Mengagumi Lukisan Nasirun dari Tempat Tidur
Kita sempat melihat lukisan Nasirun
yang bagus dan lekas ingat
salah satu sampul buku Danarto
Kita melihat dan mengagumi lukisan itu
sebagai masing masing
aku sebagai aku—terlepas dari pengaruhmu
kamu sebagai kamu—sebab kamu memang tidak pernah terpengaruh olehku
Hari itu sudah malam dan kata
kataku terlalu cepat habis di hadapanmu
Aku lebih suka mendengarkanmu
bicara dan bercerita apa saja
kamu banyak sekali tahu
Tapi sedikit sekali tentangku
tanpa izin dan persetujuanmu
aku kerap melukis kamu di mimpi
tengah hari
Kutulis deskripsi lukisan itu dengan agak panjang:
“Hari harimu sibuk dengan pelbagai penelitian, rapat, dan konferensi pers mewartakan temuan demi temuan dan kajian demi kajian. Meski begitu, tiap kali sampai di rumah jelang pekat hitam, kita baru akan mulai saling bercerita. Aku selalu senang mendengarkanmu berkisah soal kegagahan Harun Ar-rasyid, masa kejayaan dan kemunduran masyarakat muslim dunia, dan banyak lagi kisah menyangkut kesejarahan Islam, tentang politik, kebudayaan, dan lain lain. Kalau kamu sudah capek, kamu akan memberiku intruksi untuk balik bercerita. Maka aku akan bercerita tentang kerumitan dan ketakjuban sistem berpikir manusia, kemegahan cinta kasih yang tumbuh dari rahim perempuan perempuan biasa, dan tentu saja soal seks beserta fakta fakta ilmiah yang terus kuperoleh tentangnya. Hari hari kita begitu lucu dan seru. Tapi itu cuma cerita yang kukarang karang sesukaku. Pada hari di kenyataan, sejak melihat lukisan Nasirun malam itu. Mata kita tak pernah sanggup lagi bersemu.”
Angan dihantam angin, 2020
(Sala, 2019)