Pulau Sumatera sejak dahulu banyak sekali melahirkan ulama dan tokoh penting. Baik tokoh kesusastraan, perjuangan, pendidikan, ahli tasawuf, ahli fiqih, ahli tauhid, ahli bahasa Arab, dan banyak bidang lainnya.
Para tokoh itu muncul dari pergumulan panjang Sumatera dengan dunia global. Banyak orang Sumatera merantau ke Timur Tengah khususnya ke Makkah dan al-Azhar Kairo Mesir untuk menimba ilmu. Dari proses migrasi tersebut lahirlah para ulama yang mempunyai khazanah pengetahuan luar biasa di berbagai bidang dan disiplin ilmu.
Ayzumardi Azra menyatakan dalam buku Surau: Pendidikan Islam Tradisional Dalam Transisi Dan Modernisasi (2017) bahwa ciri besar orang Sumatera memiliki kecenderungan kuat dalam merantau dan bermigrasi. Orang Sumatera banyak merantau ke berbagai daerah dan bahkan merantau ke luar negeri untuk berdagang dan juga untuk belajar.
Dari banyaknya ulama dan tokoh yang lahir dari Sumatera atau tanah melayu tersebut. Banyak yang belum mengetahui, bahwa tanah Sumatera juga melahirkan ulama-ulama dan tokoh-tokoh ahli Falak atau Astronomi Islam yang sangat penting pemikirannya dalam khazanah ilmu Falak di Nusantara dan bahkan di dunia Internasional.
Kita jarang mengetahui hal tersebut dikarenakan memang ilmu Falak sendiri merupakan ilmu yang cukup langka. Jarang sekali orang yang mempelajari ilmu tersebut, sehingga sedikit sekali juga orang yang mengetahui kekayaan-kekayaan intelektual yang dimiliki oleh para ulama-ulama dan tokoh-tokoh ahli Falak di Nusantara, khususnya yang berasal dari Sumatera.
Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan kita coba perkenalkan dua tokoh ulama ahli Falak yang berasal dari Sumatera. Kedua tokoh ini penulis temukan ketika membaca buku karangan Mahmud Yunus Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (1957). Kedua tokoh Falak tersebut yaitu sebagai berikut :
Syekh Tahir lahir pada tanggal 8 Desember 1869 M di Cangking, Agam, Sumatera Barat. Beliau merupakan saah satu ulama yang mengikuti gerakan Islam modern dan pembaharuan. Pada masa itu ada suatu perdebatan antara ulama kaum muda dan kaum tua, terjadi diskursus-diskursus pemikiran yang saling bertentangan.
Pengembaraan ilmu Syekh Tahir dimulai dari sejak belia, beliau sejak kecil terlihat sudah menampakkan rasa kecintaannya pada ilmu. Kemudian saat usia beliau 10 tahun, beliau berangkat ke Makkah pada tahun 1879 untuk belajar kepada para ulama yang bermukim di Makkah, menyusul sepupunya Syekh Ahmad Khatib yang telah lebih dulu belajar di Makkah.
Syekh Tahir Jalaludin bermukim dan belajar di Makkah selama 12 tahun. Beliau belajar kepada para guru-guru yang ahli di bidang al-Qur’an dan ahli di bidang keagamaan yang lain. Di antara gurunya yaitu Syekh Abdul Haq, Syekh Umar Syatha, Muhammad Al-Khaiyath, dan Syekh Ahmad Khatib Minangkabau yang merupakan sepupunya sendiri.
Dalam fan ilmu Falak ia belajar kepada seorang ahli Falak yang bernama Syekh Ahmad al-Fathani. Setelah menguasai ilmu Falak dari Syekh Ahmad al-Fathani beliau disuruh untuk melanjutkan pengembaraan ilmu khususnya memperdalam ilmu Falak di Universitas Al-Azhar Mesir. Beliau menekuni ilmu Falak sampai usia mencapai 30 tahun.
Kemudian Syekh Tahir Jalaludin pulang ke Nusantara dan menjelajahi setiap sudut melayu untuk menimba dan mengajarkan ilmu Falak. Beliau pergi ke Riau, Singapura, Surabaya, Bali, Sumbawa, Makassar, Palembang, Minangkabau, Kelantan, dan Gowa. Beliau banyak berinteraksi dengan para ulama dan tokoh ahli Falak di Nusantara.
