Ulama memiliki peran besar dalam proses perjuangan kemerdekaan hingga mengiringi perjalanan kebangsaan Indonesia sesudahnya. Pada era kemerdekaan, ulama ikut serta memperjuangkan kemerdekaan dengan memberikan fatwa jihad melawan penjajah yang kemudian berhasil memobilisasi kaum santri di berbagai tempat penjuru tanah air.
Peristiwa perjuangan itu terjadi ketika dua bulan setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Saat itu tiba-tiba Inggris yang diboncengi oleh NICA datang ke Surabaya untuk merebut kemerdekaan Indonesia. Melihat kondisi terancamnya kemerdekaan tersebut, Bung Karno mengunjungi KH. Hasyim Asy’ari untuk meminta fatwa terkait hukumnya membela tanah air. Setelah KH. Hasyim beristikharah untuk meminta petunjuk Allah Swt, akhirnya beliau memberikan fatwa bahwa wajib hukumnya membela tanah air dan mempertahankan kemerdekaan.
Fatwa itu kemudian berhasil memobilisasi kaum santri di Surabaya dan sekitarnya untuk melakukan perjuangan dan pertempuran mengusir tentara sekutu yang diboncengi oleh NICA. Bahkan semangat kebangsaan para ulama bukan hanya sebatas itu.
Menurut Ahmad Syafi’i Ma’arif (2016) bahwa ulama ikut terlibat dalam menyusun dasar negara Indonesia bersama founding fathers yang lain. Di antara mereka antara lain adalah KH. Wahid Hasyim dari NU dan Ki Bagus Hadi Kusumo dari Muhammadiyah.
Keterlibatan para ulama tidak hanya sebatas mengiringi proses perjuangan kemerdekaan semata.
Setelah kemerdekaan, para ulama juga banyak berkontribusi dalam menjaga kebangsaan dan kemerdekaan Indonesia. Bahkan, presiden ke-4 kita adalah seorang ulama. Beliau adalah KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Sampai saat ini beliau dikenal sebagai guru bangsa yang paling semangat memperjuangkan persaudaraan dan kebangsaan.
Bahkan, hingga saat ini terdapat ribuan bahkan ratusan ribu ulama di berbagai penjuru pedalaman tanah air masih terus berjuang dalam mencerdaskan jutaan anak bangsa melalui pondok pesantren. Secara tulus para ulama ikhlas mengabdikan dirinya sepenuh hati untuk terus menjaga semangat kebangsaan melalui pesantrennya.
Melihat begitu besarnya jasa para ulama dalam meneguhkan kebangsaan dan kemerdekaan tersebut sudah sepatutnya bagi kita sebagai generasi pewarisnya untuk menghormati dan meneladani semangatnya dalam menjaga tanah air. Kita harus meneladani semangat kebangsaan para ulama untuk diimplementasikan di zaman kita saat ini.
Belakangan ini di media sosial muncul narasi-narasi yang kemudian berpotensi untuk memecah-belah rasa persaudaraan dan kebangsaan kita. Menurut data dari Kepolisisan Republik Indonesia pada tahun 2017 terdapat kasus ujaran kebencian (hate speech) di media sosial sebanyak 2.018 kasus (Detik.com, 29/12/2018). Data itu menggambarkan begitu besarnya narasi-narasi di media sosial yang berpotensi untuk memecah-belah semangat kebangsaan kita.
Perilaku ujaran kebencian ataupun menghina elemen anak bangsa yang lain di media sosial ini berbarengan dengan merebaknya jumlah berita palsu atau hoaks di media sosial. Berawal dari hoaks yang ada di media sosial, kemudian digunakan untuk menuduh dan menghina elemen anak bangsa yang lain. Perilaku mendiskreditkan tersebut sungguh mengkhawatirkan rasa persaudaraan dalam kebangsaan kita.
Dengan melihat kondisi banyaknya narasi media sosial yang saling membenci dan menghina tersebut menggambarkan bahwa saat ini terjadi krisis dalam memperjuangkan semangat untuk menjaga persaudaraan dan kebangsaan kita.
Dengan kondisi yang demikian itu sudah saatnya kita mengimplementasikan semangat kebangsaan yang diteladankan oleh para ulama di era internet saat ini. Dengan kemudahan alat komunikasi seperti sekarang ini seharusnya tidak hanya digunakan untuk kepentingan pribadi saja. Di era media sosial saat ini kita juga harus turut aktif dalam memproduksi konten media sosial yang mencerminkan semangat berbangsa sebagaimana yang sudah diteladankan oleh para ulama.
Di era media sosial ini ada banyak aktivitas yang bisa kita kontribusikan untuk meneguhkan semangat kebangsaan. Pertama, kita bisa memproduksi konten media di media sosial yang mengajak kepada seluruh elemen bangsa senantiasa saling menghormati dan menjaga persaudaraan kebangsaan. Kita harus senantiasa mengingatkan bahwa bagaimana sulitnya dulu para pendiri bangsa, termasuk ulama dalam memperjuangkan kemerdekaan dan menjaga kemerdekaannya.
Kedua, kita terlibat aktif dalam menjernihkan dan mendamaikan perdebatan di media sosial yang berpotensi merusak rasa persaudaraan dan kebangsaan. Merebaknya hate speech yang didasari atas berita palsu di media sosial membutuhkan peran kita untuk menjernihkan permasalahan tersebut.
Upaya penjernihan tersebut sangat penting dilakukan karena dampak dari ujaran kebencian itu jika berlarut-larut dapat menimbulkan putusnya rasa kebangsaan dan persaudaraan antar anak bangsa. Upaya-upaya tersebut konon sering dipandang sebagai sesuatu yang sepele saja.
Akan tetapi sebetulnya upaya-upaya tersebut memiliki dampak yang besar dalam usaha kita merawat dan meneguhkan semangat kebangsaan kita. Sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh para ulama dan pendiri bangsa pada zaman dulu untuk bisa kita kontekstualisasikan dan implementasikan di era media sosial saat ini.