Hilang sudah hasrat memetik bunga di area pipimu
ada kalimat luka simbah dalam pelukku
setahun kita tertahan dalam jarum jam
bergeming di kejauhan
kabar yang kuterima dari sebuah telegram
dirimu telah punya sasana baru
untuk memacu kasih dan meratap senyum
Sejak peninggalanku dari desamu beberapa kurun
kalimat terakhir yang kau pinta, rawatlah rindu
selama persendian waktu tak tentu
araba paghar, bukti yang ditautkan di hadapan tuhan
jangan sekali-kali kau tumpahkan di atas perempuan lain
morse itu yang kukepal hingga detik ini
Melirik potretmu dari pulau kecil yang kubingkai
seakan senapan laras panjang menodong dari belakang
disadap dari instagram seorang teman, dirimu
benar-benar kehilangan akal besar, menjauh ke seberang
melecutkan gusar secemas serangga jalang
pria yang kau pinang adalah peradapan tua yang diikat dendam
menancap kesan sekedar asapan arang
di luar sana, di tanah rantau, aku yang di pingit kâlâkoan
terikat teralis dan hanya mampu
mengulum amanah yang kau tunggakkan
Setelah melumat kebenaran yang tak waras
aku yang katanya kau cintai, harus melepuh
di tengah kembang api merayakan pesta perkawinan
begitu banyak kejutan menggilis kesucian ritual
perjanjian yang kita pipihkan pada selok kuning keemasan
tak lagi tenteram bersama putar dulang yang kau sepahkan
Tivani, andai aku mengerti tentang diriku yang akan hilang
tentu kutolak hari kelahiran, begitu kutahu tulang rusukku
tidak akan pernah melahirkan tubuhmu, pastinya aku tak sanggup
lagi jadi laki-laki
walaupun harus mati hanya Iklima yang bisa menemani
menidurkan rintih yang tak pernah kau sadari
suatu saat kau bakal mengerti aku reinkarnasi Habil
yang terhalang rindunya sampai babak ini
Madura, 13 september 2021