Jakarta, IQRA.ID – Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ulil Abshar Abdalla mengatakan, Muktamar Pemikiran NU ke-2 memberikan ruang baru bagi para pemikir NU untuk bersama-sama memikirkan agenda besar bangsa Indonesia dan membayangkan kehidupan masyarakat di masa depan.
“Modernisasi dengan segala dampaknya adalah fakta kehidupan yang tegak dan nyata adanya. Modernisasi tidak bisa ditolak dan tidak bisa diterima sepenuhnya dengan mentah-mentah,” katanya dalam agenda refleksi dan Rencana Tindak Lanjut Muktamar bertajuk Imagining The Future Society yang dihelat di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Minggu (3/12/2023) pagi.
Gus Ulil, nama akrabnya, menyebut masyarakat Nahdliyin dalam konteks modernitas bisa merumuskan sikap sendiri secara otonom tanpa adanya paksaan dan intervensi dari pihak lain.
Di satu pihak, modernitas memang membawa manfaat dalam banyak segi di kehidupan masyarakat, terutama dalam segi-segi yang berhubungan dengan masalah teknis.
“Misalnya, modernisasi dalam lapangan kesehatan yang telah membawa manfaat yang amat besar untuk mengatasi banyak penyakit,” jelas kyai pengampu Ngaji Ihya’ melalui media sosial Facebook itu.
Di sisi lain, menurut Gus Ulil, modernitas dan modernisasi juga membawa akses negatif bahkan destruktif yang harus disikapi secara bijaksana.
“Dampak-dampak yang membahayakan dari perkembangan teknologi digital misalnya, yang berpotensi adanya proses dehumanisasi,” tambah intelektual NU asal Pati, Jawa Tengah, yang pernah mengenyam studi master di Amerika Serikat itu.
Ia menilai, modernitas juga memunculkan efek kecanduan digital yang mengakibatkan adanya sejumlah masalah kesehatan mental pada anak-anak dan kaum remaja.
“Perkembangan teknologi digital menimbulkan masalah lain yaitu makin intensifnya gejala atomisasi sosial sehingga masyarakat menjadi terbelah dan terpecah kedalam individu-individu yang saling terasing antara satu dengan yang lain,” ujarnya.
Pemikir NU ini memandang, kemunculan sejumlah platform media sosial terutama Tiktok, menjadikan manusia modern, bahkan post-modern, tenggelam dalam kenikmatan layar gadget dengan tidak memperdulikan lingkungan sekitar.
Karena itu, Gus Ulil berharap agar rumusan hasil Muktamar Pemikiran NU 2023 menjadi kerangka aksi. “Semoga ini nanti bisa menjadi kerangka diskusi dan juga kerangka aksi di kalangan teman-teman aktivis, santri, kiai, sarjana dan warga Nahdliyin secara umum. Itu yang kita harapkan,” pintanya. (M. Anas Mahfudhi/M. Zidni Nafi’)