Menjadi perempuan yang piawai dalam berorganisasi bukanlah suatu hal yang mudah. Apalagi jika sudah berkeluarga dan memiliki anak. Menjalani kedua peran tersebut tidaklah gampang dilalui tanpa tekat dan tanggung jawab yang kuat. Sebagian orang mungkin tanpa sadar akan mengutamakan salah satunya dan mengabaikan yang lain. Namun berbeda dengan sosok perempuan tangguh satu ini. Beliau menjalankan keduanya dengan baik dan penuh tanggung jawab.

Perempuan tangguh tersebut bernama Nyai Sholihah Saifuddin Zuhri. Beliau adalah istri dari KH. Saifuddin Zuhri seorang menteri agama yang dipanggil langsung oleh Bung Karno. Bung karno bermaksud untuk meminta KH. Saifuddin Zuhri untuk menggantikan posisi KH. Wahib wahab yang mengundurkan diri. Nyai Sholihah dilahirkan di jawa tengah tepatnya di kabupaten Purworejo propinsi Jawa tengah. Beliau dilahirkan pada  15 Oktober tahun 1926. Beliau pernah menimba ilmu di Madrasah Al-Islam Thanawiyah Mualimat.

Sejak usia muda Nyai Sholihah Saifuddin Zuhri sudah mengikuti kegiatan berorganisasi. Hal ini terbaca dari jejek hidupnya yang tercatat di website Konstituante.net. disana tertuliskan bahwa sejak tahun 1942 beliau sudah menjabat sebagai ketua Muslimat NU Cabang Purworejo. Di usianya yang sangat belia tersebut sudah menduduki ketua Muslimat, tentu bisa dibayangkan bahwa sejak dini beliau sudah aktif menjadi bagian dari organisasi Muslimat NU.

Setelah menjadi ketua Cabang Purworejo, Nyai Sholihah juga pernah menduduki anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di kabupaten Purworejo. Setelah mengabdikan diri di pemerintahan, beliau menjadi bagian dari komisaris Muslimat NU daerah Kudu Jawa Tengah tahun 1947 hingga 1949. Tidak cukup disitu, semangatnya dalam menebarkan kemanfaatan memberikan wadah untuknya dalam melebarkan sayapnya.

Setelah menjadi komisaris Nu, kemudian beliau diangkat menjadi Ketua Muslimat NU cabang Semarang Jawa Tengah. Karirnya semakin meningkat hingga berhasil menduduki Ketua Muslimat NU Jawa Tengah di tahun 1951-1959. Selanjutnya karirnya berlanjut di PP. Muslimat NU, sebagai ketua salah satu bidang didalamnya pada tahun 1956-1989. Tentunya proses tersebut dilalui dengan sangat panjang, tidak serta merta dengan mudah menduduki tempat tersebut. terlepas dari urusan karirnya, beliau mempunyai kegemaran berkebun dan menjahit sebagai aktivitas hiburannya.

Meski aktif dalam berorganisasi, ia juga tidak lalai dalam melakukan kewajibannya sebagai istri dan orangtua. Di mana perannya sangat penting ketika menjadi seorang ibu dalam mendidik anak-anaknya. Begitu pun dengan sosok Nyai Sholihah. Meski ia memiliki kesibukan diluar rumah, ia tidak pernah meninggalkan tanggung jawabnya sebagai ibu.

Berdasarkan kisah yang dituturkan putrinya, Nyai Farida Salahuddin Wahid sembari mengingat masa kecilnya. Pernah suatu kali saat beliau mengikuti sebuah kegiatan Muslimat beliau mengajak putra putrinya. Saat itu usia putra beliau yang bernama Baihaqi waktu itu masih balita, ia tetap berangkat mengikuti rapat dengan mengajak putrinya yang bernama Nyai Farida saat itu berusia sepuluh tahun agar membantu untuk menggendongnya saat beliau berpidato.

Kegiatan yang dimaksud tersebut adalah saat kampanye pemilu 1955. Pada waktu itu nyai Sholihah mendapat amanah sebagai juru kampanye NU, saat NU masih menjadi partai politik. Dan kegiatan tersebut digelar di luar daerah. Maka untuk mensiasati terlaksananya tanggung jawab sebagai ibu dan jurkam, ia membawa anak-anaknya.

Kenangan tersebut begitu menggambarkan bahwa sosok nyai Sholihah merupakan ibu yang piawai dalam berorganisasi tanpa meninggalkan tanggung jawabnya sebagai ibu. Sesuai dengan prinsipnya bahwa dalam berorganisasi tidak harus meninggalkan peran utama dalam sebuah keluarga.

Selain aktif di organisasi Muslimat NU, Nyai Sholihah juga pernah andil dalam pembebasan daerah Kalimantan. dimana pada saat itu, kondisi Kalimantan Utara sedang dikuasai oleh Malaysia. Beberapa orang dididik khusus dan dilatih untuk turut serta dalam melakukan serangan untuk pembebasan wilayah tersebut. Nyai Sholihah pun tercatat dalam anggota tersebut, dan terlihat beberapa memori berupa foto saat melakukan latihan penembakan.

Tentu hal tersebut bukanlah suatu pilihan yang mudah untuk seorang ibu, tapi nyai Sholihah mampu menjalaninya dengan baik. Tentu hal ini tidak lepas dari dukungan suaminya, KH. Saifuddin Zuhri yang juga dikenal pejuang di bidang keagamaan.

Banyak sekali peran nyai Sholihah yang kurang diketahui khalayak umum. Nyai Sholihah tampak condong di bidang kesehatan. Kiprahnya di Muslimat NU pernah menduduki sebagai direktris Rumah Bersalin Muslimat NU di Hang Tuah Jakarta. Dimana tempat tersebut sebelumnya adalah rumah dinas suaminya yang kelak diwakafkan untuk NU.

Pasangan nyai Sholihah dan KH. Saifuddin Zuhri dikaruniai sepuluh anak. Mereka adalah Fahmi D Saifuddin, Farida Salahuddin Wahid, Anisa S. Hadi, Aisyah Wisnu, Andang Fatati Ahmad Baehaqi Saifuddin, Yulia Nur Soraya, Annie Luthfia, Adib Daruqutni dan Lukman Hakim Saifuddin yang pernah menjabat sebagai menteri agaman sebagaimana ayahnya.

Nyai Sholihah Saifuddin Zuhri Adalah salah satu dari banyak perempuan tangguh yang perlu diabadikan. Karena kiprahnya dalam memajukan bangsa dan kemanusiaan melalui Muslimat NU. Nyai Sholihah kembali menghadap Ilahi pada 6 Maret tahun 1990 dan masih tercatat sebagai pengurus PP. Muslimat NU. Wallahu A’lam.

 

 

Leave a Response