Adab dan Akhlak merupakan dua komponen prinsipil dan urgen yang harus dimiliki oleh para pelajar dan pengajar. Oleh karenanya dalam tradisi ilmu pengetahuan Islam khususnya di Pesantren, terdapat banyak karya yang lahir dan ditulis dalam bidang kajian tersebut.

Beberapa di antaranya adalah Ta’lim al-Muta’allim karya Syeikh al-Zarnuji, Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim karya KH. Hasyim Asy’ari, dan Minhaj al-Muta’allim (منهاج المتعلم) karya al-Imam Al-Ghazali.

Dibanding Ta’lim al-Muta’allim dan Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim, Minhaj al-Muta’allim-lah yang kurang begitu populer atau dapat dikatakan masih sedikit yang mengkajinya. Padahal kitab ini ditulis oleh Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali dan tentunya dengan bahasa yang mudah dipahami seperti ciri khas gaya bahasa dan penulisannya.

Dalam kitab tersebut, Imam Al-Ghazali terlebih dahulu memaparkan pentingnya sebuah ilmu bagi seseorang. Ia mengibaratkan bahwa kebutuhan seseorang terhadap ilmu layaknya kebutuhan seseorang terhadap makanan dan minuman.

Makanan dan minuman merupakan asupan gizi yang sangat penting bagi tubuh. Begitu pula ilmu yang merupakan asupan bagi kehidupan hati dan rohani seseorang.

Imam Al-Ghazali dalam kitab ini menukil para ulama ahli hikmah memberikan tafsiran akan kata ilmu. Dijelaskan bahwa kata ilmu yang terdiri dari tiga huruf yaitu ain, lam, dan mim.

Makna ain merupakan turunan dari kata ‘illiyyin (derajat tinggi), lalu lam merupakan turunan dari lutf (kelembutan), sedangkan mim yang merupakan turunan dari kata mulk (raja).

Penjelasan tersebut memberikan arti bahwa Allah akan mengangkat derajat orang yang berilmu. Tidak hanya itu, Allah juga akan memberikan kepada orang yang berilmu kemuliaan, kelembutan hati, dan memberikan kecintaaan (disukai orang).

Selain itu, dengan ilmu pula yang menjadi salah satu pembeda antara manusia dan hewan. Oleh sebab itu menurut Imam Al-Ghazali seyogyanya seseorang harus menjadi orang yang berilmu atau orang yang mencari ilmu.

Hal ini karena Nabi Muhammad saw. memerintahkan seseorang untuk menjadi orang alim atau muta’allim (pelajar) atau pendengar atau pecinta ulama, bukan sebaliknya yakni kelompok yang bukan alim, pelajar, pendengar, dan bukan juga pecinta ulama (hlm. 40).

Kitab Minhaj al-Muta’allim (Minhajul Muta’allim) terdiri dari tiga bab. Pada bab pertama, Imam Al-Ghazali mengawalinya dengan menyajikan beberapa dalil dari al-Qur’an mengenai keutamaan ilmu, kewajiban mencari ilmu, kelebihan orang berilmu, dan lain-lain.

Pada bab kedua, fokus pembahasan yang dipaparkan oleh Imam Al-Ghazali adalah mengenai para pengajar (mu’allim) yang meliputi: sifat-sifat yang harus dimiliki mu’allim, kewajiban, muru’ah, ikram, ta’dib, keikhlasan, tanda-tanda mu’allim yang shalih, serta ancaman bagi orang yang enggan mengajarkan ilmunya, dan lain-lain.

Adapun dalam bab ketiga, fokus kajiannya adalah mengenai para pencari ilmu (muta’allim). Pada bab ini diuraikan tentang kewajiban seorang ayah terhadap anaknya yang meliputi memberikan pendidikan Al-Qur’an, dan tata krama.

Kemudian dilanjutkan dengan kewajiban para muta’allim dalam menuntut ilmu, taat, tawadhu, dan memulikan guru, menyucikan hati, niat yang tulus, mendahulukan ilmu yang penting, waktu yang baik untuk menghafal, dan lain-lain.

Terakhir, kitab ini ditutup dengan sebuah fashl yang berisi nasihat-nasihat Imam al-Ghazali.

Dalam ajaran agama Islam, niat merupan suatu hal yang penting. Perilaku ataupun perbuatan seseorang baik kecil ataupun besar akan dinilai berdasarkan niatnya.

Imam Al-Ghazali dalam karyanya ini, memberikan uraian tentang pentingnya niat bagi seorang mu’allim (pengajar/guru) dan muta’allim (pelajar/murid). Imam Al-Ghazali menyebut, termasuk orang yang merobohkan agama adalah mereka yang menuntut ilmu, namun niat mereka tidaklah baik.

Seorang guru menurut Imam Al-Ghazali dalam mengajarkan ilmunya wajib berniat memberi petunjuk kepada hamba Allah ke arah kebenaran. Hal demikian ini bagi Al-Ghazali lebih baik dari seluruh harta dunia yang disedahkan di jalan Allah (hlm. 70).

Adapun bagi seorang pelajar niatnya dianggap tulus yaitu ketika seseorang dalam menutut ilmunya diniatkan untuk mempeloreh ridho Allah, kehidupan akhirat, menghilangkan kebodohan, menghidupkan agama, mempertahankan Islam, dan bersyukur atas nikmat dikarunia akal, serta kesehatan (hlm. 84).

Pada bagian akhir kitab Minhaj al-Muta’allim, Imam Al-Ghazali memberikan beberapa nasihat penting khususnya kepada kita sebagai umat Islam, antara lain:

Pertama, empat hal yang menambah cahaya mata yaitu, melihat mushaf Al-Qur’an, melihat wajah kedua orang tua, melihat Ka’bah, dan melihat ulama.

Kedua, lima hal yang menyebabkan hati bersinar yaitu, dengan membaca Surat Al-Ikhlas, sedikit makan, duduk dengan para ulama, memperbanyak shalat malam, dan makan sayur-sayuran (an-Nabat al-Ma’kulat).

Ketiga, jika kita melakukan sesuatu, ketahuilah bahwa Allah hadir dan melihat. Oleh karenanya, jika perbutan itu baik, maka kerjakanlah dengan khusyu’ dan khudu’. Namun, jika perbuatan tersebut buruk, maka tinggalkanlah karena takut akan murka dan siksa Allah (hlm. 96).

Masih banyak lagi nasihat yang dikemukan oleh Imam Al-Ghazali. Oleh sebab itu, kiranya karya ini sangatlah menarik untuk dibaca, dikaji, dipahami, dan diamalkan oleh para pelajar dan pengajar.

Kitab ini memanglah tidak sebesar karya-karya Imam Al-Ghazali yang lain. Kendati demikian, kitab ini cukup sistematis dan detail dalam penjelasannya.

Selain itu, kelebihan lain dari kitab ini adalah ditulis dengan bahasa yang mudah, sehingga dalam pemaparannya tidaklah sulit dipahami oleh para pembacanya. Wallahu ‘Alam.

Judul Buku/Kitab: Minhaj al-Muta’allim

Penulis: Imam Al-Ghazali

Penerbit: Dar at-Taqwa

Tahun:  2010

Tebal: 102 halaman

ISBN: 978-9933-9034-73

 

Topik Terkait: #Imam al-Ghazali#kitab

Leave a Response