Dalam suatu pengajian kitab Al-Barzanji bersama para santri, KH Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha mengungkapkan pandangannya tentang sisi lain orang-orang di negara Iran, Irak, Indonesia, hingga Palestina.

Berikut penjelasan dari Gus Baha dari Kitab Al-Barjanji:

Persia sekarang ini adalah Iran. Di situ pernah ada api abadi. Api abadi tidak pernah mati. Api tersebut disembah oleh orang Majusi.

Api ini padam ketika lahirnya Nabi Muhammad. Jadi, lagi-lagi apa? Ada sarana kemusyrikan yang mati karena kelahiran Nabi.

Orang Persia itu pintar-pintar. Khomaeni pernah berkeinginan menjadikan Qum menjadi kota suci. Karena dulu, Persia menjadi sejarah agama. Selain juga kerena di Qum ada api abadi.

Orang Persia itu cerdas karena sudah memiliki peradaban sebelum orang Arab punya peradaban.

Makanya, ketika Salman Al-Farisi masuk Islam, konsep-konsepnya didengar oleh Rasulullah karena dirinya sudah memiliki peradaban.

Sekarang yang bisa menyaingi nuklir Amerika ya Iran karena sudah memiliki peradaban. Paham nggeh…?

Jadi Iran itu sudah maju. Tetapi, Iran memiliki penyakit yaitu dulunya Majusi. Makanya, Islamnya Iran sampai sekarang.

Orang harus tahu sejarah. Yang jelas Iran itu melahirkan orang pintar-pintar. Dulu tidak pasti Syi’ah, sekarang saja terkenal Syi’ah.

Iran dan Irak itu menurut Syekh Barzanji itu ‘ajam (عجم). Makanya, Arabnya Iran itu Arab Muwallad karena dijajah Islam atau dikuasai Islam ketika zaman Umar bin Khattab, kemudian bahasanya pakai Arab.

Tetapi, Arabnya itu Arab Muwwallad bukan Arab asli. Sementara Makkah, Madinah, Hijaz itu Arabul Ushlu atau Arab murni.

Buktinya Syekh Barzanji mengistilahkan Iran itu Qum dari negeri nonarab (‘ajam). Kalau sekarang kan tidak (nonarab). Ikut Timur Tengah semua. Kalau sekarang, Iran, Irak itu disebut Timur Tengah, bahasanya Arab. Orang Amerika menyebutnya Arab, padahal hakikatnya ‘ajam.

Irak itu juga ajam. Karena Irak memiliki kerajaan Babilion (Babilonia). Babilion itu apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babiliyon yaitu Harut dan Marut.

Ketika Nabi masih hidup, yang disebut Irak itu darul fitnah. Makanya, Irak itu tempat fitnah. Zaman sahabat juga menyebut hunalikal zalazil, hanya ada prahara.

Ketika Sayyid Husein pamit kakeknya. Husein itu bin Fatimah binti Muhammad. Nabi memiliki sepupu Abdullah bin Abbas. Berarti Husein kalau memanggil Ibnu Abbas itu kakek.

Sayyid Husein ketika pamit, “Ya jaddi, saya harus ke Kuffah. Karena orang Kuffah berjanji akan membaiat saya dan loyal kepada saya.”

Jawabnya Ibnu Abbas, “Hai anakku, Kuffah itu tidak pernah jujur. Kuffah itu tempatnya zalazil/prahara.”

Kenyataannya benar. Ternyata Sayyid Husein ditarik ke luar Madinah, karena kalau dibantai di Madinah loyalisnya banyak. Maka, secara politik ditarik keluar Madinah.

Ketika sampai di Kuffah, Sayyid Husein bertanya, “Ini apa?”

Kata pengikutnya, “Ini Karbala.”

Sayyid Husein berkata, “Hadza karabun wa balaun (karabun itu susah dan balaun itu musibah).”

Alhasil ada prahara Sayyid Husein wafat di situ.

Hal ini terus sampai khalifah Al-Makmun bantai ulama. Terus sampai era Saddam Husein bantai ulama. Di era sekarang, Irak itu hancur lebur, karena sudah di-nash (dalil), hunalika al zalazil.

Beruntung adalah Indonesia tidak masuk nash. Makanya, tidak jelas! Negara Islam ya tidak, negara kafir juga tidak. Islam garis keras ya bukan, Islam garis lunak juga bukan. Pokoknya hidup.

Yang penting sujud kepada Allah. Nyaman kepada Allah. Orang miskin merokok ya santai.

Coba saja negara itu lockdown, ekonomi merosot, masyarakat suaantaiii. Ibu-ibu gosip, bapak-bapak rokok’an (merokok). Suantaii…

Kalau disuting, yang bingung adalah pengamat. Coba saja, menteri rapat ribetnya tidak karuan, masyarakat Indonesia suaantaii.

Makanya, saya kalau memikirkan orang Indonesia itu rugi. Ribet..!! Dipikir yan tidak tahu. Suantaii

Ada penyakit tidak takut, ada apa saja tidak takut. Lah bagaimana lagi? Mati rasa. Hehehe…

Contoh gampang rokok. Gambar (bungkus) rokok ditulis ‘merokok membunuhmu’, gambarnya orang yang tenggorokan berlubang.

Itu saja tidak ada efeknya. “Yang tidak merokok juga mati,” begitu saja, malah dibalik.

Guyonan Habib Muthohar parah lagi. “Saya ini merokok Gus, ditegur sama dokter. Karena negur saya tidak berani, dikasih buku. Judulnya buku ‘Bahaya Merokok’. Buku itu saya baca. Setelah tahu bahayanya merokok, saya berhenti membaca.” Hahahaha

“Aduh Bib, saya kira berhenti merokok… Hehe…”

Ya seperti orang mengetahui corona. Terkadang kalau melihat berita terus kan panik. “Caranya tidak panik, berhenti melihat berita.”

Benar kan? Ketika melihat TV sinetron kan baik-baik saja.

Ribet-ribet….

Makanya, saya itu kalau dengan orang goblok itu respek. Kenapa ya?

Ribet-ribet dengan orang Indonesia. Diterangkan susah. Padahal rokok gambarnya sudah seru, gambar orang yang tenggorokannya bolong dan ditulisi ‘merokok membunuhmu’.

Ngefek tidak? Dalinya, ‘yang tidak merokok juga mati. Sama saja’. Ribet… Ribet…

Jadi, orang Palestina juga sama dengan Indonesia. Orang Palestina setiap hari ke pasar. Padahal sering perang, kadang ke pasar, peluru lalu-larang. Ya biasa kadang kena.

Ketika di tanya, “Kenapa anda tetap ke pasar?”

Jawabannya, “Ke pasar mati di rumah juga mati”.

Akhirnya santai. Saya pernah diajak ke Palestina, orang juga suaantaii. Saya akan ke Masjidil Aqsa ada tembak ya santai. Tanya ke guide-nya, “kita jalan” ya jalan santai. Katanya sudah biasa.

Akhirnya seperti di Indonesia, biasa ndableg juga santai saja.

Jadi ingat-ingat ya Hamadzan, Qum, Irak itu semua minal biladil ‘ajamiyah. Tapi, sekarang disebut Middle East (Timur Tengah). Tetapi hakikatnya tetap ajam, makanya, Arabnya muwallad. (Hafidhoh Ma’rufah)

Simak sumber video pengajian ini: klik >>Gus Baha – Orang Indonesia

Leave a Response