Akhirnya, DPR RI mengesahkan RUU Pesantren menjadi undang-undang pada selasa 24 September 2019. RUU itu semula diusulkan oleh PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) dan PPP (Partai Persatuan Pembangunan). Dua parpol Islam itulah yang begitu menggebu menjadi pionir keberhasilan UU Pesantren.
Ada dua hal yang paling penting dalam UU Pesantren. Pertama, rekognisi terhadap pondok pesantren. Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional tertua di Indonesia, keberadaanya selama ini kurang begitu diakui oleh pemerintah.
Padahal melihat historisitas pesantren yang begitu kuat mengakar dari masyarakat dan juga kontribusi kiai pesantren dalam kemerdekaan Indonesia hingga menjadi sebuah negara yang kuat, demokratis dan aman, maka sudah sepantasnya jika DPR mengakomodir pesantren. Dengan rekognisi ini maka pesantren sejajar dengan lembaga pendidikan lain. Pesantren tidak lagi menjadi anak tiri yang dimarginalisasikan.
Masih teringat, di era Orde Baru, pesantren dimarginalisasikan oleh sistem orde baru yang otoriter. Pesantren dianggap sebagai lembaga pendidikan kolot, ndeso, tidak pro pembangunan. Stigmatisasi pesantren itu sampai sekarang masih dirasakan dibeberapa pesantren.
Era Presiden Jokowi, pesantren mendapatkan posisi yang layak dengan diakomodasinya Hari Santri Nasional yang diperingati setiap tanggal 22 oktober. Dan juga gerakan Ayo Mondok Nasional yang diinisiasi oleh RMI (Rabithah Maahid Islamiyyah) menjadi gerakan yang massif di NU dan juga di jagad media sosial. Bersamaan dengan itu pula muncul gerakan Pesantrenku Bersih dan Tidak Keren kalau Tidak Mondok di Pesantren.
Kedua, Afirmasi pemerintah kepada pesantren. Kontribusi pesantren dalam menjaga jangkar keindonesiaan dan NKRI tidak terbantahkan oleh siapapun. Bahkan kiai dan santri pesantren menjadi garda terdepan dalam menumpas berbagai gerakan yang merongrong keutuhan NKRI. Afirmasi pesantren sebagai lembaga pendidikan genuine Indonesia yang inklusif, toleran, dan mengakar di masyarakat.
Undang-undang pesantren ini mendorong Islam moderat di Indonesia. Pesantren, terutama pesantren NU adalah kampiun moderatisme Islam. Karena pesantren menghadirkan nilai-nilai Islam rahmatan lil alamin.
Bertahun-tahun pesantren telah menginisiasi pembelajaran Mahad Aly dengan menggunakan sumber keislaman yang otoritatif. Mereka tidak memerdulikan status kelembagaan Mahad Aly dan alumni pesantren tercerap dalam angkatan kerja, yang menjadi penting bagi mereka adalah bagaimana mencetak santri yang faqiih fid din (mendalam dalam keilmuwan agama Islam).
Radikalisme telah menjadi penyakit akut bagi rakyat Indonesia. Jelang pertengahan 2019, direktur riset Setara Institut mengungkapkan hasil kajian lembaganya, sepuluh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia terpapar paham radikalisme.
Sepuluh PTN tersebut adalah Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (ITB), UIN Syarif Hidayatullah, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Brawijaya (UB), Universitas Airlangga (Unair) dan Universitas Mataram (Unram).
Masih menurut Setara, paham radikalisme masuk 10 PTN di atas melalui corak pemahaman yang eksklusif dan puritan. Dengan corak pemahaman keagamaan yang monolitik. Bahwa keselamatan hanya bisa diraih melalui jalan mereka, adapun yang lain adalah keliru dan sesat. Pemahaman keagamaan seperti ini bisa hadir tidak hanya di level perguruan tinggi, melainkan juga pendidikan tingkat menengah pertama dan atas.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional dengan kekhasan keilmuwan klasiknya akan banyak memberikan kontribusi dalam melawan radikalisme ini. Dengan UU Pesantren, peran pesantren sebagai cagar budaya menjadi penting dalam mendeseminasikan nilai-nilai yang terkandung dalam lembaran-lembaran kitab klasik.
Beberapa nilai tersebut misalnya adalah kesederhanaan, keterbukaan, toleran kepada liyan dan lain sebagainya. Nilai-nilai di atas telah lama menyublim dalam jati diri pesantren. Sehingga dengan lahirnya UU Pesantren ini, tentu akan mendorong lebih progresif lagi dalam membendung radikalisme di Indonesia. Wallahu alam