Tarekat yang didirikan oleh dan dinisbatkan kepada Abdullah Syatthar (w. 890 H) India ini masuk ke Nusantara pada abad 17. Salah satu ulama Nusantara yang mengembangkan Syattariyah ialah Abdul Rauf As-Sinkili (Singkel), Aceh. Dari Aceh, Syatthariyah berkembang ke berbagai wilayah di Nusantara melalui murid-murid As-Sinkili. Antara lain di Pariaman, Sumatera Barat oleh Burhanudin Ulakan, dan Jawa Barat oleh Abdul Muhyi Pamijahan.
Abdul Rauf As-Sinkili bukanlah satu-satunya tokoh yang kepadanya disandarkan sanad Syattariyah di Jawa Barat. Di Cirebon, misalnya, dalam penelitian Mahrus El-Mawa tentang tarekat Syattariyah di Cirebon, ia mencatat tiga jalur Syattariyah yang berkembang di Cirebon.
Sanad Syattariyah dari Abdul Muhyi Pamijahan yang terhubung kepada Abdul Rauf As-Sinkili hanyalah salah satu dari tiga jalur tersebut, yakni sanad yang didapatkan oleh Kiai Muqoyyim, pendiri Pesantren Buntet (+ 1750 M). Dua jalur yang lain, yakni jalur Syattariyah Anwaruddin Kriyan (Buntet), dan Abdullah bin Abdul Qahhar (Banten) tidak terhubung kepada As-Sinkili.
Sementara itu, kajian tentang tarekat Syattariyah di Bogor, Jawa Barat, sependek pengetahuan Penulis, masih sangat sepi. Satu-satunya literatur kuno yang Penulis temukan mengenai sanad Syattariyah di Bogor adalah sebuah naskah Syattariyah yang kini disimpan oleh kakek Penulis. Naskah tersebut diyakini ditulis oleh Mbah Haji Marki, yang hidup di paruh akhir abad 18 hingga paruh awal abad 19.
Naskah yang ditulis dalam aksara pegon dengan bahasa Jawa Cirebon tersebut memuat sanad Syattariyah di Bogor (tepatnya Jasinga). Agar memudahkan identifikasi, naskah ini dapat kita namai Naskah Syattariyah Jasinga, sesuai dengan lokus yang disebutkan di dalam naskah. Kolofon di dalam naskah menunjukkan bahwa salah satu teks naskah tersebut selesai ditulis pada hari Rabu waktu zuhur, bulan Hapit tanggal 27 tahun 1816.
Yang menarik dan berbeda dengan sanad Syattariyah jalur Abdul Muhyi lainnya ialah, di dalam Naskah yang belum pernah diteliti dan dialihmediakan ini sanad Syattariyah dari Abdul Muhyi Pamijahan tidak terhubung kepada As-Sinkili, melainkan kepada Syaikh Abdul Syakur al-Bantani.
Sosok Abdul Syakur di dalam sanad tersebut oleh Ginanjar Syaban, dosen Pascasarjana UNUSIA Jakarta, diidentifikasi sebagai Syaikh Abdul Syakur bin Abdul Karim al-Bantani, murid Ibrahim al-Kurani.
Di dalam teks berjudul “Dzikir Syattariyah Saking Syaikh Abdul Syakur” pada Naskah tersebut, disebutkan bahwa Mulla Ibrahim (Al-Kurani) menurunkan sanadnya kepada Syaikh Abdul Syakur (Banten), Syaikh Abdul Syakur (Banten) menurunkan sanadnya kepada Syaikh Abdul Muhyi (Pamijahan), Syaikh Abdul Muhyi menurunkan sanadnya kepada putranya sendiri yang bernama Syaikh Abdul Syakur (Pamijahan), Syaikh Abdul Syakur (Pamijahan) menurunkan sanadnya kepada Mas Arif (Jasinga), Mas Arif (Jasinga) menurunkan sanadnya kepada Mas Jabin, dan Mas Jabin menurunkan sanadnya kepada kepada Kiai Mas Ilham.