Judul Buku : KH. Hasyim Asy’ari
Penulis : Drs. Abdul Hadi, S.Pd.,S.H., M.M.
Penerbit : Diva Press
Cetakan : I, Mei 2018
Tebal : 228 halaman
ISBN : 978-602-391-545-3
KH. Hasyim Asy’ari adalah sosok ulama berpengaruh, pendiri Nahdlatul Ulama, organisasi keagamaan terbesar di Indonesia. Ia juga dikenal sebagai bagian penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Kontribusinya begitu besar terhadap tegaknya Negara Republik Indonesia terutama dengan dikeluarkannya Resolusi Jihad yang menyebabkan penjajah tak lagi bisa berkuasa di negeri ini.
KH. Hasyim Asy’ari lahir di Jombang pada 14 Februari 1871 dan wafat pada bulan Juli 1943. Sejak kecil, kehidupannya tak bisa dipisahkan dari lingkungan pesantren. Tak heran, karena ia lahir dan besar di lingkungan Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, yang berada di bawah kepemimpinan ayahnya sendiri yaitu KH. Asy’ari. Bahkan, kakek buyutnya, Kiai Sihah merupakan pendiri Pondok Pesantren Tambak Beras, Jombang. Sementara kakeknya, Kiai Usman juga termasuk ulama berpengaruh, pendiri Pondok Pesantren Gedang (hal 18).
Kiai Hasyim tumbuh menjadi sosok yang dikenal cerdas dan senang mengembara dalam rangka mencari ilmu. Saat usia 15 tahun, ia banyak mengunjungi beberapa pesantren di Jawa Timur. Bahkan ia juga menimba ilmu hingga ke Mekkah, selama kurang lebih 6 tahun. Pengembaraannya ke beberapa pesantren dipengaruhi keinginannya untuk memperoleh disiplin ilmu yang beragam (hal 20-21).
Dalam buku ini, diuraikan pula tentang pemikiran-pemikiran dan karya-karya KH. Hasyim Asy’ari yang begitu beragam dan layak menjadi teladan bagi para ulama di negeri ini. Pemikirannya mencakup bidang pendidikan, bidang paham keagamaan, tarekat, dan juga teologi. Sementara karya-karyanya dalam bentuk kitab juga cukup banyak. Misalnya kitab Mawaidz (kitab yang mengurai tentang bagaimana seharusnya seseorang berperan di masyarakat), Al-Nur al-mubin fi Mahabbati Sayyid al-Mursalin (kitab tentang biografi Rasulullah), dan lain sebagainya.
Sebagai sosok kiai kharismatik, KH. Hasyim Asy’ari memiliki kebiasaan-kebiasaan positif yang mampu menginspirasi banyak orang, terutama para ulama dan kiai di negeri ini. Misalnya, ia memiliki kebiasaan silaturahmi atau menjalin hubungan kekerabatan. Melalui silaturahmi, Islam membimbing umatnya agar menjadi manusia luhur yang mau berinteraksi dengan sesama.
Selama menjadi pengasuh pesantren, Kiai Hasyim senantiasa menjaga silaturahmi dengan orang-orang di sekitar pesantren. Ia dikenal sebagai sosok yang tidak membeda-bedakan masyarakat yang dijumpainya. Termasuk membaur bersama para pemabuk, penjudi, dan begundal. Kebiasaannya menjalin silaturahim berdampak positif terhadap masyarakat yang awalnya senang maksiat perlahan mengubah kebiasaannya, bahkan sebagian dari mereka kemudian menjadi santrinya (hal 51).
Terhadap para santrinya, Kiai Hasyim juga mengajarkan kebiasaan-kebiasaan positif yang layak dijadikan sebagai keteladanan. Misalnya, ia mengajari para santri tentang cara bertani atau bercocok tanam, sebagai sebuah upaya untuk mengajarkan tentang kemandirian serta wirausaha. Ajaran bercocok tanam juga merupakan sebuah bentuk solusi atas persoalan konkret di masyarakat, yakni kemiskinan (hal 72).
Saat musim panen tiba, Kiai Hasyim menjual hasil panennya sendiri ke pasar. Meskipun memiliki santri tapi tak menjadikan Kiai Hasyim menyuruh mereka dengan sewenang-wenang. Sampai kemudian ada beberapa santrinya yang berinsiatif untuk tetap membantunya menjualkan hasil panenan tersebut. Ketekunan Kiai Hasyim dalam bertani dan berdagang menjadikannya sebagai sosok yang tergolong mapan secara ekonomi.
Limpahan kekayaan yang dimiliki tak lantas membuat Kiai Hasyim menjadi lupa diri. Ia berusaha meneladani Rasulullah Saw. yang hidup dengan kesederhanaan. Ia tidak membangun rumah megah. Bahkan kediamannya hanya berupa rumah berdinding bambu dan berlantai semen. Sebagian besar kekayaannya pada saat itu lebih banyak digunakan untuk membiayai kepentingan-kepentingan masyarakat, terutama pesantren (hal 100).
Selain memiliki gaya hidup sederhana, Kiai Hasyim juga dikenal sebagai sosok bijak, adil, nasionalis, tidak egois, dan pemaaf. Hal ini dibuktikan ketika ada sebagian masyarakat yang tak menyukainya, ia tak lantas memobilisasi para santrinya untuk melawan mereka. Justru yang dilakukan Kiai Hasyim adalah memaafkan orang-orang yang hendak mencelakainya (hal 150).
Melalui buku ini, penulis tak sekadar mengurai kehidupan sang pendiri NU, tapi juga berusaha menggali inspirasi dari sosok kiai kharismatik yang semasa hidupnya telah banyak memberikan kontribusi berharga untuk negeri ini.
Kata Kunci Pencarian:
Biografi KH Hasyim Asy’ari, Profil KH Hasyim Asy’ari, Riwayat Hidup KH Hasyim Asy’ari