Di Indonesia, kita mengenal sejumlah perempuan ulama. Beberapa di antaranya adalah Rahmah el-Yunusiyah, pendiri Perguruan Diniyah Putri, Padang Panjang. Nama perempuan ulama ini begitu populer bukan hanya di negaranya, Indonesia, tetapi juga di luar negeri. Dia memeroleh gelar doktor honoris Causa dari Universitas Al-Azhar, Kairo.
Rahmah belajar di Diniyah School, sekolah milik kakak sulungnya, sebuah sekolah agama yang menggunakan sistem koedukasi. Siswa laki-laki dan perempuan berada dalam ruang kelas yang sama. Saat itu, masih sangat sedikit perempuan yang belajar di sekolah.
Ia merasa gelisah melihat perempuan di daerahnya belum mendapatkan pendidikan yang sama seperti laki-laki, terutama pendidikan agama. Padahal menurutnya, Islam sendiri tidak pernah membedakan perempuan dan laki-laki untuk menuntut ilmu. Rahmah sadar benar bahwa hanya dengan pendidikan lah, ia bisa memajukan kaumnya dan bisa mengeluarkan kaumnya dari kebodohan dan keterbelakangan. Ia menyampaikan kata-kata yang sangat mengesankan:
“Saya harus mulai sekarang. Kalau saya tidak mulai dari sekarang, maka kaum saya akan tetap terbelakang. Ya. Saya harus mulai, meski saya yakin akan banyak pengorbanan dituntut dari diri saya”.
Kata “pengorbanan”, boleh jadi bermakna resistensi atau stigmatisasi dari komunitasnya. Ini terkait dengan cara pandang (perspektif ) patriarkhis yang masih sangat kuat di dalam masyarakat. Apalagi perspektif bias gender itu mendapat legitimasi dari pandangan keagamaan.
Rahmah wafat tahun 1969.