Dulu di zaman Al-Makmun (Dinasti Abbasiyah), para ulama yang berpendapat bahwa Al-Quran itu qodim akan dipenjara. Imam Syafi’i adalah ulama yang berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah qodim namun ia selamat (tidak dipenjara) karena “ngakali”.
Ketika ditanya apakah A-Quran itu qodim atau hadits, Imam Syafii menjawab, “Taurat, Zabur, Injil, Al-Quran, itu semua hadits (sesuatu yang baru).” Ketika mengatakan “itu semua” Imam Syafi’i berisyarat dengan jari tangannya karena yang beliau maksud sesuatu yang baru adalah jari tangannya, bukan Al-Qur’an.
Dengan jawaban yang “ngakali” seperti itu, akhirnya Imam Syafi’i selamat.
Meski selamat, lama-kelamaan Imam Syafi’i tidak tenang karena bagaimanapun suatu saat bisa ketahuan. Akhirnya beliau “kabur” ke Mesir. Di Mesir beliau aman karena umat Islam di sana juga sepaham: Menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah qodim.
Kaburnya Imam Syafi’i ini kemudian menimbulkan pertanyaan di kalangan para ulama. “Apakah kabur semacam itu boleh?”
Berkaitan dengan hal ini perlu dikemukakan pendapat Imam Nawawi Al-Bantany mengenai bolehkah orang Islam ingin mati syahid? Kata Imam Nawawi tidak boleh. Bagaimanapun, mati syahid itu mati dibunuh musuh.
Tidak boleh orang ikut berperang tapi sengaja ingin mati syahid agar dapat “bidadari” di surga.
Sebab, dengan terbunuhnya orang Islam, kekuatan orang Islam menjadi berkurang. Ya kalau yang ingin mati syahid satu, kalau seratus? Kalau seribu? Nabi berperang dulu ingin menang, bukan kalah.
Dengan dalih itu kemudian Imam Nawawi berpendapat tidak boleh orang ingin mati syahid.
Maka, hidup itu sendiri adalah anugerah. Sesuatu yang harus disyukuri. Imam Syafi’i sengaja kabur dari Baghdad agar tetap hidup. Sehingga, dengan hidup, beliau bisa mensyiarkan ajaran Islam. Kaburnya Imam Syafii berarti boleh.
Ulama yang kekeh memegang prinsip bahwa Al-Quran itu qodim, di antaranya adalah Imam Ahmad bin Hambal. Karena keteguhannya itu, Imam Syafi’i pernah tidur mimpi bertemu Rasulullah dan beliau titip salam pada Ahmad bin Hambal dan mengabarkan bahwa Imam Ahmad bin Hambal akan diistimewakan kelak di padang mahsyar.
Imam Ahmad bin Hambal dihukum karena keteguhannya berpendapat bahwa Al-Quran itu qodim. Beliau hampir-hampir tidak sabar. Beliau mendapat pelajaran “sabar” justru dari seorang pencuri yang beliau jumpai saat berada di penjara.
“Saya ini dipukuli sampai ribuan kali demi tidak mengakui perbuatan saya saja sabar, masa sampean yang demi mempertahankan kebenaran tidak sabar?” Ucap pencuri itu. Akhirnya Imam Ahmad bin Hambal sadar dan sabar.