dzakar ketika ia merasa istri akan keluar mani, karena hal itu dapat melemahkan ketegangan dzakar. Juga jangan melakukan ‘azl (mengeluarkan mani di luar vagina) karena hal itu merugikan pihak istri.
3. Etika setelah hubungan intim:
Pertama, meminta istri tidur miring ke arah kanan agar anak yang dilahirkan kelak berjenis kelamin laki-laki, insya Allah. Bila istri tidur miring ke arah kiri maka anak yang dilahirkan kelak berjenis kelamin perempuan. Hal ini berdasarkan hasil uji coba riset.
Kedua, suami membaca dzikir dalam hati sesuai yang diajarkan Nabi, yaitu:
اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ بَشَرًا فَجَعَلَهُ نَسَبًا وَصهْرًا وَكَانَ رُبُّكَ قَدِيْرًا
“Segala puji milik Allah yang telah menciptakan manusia dari air, untuk kemudian menjadikannya keturunan dan mushaharah. Dan adalah Tuhanmu itu Mahakuasa.” (QS. al-Furqan: 54).
Ketiga, berwudhu ketika hendak tidur (dihukumi sunnah) dan membasuh dzakar apabila hendak mengulangi hubungan intim (ronde selanjutnya).
Demikian penjelasan kitab Fathul Izar tentang tata cara dan etika hubungan intim yang sesuai dengan ajaran agama Islam. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam. (M. Zidni Nafi’)