Dalam bidang ilmu Falak, Syekh Tahir Jalaludin melakukan pembaharuan terutama dalam penentuan awal bulan hijriyah. Yaitu hanya dengan memakai perhitungan Falak dengan menggunakan logaritma atau dalam istilah dikenal dengan Hisab. Hal itu berbeda dengan ulama-ulama yang menentukan awal bulan hijriyah dengan berpatokan dengan melihat bulan baru (Hilal) atau rukyatul hilal.
Syekh Tahir Jalaludin menghasilkan karya dalam ilmu Falak dengan judul kitab Nukhbat al-Taqrirat fi Hisab al-Awqat wa Sumut al-Qiblat bi Lugaritmat, Pati Kiraan pada Menentukan Waktu yang Lima dan Hala kiblat dengan Logaritma, Natijah al-Umr, al-Qiblah fi-Al-Nushus Ulama al-Syafiiyyah fi ma Yata’allaqu bi Istiqbal al-Qiblah al-Syar’iyyah Manqulah min Ummahat Kutub al-Madzhab.
Syekh Tahir Jalaludin meninggal dunia pada tanggal 26 Oktober 1956 setelah menunaikan shalat subuh. Untuk mengenang beliau, di Malaysia dibangun Pusat Falak Syekh Tahir pada tahun 1991 di Pulau Pinang.
Ahli Falak kelahiran Bukit Tinggi tanggal 2 Februari 1860 ini memulai pendidikannya sejak berusia 7 tahun di sekolah Gubernemen Bukit Tinggi. Setelah menyelesaikan pendidikan di sekolah Gubernemen, Muhammad Djamil tidak melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi, ia memilih menjadi seorang Parewa (Preman) yang tidak mempunyai kegiatan dan pekerjaan yang tertentu.
Djamil menjadi preman dan hidup dengan tidak tentu selama sepuluh tahun. Ia dikenal sebagai seorang pemberani dan jago silat, banyak melakukan kenakalan-kenakalan dan perbuatan-perbuatan tidak baik sebagaimana yang dilakukan sebagai seorang preman. Mempelajari sihir, berjudi, dan hobi melakukan sabung ayam.
Setelah usia 22 tahun Djamil bertemu dengan Angku Kayo Mandiangan, Bukit Tinggi. Terbukalah pintu hijab baginya dan ia mulai bertobat serta mengubah kehidupannya yang selama ini bergelimang dengan dosa.
Ia mula belajar membaca Al-Qur’an, mempelajari Nahwu, Shorof, mulai melaksanakan kewajiban sholat 5 waktu dan kemudian mempelajari ilmu Fiqih.
Pada tahun 1313 H bertepatan dengan tahun 1895 Djamil dibawa oleh ayahnya ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji dan kemudian bermukim di sana. Muhammad Djamil bermukim di Makkah selama sembilan tahun dan belajar agama kepada guru-gurunya yaitu: Khatib Kumango, H. Abdullah Ahmad, Syekh Bafadhil, Syekh Serawak, dan Syekh Akhmad Khatib Minangkabawi.
Kemudian Muhammad Djamil belajar ilmu Falak pada Syekh Tahir Jalaludin al-Falaki al-Azhari, sehingga Djamil menjadi seorang ahli Falak yang sangat terkenal. Ia kemudian mengajarkan llmu Falak di Makkah kepada para pelajar Nusantara.
Tahun 1321 H (1903 M) Muhammad Djamil kembali ke Tanah Air dan mulai mengajarkan ilmu Falak di tanah Sumatera.
Muhammad Djambil Djambek setiap tahun mengeluarkan Almanak dan Imsakiyah bulan Ramadhan. mulai dari tahun 1911-1916 Almanak dan jadwal Imsakiyahnya dimuat di majalah al-Munir.
Begitu juga dengan tulisan-tulisan yang berhubungan dengan ilmu Falak. Syekh Muhammad Djamil Djambek juga banyak mengarang kitab ilmu Falak yang membahas awal bulan dan membahas gerhana matahari dan bulan.
Syekh Muhammad Djamil Djambek berpulang ke hadirat illahi pada tanggal 30 Desember 1947 dalam usia 87 tahun di kediamannya di Bukit Tinggi.
Wallahu A’lam Bishawab.