Konstruksi Moderasi dalam Tari Sema Jalaluddin Rumi
Moderasi merupakan jalan tengah yang telah dipraktikkan para pedahulu kita sejak masa lampau. Salah seorang ulama terkenal pada abad ke-13 pada level dunia dan peduli dengan moderasi adalah Jalaluddin Rumi.
Ia dikenal telah menghabiskan waktunya untuk menata hati dengan dasar cinta universal ditujukan kepada Tuhan. Salah satu ritual sufinya yang terkenal adalah ritual Sema (sama’) yang dilakukan di Konya dan kemudian ditranformasikan ke berbagai negara di belahan dunia ini, termasuk Indonesia.
Ritual tarekat yang diciptakan Rumi yang dikenal dengan Sema (bahasa Turki) mengandung nilai-nilai moderasi yang patut ditiru oleh Indonesia. Ajaran Rumi, termasuk ritual tarekat dimaksud banyak dipraktikkan dalam kehidupan agama di Nusantara sampai saat ini. Sehingga banyak hal dari bagian moderasi sudah diadopsi dan diadaptasikan oleh anak bangsa yang menekuni bidang kesufian ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama ini mengungkapkan dan memberikan gambaran model moderasi yang dikembangkan Rumi. Khususnya dalam ritual Sema yang diajarkannya.
Penelitian ini menggunakan metode sejarah dan antropologi untuk mengungkapkan nilai-nilai moderasi beragama yang mengandung cinta universal dalam ritual sema. Pendekatan sejarah digunukan untuk menelaah fakta sejarah Rumi dan tentang proses masuknya ajaran Rumi ke Indonesia. Beberapa sumber yang dianggap sebagai tulisan tangan Rumi menjadi bahan untuk menggali informasi tentang sejarah pengetahuan Rumi tentang moderasi.
Sedangkan pendekatan antropologi diterapkan dalam kajian ini untuk menggali informasi di lapangan tentang Rumi dan perkembangannya hingga dewasa ini.
Berdasarkan penelitian ini, secara historis, tarian sema Rumi masuk dalam berbagai negara di dunia ini termasuk Indonesia. Dari proses sejarah dan perkembangan inilah, ajaran-ajaran Rumi masuk dan melebur ke dalam tasawuf Indonesia, dan bahkan menjadi bagian seni yang dipertunjukkan kepada khalayak pada acara-acara penting seperti pernikahan dan jamuan tamu negara.
Pengaruh budaya setempat juga menjadi bagian penting dalam mewarnai corak tarian Sema di Nusantara ini. Namun demikian, inti ajaran Islam yang dikembangkan oleh Rumi melalui tasawuf yang membangun kedamaian, ketenteraman, dan kemaslahatan untuk mencapai tingkat kebahagiaan dengan Tuhan tetap dipertahankan, meskipun teknis pelaksanaan ritual disesuaikan dengan budaya lokal.
Rumi telah mengajarkan umat, tidak hanya Muslim, tetapi non-Muslim juga. Ajaran moderasi yang dikembangkannya merupakan ajaran Islam berbasis cinta universal, yaitu cinta kepada Allah yang kemudian turun kepada manusia dan lingkungannya. Pandangan Islam yang mengharuskan untuk menjaga keseimbangan diwujudkan dalam tarian sufistik yang dikenal dengan Sema.
Rumi telah membuat pesan Islam dapat diterima oleh siapa pun melalui tarian dan ajaran tasawuf Islam yang dikembangkannya. Ritual sema adalah ritual yang tertinggi dalam tasawufnya untuk mencapai kebahagiaan bersama Tuhannya, yaitu dengan meninggalkan segala ego dan nafsu dunia yang dapat mengotori hati dalam kecintaan kepada Tuhannya.
Hal yang menarik dan penting untuk diperhatikan adalah bahwa ketika mencapai derajat tinggi di sisi Tuhannya, kepeduliannya kepada manusia dan lingkungan tetap menjadi bagian dari kecintaannya kepada Tuhan. Sema beserta ajaran sufi Rumi tidak hanya dikenal oleh bangsa Turki dan sekitarnya, namun oleh semua bangsa di dunia ini termasuk Indonesia.
Dalam perkembangannya secara historis dan sosiologis, ritual sema yang diserap di Indonesia telah mengalami perubahan dan adaptasi dengan budaya lokal, sehingga menjadi tradisi ritual Sema yang bersifat keindonesiaan. Namun demikian, inti dari ajaran dan pertunjukannya masih tetap dijaga, terutama menyangkut ajaran spiritualnya.
Simbol sikap moderasi yang dikembangkan dalam menjaga keseimbangan antara manusia dan Tuhan yang harus melalui hati yang ikhlas masih terlihat dengan cara menari dan menengadahkan tangan kanan ke atas dan tangan kiri ke bawah. Pelaksanaan tari Sema juga telah menciptakan suasana kedamaian, persaudaraan, dan kepedulian kepada sesama. Karena itu, ajaran dan pengetahuan yang disebarkan Rumi kepada umat, dapat menjadi contoh teladan dalam mengembangkan moderasi di negara tercinta ini.
Ajaran moderasi yang dikembangkan Jalaluddin Rumi merupakan ajaran Islam berbasis cinta universal, yaitu cinta kepada Allah yang kemudian turun kepada manusia dan lingkungannya. Pandangan Islam yang mengharuskan untuk menjaga keseimbangan diwujudkan dalam tarian sufistik yang dikenal dengan Sema. Rumi telah membuat pesan Islam dapat diterima oleh siapa pun melalui tarian dan ajaran tasawuf Islam yang dikembangkannya. (MS)
*Tulisan ini adalah rangkuman dari diseminasi penelitian Fakhriati yang diterbitkan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Kementerian Agama tahun 2017.