Tak terasa sebentar lagi Indonesia akan memasuki usia kemerdekaan yang ke-75 tahun. Oleh karena itu untuk mengenang perjuangan para pahlawan kemerdekaan, baiknya kita untuk terus meneladani perjuangan-perjuangan mereka untuk bangsa ini.
Salah satunya dengan meneladani sosok perempuan bernama Soerastri Karma Trimurti atau yang lebih dikenal dengan S.K Trimurti. Ia adalah perempuan yang menjadi salah satu saksi sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Barangkali sosok S.K Trimurti masih asing dikenal oleh masyarakat Indonesia. Berbeda dengan sosok Sayuti Melik, suami dari S.K Trimurti yang lebih sering kita dengar sebagai seorang pengetik naskah proklamsi. Tetapi ketika melihat gambar atau foto saat pengibaran bendera Merah Putih 17 Agustus 1945 yang beredar, kita akan tau sosok perempuan yang memakai sanggul bersama dengan ibu Fatmawati adalah S.K Trimurti.
Menjadi anak dari keluarga priyayi membuat S.K Trimurti memiliki kesempatan menempuh pendidikan dengan kurikulum barat bahkan bisa sampai lulus menjadi seorang guru. Dari pendidikan inilah kecerdasan juga tindak tanduknya terbentuk.
Alih-alih menjadi seorang guru, justru S.K Trimurti memilih menjadi murid dari bapak Proklamator, Bung Karno dan memilih belajar tentang politik dan perjuangan di berbagai organisasi. Organisasi yang pertama kali diikutinya adalah Partindo pada tahun 1993 di Bandung.
Sosok Bung Karno menjadi idola S.K Trimurti. Mulai dari pidatonya yang mampu memberikan efek pada jiwa dan pikirannya untuk ikut andil dalam perjuangan melawan kolonialisme. Hal itu mampu membawanya berkarier di bidang tulis-menulis.
Saat bergabung di Partindo, Bung Karno meminta S.K Trimurti untuk menulis di majalah politik popular Fikiran Rakyat. Keberhasilannya menulis di Fikiran Rakyat menjadi sebuah pintu gerbang pertamanya menulis di surat kabar.
Semakin hari kemampuan menulisnya terus diasah dan tak tanggung-tanggung, karena tulisannya yang berani dan pedas membuat kecurigaan Pemerintah Kolonial Belanda pada saat itu. Siapa yang menyangka dari tulisan-tulisannya itu menjadikan S.K Trimurti keluar masuk sel sebagai tahanan politik. Tetapi ia tak gentar dan mundur. S.K Trimurti terus menulis dan tetap teguh dengan pendiriannya bahwa penjajah memang harus diusir dari tanah air.
Perjuangannya benar-benar tidak mudah. Saat S.K Trimurti pertama kali menjadi seorang ibu bagi buah hatinya yakni Musafir Karma Budiman, beliau sedang menjadi tahanan luar. Saat anaknya berusia 6 bulan, beliau kembali masuk sel dan dengan terpaksa harus membawa anaknya yang masih membutuhkan ASI ke dalam sel. Begitu juga dengan anak keduanya. Saat S.K Trimurti hamil anak kedua ia harus kembali berada di dalam sel karena dituduh memihak Jepang oleh Pemerintahan Belanda.
Tetapi tidak ada perjuangan yang sia-sia. Setelah terdengar berita kekalahan Jepang, pagi itu di rumah Bung Karno proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagai tonggak berdirinya negeri ini pun terlaksanakan. S.K Trimurti pun sempat diminta untuk menjadi tugas bendera yakni pengerek bendera namun ia memilih menolak.
“Yu Tri, kerek bendera itu,” kawan-kawan mendorong.
“Ndak mau, lebih baik saudara Latif (Hedaningrat) saja. Dia kan dari PETA,” tampik Trimurti.
Setelah kemerdekaan tercapai S.K Trimurti memilih fokus berjuang untuk perempuan khususnya buruh perempuan, ia mulai bergabung dengan serikat buruh. Di mana beliau juga aktif memberikan kursus bagi barisan buruh perempuan. Saat itu S.K Trimurti dan teman-temannya selalu menganjurkan kepada perempuan untuk mengikuti perjuangan kemerdekaan dengan yakin dan berani.
Berkat keberanian dan kecerdasannya, S.K Trimurti terpilih menjadi Menteri Perburuhan pertama. Beliau juga menjadi satu-satunya menteri perempuan di bawah perdana menteri Amir Syarifudin. Awalnya ia menolak saat ditawari menjadi menteri oleh seorang kawan yang diutus Bung Karno.
Karena kala itu, ia merasa tidak pantas dan belum memiliki pengalaman. Tetapi setelah dibujuk berkali-kali, beliau mempertimbangkan dan akhirnya menerimanya untuk masuk dalam kabinet Amir Syarifudin yang dinamakan kabinet perdamaian.
Menjadi menteri juga tidak mudah, selain kondisi negara yang belum stabil juga gaji seorang menteri tidaklah banyak, saat S.K Trimurti menjabat sebagai menteri perburuhan ia bahkan sampai harus menjual barang-barangnya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dari pengakuan SK. Trimurti sendiri, beliau mengatakan bahwa gaji seorang penulis lebih besar dari gaji seorang menteri, tetapi demi perjuangan ia melakukannya dengan ikhlas.
Saat SK. Trimurti menjabat sebagai Menteri Perburuhan perhatiannya kepada perempuan khususnya buruh perempuan sangat besar. Prestasi S.K Trimurti yang pernah dicapai adalah lahirnya Undang-Undang Perburuhan yakni Undang-Undang Kecelakaan No. 33 Tahun 1947 dan juga menyusun Undang-Undang Kerja yang kemudian berhasil disahkan pada masa kabinet Bung Hatta di tahun 1948.
Dan perjuangan SK.Trimurti yang selalu diingat ketika masih menjabat sebagai menteri perburuhan adalah bahwa beliaulah yang pertama kali berani memperjuangkan hak cuti haid dan hak cuti melahirkan bagi buruh perempuan.
Tanpa bisa dipungkiri, kodrat seorang perempuan adalah merasakan haidl dan melahirkan. Tetapi terkadang dalam dunia kerja, banyak orang belum memahami pengalaman perempuan tersebut.
Setelah masa jabatan sebagai menteri perburuhan selesai, beliau kembali ditawari sebagai menteri sosial oleh Bung Karno. Tetapi beliau menolak dan lebih memilih menjadi Dewan Nasional yang kemudian menjadi Dewan Perancang Nasional. Ia juga terpilih menjadi anggota MPR pada tahun 1959.
Kekaguman lainnya adalah bahwa beliau tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi di Universitas Indonesia pada usia yang tak muda lagi, yakni 41 tahun. Dengan usia yang tak muda tersebut, S.K Trimurti bersama teman-temannya masih terus mendirikian organisasi-organisasi perempuan. Hampir sepanjang hayat beliau dedikasikan untuk mengabdi kepada negeri.
Demikian sekilas perjuangan dan keberanian dari sosok SK. Trimurti, semoga kaum perempuan, kaum millenial khususnya dapat meneladani keberanian dan perjuangan dari beliau untuk terus mengisi kemerdekaan Indonesia yang sebentar lagi akan memasuki usia yang ke-75 tahun.
Sumber: Ipong Jazimah. 2016. S.K Trimurti (Pejuang Perempuan Indonesia). Jakarta: Kompas.