Siang ini, kota Shiraz sedikit mendung, tetapi itu tidak menyurutkan niat saya untuk menelusuri jejak ulama Islam tempo dulu. Menurut informasi, di kota ini bersemayam seorang ulama ahli tata bahasa Arab yang dikenal dengan nama Imam Sibawaih. Di kalangan pengkaji bahasa Arab, nama beliau sudah sangat masyhur.

Imam Sibawaih ini terkenal dengan cerita tentang kitabnya yang dibakar habis oleh isterinya. Oleh sebab itu, walaupun beliau diakui kepakarannya dalam nahwu-shorof, tetapi karangan yang sampai kepada kita sangat terbatas. Hanya ada satu kitab yang terselamatkan yakni buku yang berjudul Alkitab.

Mungkin sebagian besar masyarakat muslim menganggap Imam Sibawaih adalah orang Arab. Faktanya, beliau adalah orang Persia yang lahir di Shiraz, provinsi Fars, Iran pada tahun 140 H dan meninggal di kota yang sama tahun 180 H. Itu artinya, bahasa Arab menjadi bahasa asing yang dipelajarinya. Walaupun demikian, keahliannya dalam bidang ini telah diakui oleh dunia Islam.

Julukan Sibawaih juga menjadi sesuatu yang unik. Berkali-kali saya bertanya kepada orang di Shiraz terkait letak makam Imam Sibawaih, tetapi banyak dari mereka yang tidak mengetahuinya. Bahkan, tak jarang mereka balik nanya, “Siapa Sibawaih itu?”. Saya merasa heran, ulama sekaliber beliau tidak dikenal di kampung halamannya. Akan tetapi, saya tidak menyerah sampai akhirnya ada seorang di bus yang mengetahuinya. Namun, ia mengatakan bukan Sibawaih, tetapi Sibuyeh.

Saya baru sadar, ternyata kata Sibawaih itu adalah sebutan atau aksen orang Arab untuk menyebut Sibuyeh dalam bahasa Persia. Sibawaih dalam bahasa Arab atau Sibuyeh dalam Persia sendiri mempunyai arti yang berakar dari bahasa Persia. Sib berarti buah apel dan bu bermakna harum atau bau aroma sesuatu, sehingga jika digabungkan Sibuyeh memiliki arti orang yang berbau apel atau orang yang aroma badannya seperti apel.

Dari keterangan yang diperoleh, saya harus naik bus kota dan turun di deket komplek Shah Cheragh. Rupanya halte dekat Shah Cheragh menjadi tempat terakhir sekaligus transit bagi yang mau berganti bus. Suasananya cukup ramai seperti terminal kecil karena banyak bus kota yang parkir menunggu giliran untuk berangkat.

Di sana, saya bertanya lagi letak makam Imam Sibuyeh. Namun, tetap saja masih  banyak dari mereka yang tidak mengetahuinya. Bagi saya, ini sangat kontras mengingat beliau adalah ulama besar Islam yang sangat besar jasanya dalam bidang bahasa Arab. Setelah bertanya ke banyak orang, akhirnya ada titik terang. Makamnya terletak di daerah yang dikenal dengan Sankg-e Siyoh atau batu hitam.

Dari sana, kita hanya perlu masuk ke sebuah jalan atau lebih tepatnya gang besar yang cukup untuk satu mobil, yang letaknya di seberang halte bus tersebut. Kita akan berjalan lurus menyusuri jalan yang semakin menyempit. Semakin jauh melangkahkan kaki, jalan tidak lagi berlapiskan aspal, melainkan batu dan paving blok. Sepanjang jalan, kita akan dimanjakan dengan bangunan-bangunan yang bernuansa klasik, sehingga tidak membosankan.

Makam Imam Sibawaih ternyata berada di tengah-tengah permukiman penduduk. Awalnya, saya mengira makamnya ramai oleh para peziarah seperti di makam tokoh penting lainnya. Akan tetapi, yang terjadi adalah sebaliknya. Saya adalah satu-satunya peziarah saat itu yang berkunjung.

Makamnya sendiri berada di sebuah bangunan tua yang tampak kurang terawat. Di belakangnya, kayu-kayu sudah banyak yang lapuk dan kotor. Sementara, di depannya terpampang sebuah papan kusam bertuliskan Khuneh Farhankgi Sibuyeh yang berarti rumah kebudayaan Imam Sibuyeh. Selain itu, di seberang makam terdapat patung beliau dan sedikit informasi tentangnya.

Saya masuk perlahan ke dalam bangunan sunyi tak berpenghuni. Tepat di ruangan pertama paling depan bersemayam sebuah makam sang ulama yang dilapisi tembok tanpa nisan. Hanya saja, di sampingnya terdapat informasi terkait kehidupannya yang diukir dalam sebuah marmer dengan hiasan khas Persia. Saya merasakan kesedihan yang luar biasa melihat kondisi makam. Ini adalah tokoh besar di dunia Islam, tetapi peristirahatan terakhirnya sangat menyedihkan.

Tersirat harapan dalam hati agar suatu saat makam Imam Sibawaih menjadi situs yang lebih terpelihara seperti makam tokoh-tokoh lainnya. Ia layak mendapatkan tempat peristirahatan yang layak mengingat jasa-jasanya dalam perkembangan bahasa Arab.

 

Leave a Response