Dalam khazanah Islam Nusantara, kota Gresik dikenal sebagai daerah di mana Sunan Gresik dan Sunan Giri dimakamkan. Setiap hari, ribuan peziarah datang memadati makam keduanya guna mengirim doa dan ngalap barokah. Selain dua makam tersebut, Gresik juga menjadi tempat peristirahatan terakhir wali lain yang juga ramai diziarahi hingga kini. Wali tersebut adalah Habib Abu Bakar bin Umar Assegaf.
Habib Abu Bakar merupakan salah seorang habaib paling berpengaruh di Indonesia. Dalam buku 17 Habaib Paling Berpengaruh di Indonesia (2013) karya Abdul Qadir Umar Mauladdawilah, dikatakan bahwa Habib Abu Bakar adalah wali qutb yang menjadi rujukan atau kiblat para wali di masanya.
Nasab beliau sampai kepada Sayyidina Husein bin Ali bin Abi Thalib dan Fatimah az-Zahra binti Rasulullah saw. Bila diurutkan secara rinci maka nasab beliau adalah: al-Habib Abu Bakar bin Muhammad bin Umar bin Abu Bakar bin al-Imam Wadi al-Ahqaf Umar bain Segaf bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi al-Ghuyyur bin Muhammad al-Faqih al-Muqddam bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khala’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin ‘Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa bin Muhammad an-Naqib bin Ali-‘Uraidhi bin Ja’far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib suami Fatimah az-Zahra binti Rasulullah saw.
Habib Abu Bakar lahir di Besuki, Jawa Timur, pada tahun 1285 H atau 1868 Masehi. Bersama ayahnya, ia pindah dari Besuki ke Gresik. Tak berselang lama setelah kepindahannya, ayahnya meninggal. Setelah kepergian ayahnya, Habib Abu Bakar lalu pergi ke Hadhramaut, Yaman pada tahun 1293 H. Kala itu, Habib Abu Bakar masih berusia 8 tahun.
Sesampainya di sana, beliau tinggal di rumah pamannya, al-Habib Syeikh bin Umar bin Segaf Assegaf, seorang ulama yang menjadi rujukan para ulama Hadhramaut kala itu. Bersama pamannya ini, Habib Abu Bakar belajar ilmu fikih dan ilmu tasawuf. Selain itu, Habib Abu Bakar juga dididik untuk disiplin menjalankan ibadah, seperti salat Tahajud tiap malam dan berbagai praktik ibadah lain.
Dalam perjalanan intelektualnya, selain berguru kepada pamannya, Habib Abu Bakar juga berguru ke banyak ulama yang ada saat itu. Beberapa di antaranya adalah:
Habib Abu Bakar tentu tidak hanya berguru kepada kepada ulama di atas saja. Masih banyak ulama lain yang menjadi guru Habib Abu Bakar.
Habib Abu Bakar berada di Yaman hingga usia sekitar 17 tahun. Setelah mendapat restu dan isyarat dari para gurunya, beliau lalu kembali ke Indonesia pada tahun 1302 H atau 1885 Masehi. Kota pertama yang dituju adalah kota tempat kelahirannya, Besuki, Jawa Timur. Di kota ini beliau hanya tinggal selama 3 tahun. Setelah dari Besuki beliau hijrah ke Gresik. Di Gresik beliau menetap sambil mengajar dan berdakwah hingga akhir hayatnya.
Ketika di Gresik inilah, terjadi peristiwa di luar jangkauan akal manusia. Dikisahkan, konon pada saat Habib Abu Bakar sedang mendengar khutbah di atas mimbar, datang semacam ilham rabbaniyyah yang memberi isyarat kepada beliau untuk beruzlah dan mengasingkan diri dari keramaian duniawi.
Sejak saat itu, beliau tidak lagi menemui seseorang dan tidak mengizinkan orang lain menemuinya. Peristiwa ini berlangsung selama 15 tahun. Beliau baru mengakhiri uzlahnya setelah mendapat isyarat dari gurunya, al-Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi. (Abdul Qadir,115/13).
Semenjak kejadian itu, Habib Abu Bakar lalu membuka majelis taklim di kediamannya di Gresik. Dalam majelis tersebut dikaji berbagai kitab karya ulama Ahlussunah wal Jamaah (Aswaja), seperti Ihya Ulummuddin karya Imam Ghazali dan berbagai kitab lain. Majelisnya tak pernah sepi, selalu dipadati jamaah, baik orang awam, maupun ulama dan auliya lainnya.
Habib Abu Bakar diakui oleh para ulama dan auliya di zamannya memiliki maqam dan kedudukan yang tinggi. al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi, Kwitang Jakarta, adalah satu dari sekian ulama yang mengakui kedudukan Habib Abu Bakar. Pada satu kesempatan, Habib Ali pernah berkunjung ke kediaman Habib Abu Bakar. Di depan para hadirin, Habib Ali berkata, “Habib Abu Bakar adalah raja dari para auliya.”
Melihat ketinggian derajatnya tersebut, tak heran jika Habib Abu Bakar mempunyai pengaruh luas bagi para umat Islam di seantero tanah air.
Habib Abu Bakar wafat pada tahun 1376 H atau 1959 Masehi, dalam usia 91 tahun. Makam beliau berada di sebelah barat Alun-Alun Gresik, tepatnya di dalam Masjid Jami’ Gresik. Makamnya berada di sebuah ruangan yang lumayan besar. Dalam ruang tersebut ada dua buah makam yang saling berjejeran. Satu makam Habib Abu Bakar, satu lagi makam Habib Alwi bin Muhammad Hasyim Assegaf.
Setiap tahun diadakan haul Habib Abu Bakar Assegaf di kompleks pemakamannya. Haul ini selalu dihadiri ribuan orang yang tidak hanya berasal dari Gresik atau Jawa Timur semata, tapi juga dari segala penjuru Indonesia. Para ulama dan masyarakat umum tumpah ruah saat haul berlangsung.
Habib Syekh bin Abdul Qadir Assegaf adalah satu dari sekian ulama yg sering datang dalam haul Habib Abu Bakar. Haul Habib Abu Bakar kerap disebut dengan haul Gresik. Dari sisi jumlah jamaah yang hadir, haul Gresik menjadi salah satu haul yang paling banyak didatangi, bersama dengan haul Solo (Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi) dan haul Martapura (Abah Guru Sekumpul).
Bagi para pecinta ziarah kubur, makam Habib Abu Bakar adalah tempat yang tidak boleh dilewatkan ketika berada di Gresik selain makam Sunan Gresik dan Sunan Giri.