Variabel kedua yang dapat digunakan sebagai standar dalam menganalisis prinsip-prinsip kesetaraan gender, menurut Nasar, adalah kenyataan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama khalifah Allah Swt. di muka bumi. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah Swt.:
“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Qs. Al-An’am [6]: 165)
Dalam ayat lain, disebutkan:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 30)
Kata khalifah sebagaimana tertera dalam dua ayat di atas tidak menunjuk kepada salah satu jenis kelamin manusia. Laki dan perempuan dalam posisi yang sama, yaitu sama-sama sebagai khalifah. Keduanya sama-sama akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat.
Ketiga, laki-laki dan perempuan sama-sama menerima perjanjian primordial. Sebelum dilahirkan ke muka bumi, laki-laki dan perempuan sama-sama mengemban janji primordial. Tidak tanggung-tanggung, perjanjiannya dengan Allah Swt langsung. Kepada Allah Swt, laki-laki dan perempuan memiliki tanggung jawab personal dalam kehidupan di dunia. Hal ini ditegaskan dalam al-Qur’an:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. (Qs. Al-A’raf [7]: 172)
Keempat, laki-laki dan perempuan sama-sama terlibat dalam drama kosmis terpentalnya Adam dari Surga. Selama ini ada anggapan bahwa perempuan adalah sumber kesialan. Tidak tanggung-tanggung, mitos itu dikaitkan dengan terpantalnya Adam dari Surga.
Konon, dalam mitos ini, Adam terpental dari Surga gara-gara Hawa yang mengajaknya. Anggapan ini bukan hanya salah tetapi dibantah sendiri dalam al-Qur’an. Menurut al-Qur’an, baik Adam dan Hawa sama-sama terlibat dalam drama kosmis tersebut. Dalam al-Qur’an Allah Swt. berfirman:
“Maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka: “Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu: “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?” (Qs. Al-A’raf [7]: 22)
Adam dan Hawa sama-sama mendapatkan godaan yang sama dari setan. Al-Qur’an menyebutkan:
“Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan syaitan berkata: “Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)”. (Qs. Al-A’raf [7]: 20)
Kelima, laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki potensi meraih prestasi di hadapan Allah Swt. firman Allah Swt:
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.” (Qs. Ali Imran [3]: 195)
Itulah menurut Nasar beberapa ayat al-Qur’an yang menjadi prinsip kesetaraan gender dalam al-Qur’an.
Prinsip-prinsip kesetaraan gender menurut Nasar adalah mempersamakan kedudukan laki-laki dan perempuan sebagai hamba Allah Swt (abid), sama-sama sebagai khalifah fi al-Ardh, laki-laki dan perempuan diciptakan dari unsur sama dan keduanya terlibat drama kosmis terpentalnya Adam dari Surga, laki-laki dan perempuan sama-sama berpotensi meraih prestasi di sisi Allah Swt.
Nasar memberikan sumbangsih cukup besar dalam pendasaran teologis kesataraan gender dalam al-Qur’an. Selama ini penolakan sebagian orang atas gerakan dan pemikiran kesetaraan gender disebabkan ada anggapan bahwa ia adalah produk Barat. Dalam posisi ini, Nasar menampik tuduhan itu. Ia dengan gagah menyebut bahwa prinsip kesetaraan gender justru digaungkan oleh al-Qur’an: sumber utama dan pertama dalam beragama Islam.