“Ia yang selalu shalat wajib tepat waktu, rajin dalam melaksanakan puasa sunah dan tangannya selalu ringan untuk bersedekah. Selain itu dalam kesehariannya juga selalu diisi dengan zikir kepada Allah Swt, membaca Al-Qur’an dan mengerjakan amalan-amalan shaleh lainnya. Akan tetapi, ia termasuk golongan orang yang mengalami kebangkrutan di akhirat. Lalu mengapa demikian?”
Rasulullah Saw pernah membahas tentang orang-orang yang mengira telah beramal shaleh tapi sebenarnya telah menyia-nyiakan amalannya. Rasul menyebutnya sebagai orang yang muflis atau orang yang bangkrut. Dikatakan demikian karena di akhirat kelak tidak ada satu pun pahala dari amalan-amalan baiknya yang masih tersisa, sehingga ia mengalami kebangkrutan.
Hal ini terjadi karena semasa hidup ia selalu menjalankan ibadah wajib dan sunah, namun bibirnya tidak pernah luput dari membicarakan kejelekan orang lain. Ia kerap menghina dan mengolok-olok sesamanya. Selain itu, apa yang ia bicarakan selalu mengandung tipu daya, kata-kata kasar dan juga kotor.
Orang ini selalu bangun pada pertiga malam untuk shalat tahajud dan berdzikir serta membaca Al-Qur’an di pagi harinya. Tapi, sayang tipu muslihat setan telah menguasainya. Sehingga ia tidak mampu memisahkan mana perilaku baik dan mana perilaku buruk.
Untuk itu ia dengan mudahnya menipu, mempersulit hidup orang lain, bergosip, mengadu domba dan memakan harta yang bukan haknya. Sehingga amalan baik yang dilakukan tidak akan menguntungkannya dengan cara apapun.
Tanpa merasa bersalah ia melakukan dosa besar terhadap sesama manusia karena mengira hal tersebut akan luput dari perhatian Allah Swt sebab amalan shaleh yang selalu ia lakukan. Rasulullah Saw pernah mengisahkan kepada para sahabat tentang golongan orang muflis dalam sebuah hadis yang berbunyi:
أَتَدْرُونَ مَنِ الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
“Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut itu? Mereka (para sahabat) menjawab, ‘Menurut kami, orang yang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan harta kekayaan. Rasulullah berkata bahwa bukan itu yang ia maksud. Rasulullah menjelaskan, “Sesungguhnya orang bangkrut dari umatku ialah mereka yang datang pada hari kiamat dengan membawa amal kebaikan dari shalat, puasa dan zakat. Tetapi mereka dahulu pernah mencaci maki, menuduh, memakan harta, membunuh dan menyakiti orang lain. Maka kepada orang yang mereka dzalimi itu diberikanlah pahala amal baik mereka. Apabila amal baik mereka telah habis, sementara tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia dilemparkan ke neraka.” (H.R. Muslim, No. 4678).
Oleh karena itu betapa meruginya orang yang muflis. Ia giat beramal namun di akhirat kelak pahala dari amal baiknya akan menjadi alat pembayaran bagi semua orang yang pernah ia sakiti di dunia. Hingga tidak ada pahala yang tersisa untuknya sedikit pun.
Lalu apabila pahala amalan baik saja tidak cukup dijadikan alat kompensasi atas dosa-dosanya, maka amalan buruk orang lain yang mereka dzalimi akan menjadi alat pembayarannya. Sehingga orang yang muflis tadi tidak mempunyai apa-apa lagi kecuali tanggungan dosa orang-orang yang ia sakiti.
Hal ini juga diperkuat dengan hadis Rasulullah Saw lainnya, yakni: “Adapun kedzaliman yang tidak akan dibiarkan oleh Allah Swt adalah kedzaliman manusia atas manusia lainnya hingga mereka menyelesaikan urusannya.” (H.R. Annas bin Malik)
Hadits di atas menyatakan bahwa tidak ada satu pun manusia di dunia ini yang akan memikul beban dosa orang lain, kecuali ia pernah mengajari orang lain berbuat jahat atau pernah mendzalimi orang lain. Sehingga ia harus membayar ganti rugi dengan pahala atau memikul dosa orang yang ia dzalimi.
Meskipun begitu, Allah Swt tetap memberikan jalan orang yang muflis untuk bertobat yakni dengan cara meminta maaf dan memohon kerelaan atau mengganti kerugian orang-orang yang ia sakiti.
Rasulullah Saw bersabda: “Siapa yang pernah berbuat kedzaliman terhadap saudaranya baik menyangkut kehormatan saudaranya atau perkara-perkara lainnya, maka hendaklah ia meminta kehalalan dari saudaranya tersebut pada hari ini (di dunia) sebelum tidak ada lagi dinar dan tidak pula dirham (untuk menebus kesalahan yang dilakukan, yakni pada hari kiamat).” (H.R. Bukhari)
Hadis-hadis di atas telah mengingatkan kita akan pentingnya menjadi seorang muslim yang baik yang selalu menghormati orang lain dan penuh dengan kasih kepada sesama makhluk ciptaan Allah Swt.
Karena sangat merugi apabila kita yang selalu berbuat baik namun pahala yang didapatkan kemudian habis untuk dijadikan alat pembayaran bagi orang-orang yang kita dzalimi. Oleh karena itu, jangan sampai kita menjadi seorang muslim yang mengalami kebangkrutan di akhirat kelak.