Kalimat hate speech sering dilontarkan oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab di dunia maya untuk Musdah Mulia, seorang perempuan pejuang kemanusiaan.
Hate speech ini adalah respon dari fitnah dalam bentuk pelintiran kebencian, tuduhan keji atas butir-butir pemikirannya tentang kemanusiaan dan kesetaraan dalam agama Islam.
Berikut adalah sedikit contoh dari banyak fitnah yang pernah menjeratnya:
Pertama, ia difitnah menganggap pendidikan Islam menghasilkan terorisme. Padahal, statement yang sebenarnya adalah ia menyampaikan bahwa pesantren dan lembaga pendidikan Islam adalah soko guru pendidikan di Indonesia.
Jasa pesantren sangat besar dalam mewujudkan Indonesia merdeka dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Lembaga ini tidak boleh disusupi ajaran keagamaan intoleran dan sempit yang melahirkan terorisme.
Kedua, ia difitnah menghalalkan perkawinan sejenis. Padahal, statement sebenarnya adalah ia memperjuangkan hak asasi bagi semua manusia, termasuk LGBT.
Ketiga, ia difitnah melegalkan komunisme. Padahal, statement sebenarnya adalah ia memperjuangkan keadilan bagi semua warga negara, termasuk mereka yang dituduh Partai Komunis Indonesia (PKI) atau komunis.
Keempat, ia difitnah menghapuskan pendidikan agama. Padahal, statement sebenarnya adalah pendidikan agama sangat penting dalam membangun karakter bangsa.
Pendidikan agama harus fokus pada penanaman nilai-nilai moral demi meningkatkan spiritual manusia.
Kelima, ia difitnah sebagai agen Barat dan mata-mata Yahudi. Padahal, statement sebenarnya adalah ia mengabdi sepenuhnya untuk kemanusiaan yang ia yakini merupakan esensi agama. Ia tidak tunduk pada Barat atau Timur, hanya Allah Swt semata tujuan hidupnya.
Siapa orang yang bisa tahan dengan fitnah yang mesti dihadapi setiap hari?
Musdah Mulia bertahan. Ia hanya yakin, apa yang diperjuangkannya selama ini tidak keluar dari ajaran agama yang mengharuskannya untuk menghormati sesama manusia tanpa melihat jenis kelamin, gender, ras, suku bangsa, dan bahkan agama.
Baginya, agama mempunyai dua aspek ajaran yakni ajaran tentang ketuhanan dan kemanusiaan.
Dalam satu diskusi di ruang kantor Muslimah Reformis di bilangan Ciputat, ia berkata: “Semuanya berasal dari tauhid. Kalau tauhidnya sudah kuat, tidak akan ada orang yang merendahkan saudaranya sendiri. Kalau ia percaya Tuhan itu satu dan menciptakan alam semesta, berarti semua orang di seluruh dunia adalah saudara. Ia tidak akan menyakiti saudaranya sendiri.”
Baginya, agama menegaskan mana perbuatan baik dan buruk, serta mana yang memberi kebahagiaan dan bencana. Agama juga punya tuntunan agar manusia bisa mengerjakan perbuatan baik dan menghindari perbuatan buruk demi kebahagiaan dan ketenteraman manusia.
Tuhan sama sekali tidak merasa untung jika manusia mengikuti aturan yang diwahyukan. Sebaliknya, Tuhan juga tidak merasa rugi jika manusia mengabaikan tuntunan-Nya.
Islam punya ajaran yang menekankan pada dua aspek sekaligus: aspek vertikal dan aspek horizontal.
Yang pertama isinya tentang seperangkat kewajiban manusia kepada Tuhan, sementara yang terakhir berisi seperangkat tuntunan yang mengatur hubungan antar sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
Maka, bisa disimpulkan bahwa Tauhid adalah inti ajaran Islam yang mengajarkan bagaimana berketuhanan dan menuntun manusia untuk berkemanusiaan dengan benar.
Dalam kehidupan sehari-hari, tauhid menjadi pegangan pokok untuk membimbing dan mengarahkan manusia agar bisa bertindak benar, baik dalam hubungannya dengan Allah Swt, sesama manusia, maupun dengan alam semesta.
Tauhid adalah pijakan atas apa yang dilakukannya selama ini. Tauhid baginya bukan sekadar hubungan manusia dengan Tuhan, tapi juga hubungan manusia dengan sesama manusia lainnya.
Semua orang setara, tidak ada yang menjadi tuan untuk orang lain atau lebih tinggi derajatnya. Pun dengan laki-laki dan perempuan.
Apa yang membedakan satu orang dengan orang lainnya hanyalah ketakwaannya pada Allah Swt. Inilah landasan perjuangan hidupnya selama ini.
Ketua umum Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) ini menegaskan bahwa perjuangannya adalah bagian dari kewajibannya sebagai manusia yang diberi kehidupan oleh Allah Swt.
ICRP adalah lembaga nirlaba independen yang aktif mengupayakan dialog antar umat agama. Pendiri ICRP adalah Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Djohan Effendi; dan Musdah Mulia yang juga dikenal sebagai salah satu feminis yang berani bicara.
Terhitung, sudah dua puluh tahun lebih Musdah membangkitkan prinsip kesetaraan dengan mengemukakan pemikirannya dalam banyak penelitian, buku, dan opini-opini yang disampaikan ke publik. Artinya, kurang lebih sudah dua puluh tahun pula ia setia menerpa fitnah demi fitnah yang menerpanya.
Mereka yang tidak bisa menerima pemikiran Musdah menyerang dengan fitnah, pelintiran kebencian yang dimodifikasi sedemikian rupa untuk merekayasa pemikirannya, membolak-balikkan apa yang sebenarnya.
Masyarakat jadi mudah percaya tanpa perlu membaca sumber aslinya. Cara yang demikian sungguh jahat. Tapi bagi Musdah, semua itu adalah konsekuensi yang harus diterima atas apa yang ia perjuangkan selama ini.
Beberapa hal yang ditentangnya antara lain adalah poligami dan pernikahan anak yang diwujudkan dengan bergabung dalam tim ahli yang menghasilkan Undang-undang Hukum Pidana Indonesia yang merekomendasikan tentang pelarangan perkawinan anak. Ia juga mendukung pernikahan lintas agama, dan tak henti mengingatkan hakikat perempuan dalam Islam.
Tauhid adalah awal dari segalanya. Keyakinan, tindakan, dan pemikirannya berasal dari Sang Pencipta, Allah Swt. Cercaan dan hinaan adalah vitamin bagi kehidupannya, bagi apa-apa yang masih diperjuangkannya hingga saat ini.
Orang boleh setuju, orang boleh memfitnah. Tapi selama tindakan yang dilakukan benar dengan melaksanakan perintah-Nya atau menjauhi larangan-Nya, Musdah Mulia tidak akan berhenti.