Qadha shalat khususnya shalat Subuh karena ketiduran biasanya menjadi ‘aib’ bagi orang yang melakukannya. Seolah-olah ada persepsi bahwa hal itu tidak ada penjelasannya dari syariat, sehingga ada beberapa orang yang tega mengecamnya habis-habisan, tanpa mengetahui penyebab seseorang itu qadha shalat.

Padahal syariat Islam, dalam hal ini yakni Fikih, telah mengatur tata cara qadha shalat, baik itu faktor yang disengaja maupun tidak disengaja.

Terkait fenomena ini, ulama ahli tafsir KH Bahauddin Nursalim atau akrab disapa Gus Baha dalam suatu majelis ngaji kitab bersama santri-santri pernah menerangkan tentang  awal mula hukum qadha shalat.

Menurut Gus Baha, semua ahli hadis sepakat bahwa Rasulullah Saw. pernah qadha shalat.

Sebagaimana kisah yang sudah masyhur (terkenal) bahwa suatu waktu Nabi Muhammad bepergian bersama sahabat Bilal. Karena sudah larut, Nabi lalu memutuskan untuk tidur (bermalam) di suatu gua. Saat itu mungkin diperkirakan sekitar jam 2 pagi.

“Aku ngantuk, Bilal,” kata Nabi.

“Kalau mengantuk, silakan tidur saja,” ujar Bilal.

Nabi berkata, “Tapi, aku khawatir tidak shalat Subuh.”

“Ya Rasulullah, saya jamin akan membangunkan Anda,” jawab Bilal begitu.

Setelah itu, ternyata Bilal juga ketiduran.

Akhirnya Nabi sampai tersengat matahari agak panas. Mungkin kalau di sini sekitar jam 8 pagi.

Lalu Nabi terbangun: “Wahai Bilal, bagaimana dengan janjimu?”

Jawaban bilal lucu, “Apa yang Anda alami, seperti yang saya alami (sama-sama ketiduran).”

Bagi Gus Baha, kisah Bilal ini membuktikan, bahwa kalau ada santri yang keliru itu juga penting. Makanya kalau ada kiai fanatik berlebihan itu pertanda tidak alim.

Itulah kisah dari hadis shahih tentang kejadian Nabi pernah melakukan qadha Subuh. Hanya saja, sepanjang hidup beliau hanya sekali melakukan qadha shalat. Yang membedakan antara Nabi dan kita adalah soal jumlah qadha-nya.

Tapi, Gus Baha meminta para santri agar tidak keliru memahami hadis itu. Karena Gus Baha punya teman yang kurang ajar pernah bilang, “Gus, niru Nabi tambah sering itu tambah bagus!”

“Oh, cangkem kok… (mulutmu),” seloroh lucu Gus Baha disambut tawa santri-santri.

Menurut Gus Baha, hadis tentang kisah ini bisa diperiksa di kitab Mahalli dan Fathul Wahab, di Bab Azan. Di situ dijelaskan tentang masalah apakah disunnahkan azan untuk shalat qadha.

Semua ulama Syafi’i sepakat persoalan itu hukumnya sunnah. Dalilnya, saat Nabi qadha shalat Subuh, beliau menyuruh Bilal untuk mengumandangkan azan.

Nabi saat itu lupa (ketiduran) sehingga shalat qadha. Hikmahnya, lahirlah hukum shalat qadha dan disunnahkan azan.

Akan tetapi, santri sekarang kalau qadha pada tidak berani adzan. Makanya, kata Gus Baha kepada santri, kalau qadha ya tenang azan saja. Ini sunnah Nabi, kalau qadha tetap disunnahkan azan. Demikian kata Gus Baha disambut tertawa riuh para santri yang ikut mengaji. (M. Zidni Nafi’)

Leave a Response