Berbicara tentang Assyura erat kaitannya dengan Syi’ah. Sementara, topik Syi’ah tak bisa lepas dari negara yang bernama Iran yang menjadi pusat Syi’ah dunia. Di sisi lain, banyak masyarakat ketika mendengar Assyura dan Syi’ah yang terbayang adalah sebuah atraksi melukai diri sendiri menggunakan senjata tajam. Lantas bagaimana perayaan Assyura di negeri pusatnya langsung? Apakah sama dengan yang diperbincangkan?
Di Iran, Muharam adalah bulan yang istimewa. Selain merayakan tahun baru Islam, pada bulan ini juga sosok yang paling penting bagi penganut Syiah, Imam Husain gugur di Karbala di tangan pasukan Yazid bin Muawiyah. Untuk mengenang peristiwa berdarah ini, pemerintah Iran menjadikan hari libur nasional mulai tanggal 1-10 Muharram. Momen ini diperingati sebagai hari berkabung nasional.
Pada rentang waktu tersebut, Iran menampilkan wajah yang berbeda. Setiap komplek mendadak ramai oleh berbagai kegiatan. Selain itu, di sisi jalan kita juga akan mudah menemukan stand atau tenda kecil yang menyediakan makanan ringan dan minuman seperti kurma, coklat, kue, teh, dan lain-lain. Semuanya diberikan dengan cuma-cuma alias gratis. Tenda juga dilengkapi dengan sound system yang memutar puji-pujian terhadap Imam Husain.
Sementara, penjaga tenda tersebut berasal dari berbagai kalangan mulai dari orang tua, remaja, sampai anak-anak. Mereka berpakaian serba hitam dengan aksesoris ikat kepala warna hijau yang bertuliskan Ya Husain. Mereka menyambut setiap orang yang singgah dengan makanan yang tersedia. Hal tersebut merupakan simbol pemberian bantuan bagi pasukan Imam Husain yang akan berangkat berperang.
Selain itu, pada malam harinya warga komplek akan berkumpul di satu tempat. Di sana, mereka akan mendengarkan pemaparan seorang ulama yang menjelaskan kehidupan Imam Husain dan tokoh terkait lainnya. Acara ini begitu khidmat hingga tak jarang semua jamaah menangis. Mereka merasa tersentuh oleh isi ceramah yang disampaikan.
Acara dilanjutkan dengan gubahan-gubahan syair dan puji-pujian terhadap ahlul bait. Sambil menepuk-nepuk dada, mereka menghayati setiap syair yang didendangkan dengan berbagai macam irama. Tak jarang tangis mereka pun pecah kembali, terkenang junjungan mereka, Imam Husain. Setelah rangkaian acara selesai, mereka menutupnya dengan makan bersama.
Puncak perayaan ini jatuh pada tanggal 10 Muharam. Pada tanggal tersebut, sebagian besar warga turun ke jalan untuk merayakannya. Tiap kota mempunyai titik kumpulnya masing-masing. Di Tehran, salah satu tempat utamanya adalah Tajrish, kawasan elit di kaki gunung Alborz. Terkait transportasi umum, khusus pada tanggal tersebut digratiskan.
Di titik utama, suasana akan ramai oleh lautan manusia. Mereka juga akan mengenakan pakaian seragam dengan dominasi warna hitam perlambang duka cita. Pada hari tersebut, berbagai kelompok melakukan atraksi lengkap dengan drum band yang dikomandoi oleh seorang dirigen. Ada pula yang melantunkan syair tentang perjuangan ahlul bait di atas gerobak atau mobil yang merayap pelan.
Namun, acara melukai diri dengan benda tajam tidak ditemukan. Rupanya, sudah lama praktek tersebut ditinggalkan. Di Iran, kegiatan melukai dan menganiaya diri sendiri sudah dilarang dan tidak diperbolehkan. Para ulama di sana telah memfatwakan haram untuk kegiatan seperti itu. Akan tetapi, di negara lain seperti Irak, Pakistan, India, dan Bangladesh atraksi tersebut masih dijalankan. Padahal, di negara pusatnya Syi’ah, Iran, hal demikian tidak lagi dipraktikan.
Pada saat perayaan ini jangan takut kelaparan. Walaupun warung-warung banyak yang tutup, tetapi makanan gratis banyak diberikan. Sering kali, ibu-ibu berdiri dan membagikan makanan bagi siapa saja yang mau di pinggir jalan. Rangkaian acara 1-10 Muharam ini disebut dengan perayaan azadari atau hari berkabung.