Pondok Pesantren An-Nawawi adalah sebuah lembaga pendidikan Islam yang didirikan oleh KH. Zarkasyi (1830-1914) pada tahun 1870 M. di Berjan, sebuah pedukuhan yang masuk dalam wilayah Desa Gintungan, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo dengan nama “Miftahul Huda”. Sebagaimana umumnya pondok pesantren lain yang berafiliasi ke Nahdlatul Ulama (NU), pondok pesantren ini mengikuti paham Ahlussunnah Waljama’ah. Dalam sejarah kepemimpinannya, Pondok Pesantren ini sejak awal berdirinya sampai sekarang telah mengalami 4 (empat) kali estafet kepemimpinan.
Periode pertama kepemimpinan pondok pesantren dipegang langsung oleh pendirinya, yaitu Al-Marhum Al-Maghfurlah KH. Zarkasyi. Beliau adalah putra dari Ky. Asnawi Tempel yang dilahirkan di Desa Tempel, Tanggung, Sidomulyo, Purworejo. Beliau memperoleh pendidikan agama sejak kecil dari orang tuanya, dan juga pernah menuntut ilmu di Makkah di hadapan KH. Abdul Karim Banten (paman Syaikh Nawawi Banten) di samping sebelumnya pernah mondok di Bangil Jawa Timur.
Pada masa ini, pendirian Pondok Pesantren An-Nawawi berawal dari sebuah surau sederhana yang dibangun oleh KH. Zarkasyi, sesaat setelah kepindahannya dari Dunglo (Pabrik Listrik/Ngelis) Baledono. Sebagai salah seorang ulama, jiwa KH. Zarkasyi terpanggil ketika saat itu belum ada surau ataupun masjid yang menjadi pusat kegiatan umat Islam.
Untuk itu, maka dibangunlah sebuah surau sederhana terbuat dari bambu sebagai tempat beribadah. Di Surau ini pula, KH. Zarkasyi mengajarkan pokok-pokok keimanan (al-tauhid) dan bentuk-bentuk peribadatan praktis lain kepada masyarakat Berjan dan sekitarnya, dengan referensi utama kitab Lathaif al-Thaharah, karya, KH. Sholeh Darat Semarang. Selain guru, KH. Sholeh Darat juga teman KH. Zarkasyi sewaktu belajar di pesantren.
Surau inilah yang kemudian berkembang menjadi Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan. Namun demikian KH. Zarkasyi sendiri hanya sesekali tinggal di pedukuhan baru yang kemudian diberi nama “Berjan”, sebuah nama yang mengandung arti do’a ‘sumbering kabejan’ (sumber kemuliaan). Selain itu, beliau juga pernah tinggal di Banjaran dan Buntit, sebuah pedukuhan di utara Berjan. Di pedukuhan ini KH. Zarkasyi membangun rumah dabak (anyaman dari bambu) beratapkan ilalang dan sebuah masjid yang menjadi tempat untuk mengembangkan Thoriqoh Qodiriyyah wan Naqsyabandiyyah yang diperoleh dari KH. Abdul Karim Banten di Suq al-Lail Makkah al-Mukarromah.
Setelah KH. Zarkasyi wafat, maka kepemimpinan Pondok Pesantren dilanjutkan oleh putranya yang bernama KH. Shiddiq (1914-1947). Kondisi Pondok Pesantren An-Nawawi mulai mengalami perubahan pada saat KH. Shiddiq menggantikan ayahandanya memimpin pesantren dan Mursyid Thoriqoh Qodiriyyah wan Naqsyabandiyyah. Beberapa di antaranya santri yang belajar pada masa ayahandanya langsung pulang setelah mengikuti pengajian, pada masa KH. Shiddiq sebagian di antaranya mulai tinggal di asrama sederhana yang disediakan, sedangkan yang lain pulang ke rumah masing-masing.
Pada kepemimpinan periode ketiga Pondok Pesantren dipimpin oleh salah seorang putra KH. Shiddiq, yang bernama KH. Nawawi. Semenjak kecil, KH. Nawawi hidup dan dibesarkan dalam lingkungan Pondok Pesantren. Beberapa Pondok Pesantren tempat beliau menuntut ilmu :
Pondok Pesantren Kauman Grabag, Magelang (K. Rohmat)
Pondok Pesantren Lasem, Rembang
Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri
Pondok Pesantren Jampes, Kediri
Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang
Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta
Pondok Pesantren Tremas, Pacitan
Pondok Pesantren Darussalam Watucongol, Magelang
Di samping meneruskan Pondok Pesantren yang diwariskan ayahandanya, semasa hidupnya KH. Nawawi juga tidak pernah absen dalam kancah perjuangan bangsa, baik sebelum maupun setelah diproklamirkannya kemerdekaan. Sebelum kemerdekaan beliau dikenal sebagai komandan Laskar Hizbullah Purworejo, dan setelah kemerdekaan beliau dikenal aktif dalam berbagai organisasi kemasyarakatan dan keagamaan antara lain:
Selama kurang lebih 33 tahun memimpin Pondok Pesantren, KH. Nawawi berhasil menetapkan dasar-dasar pengembangan Pondok Pesantren, yaitu :
Tahap demi tahap perkembangan dan kemajuan yang dicapai oleh Pondok Pesantren semakin tampak, dan selama ini pergantian estafet kepemimpinan tidak mengalami hambatan. Maka sejak sepeninggal beliau KH. Nawawi pada tahun 1982, estafet kepemimpinan Pondok Pesantren & thoriqoh dilanjutkan oleh putra bungsunya yaitu KH. Achmad Chalwani.
Sebagaimana ayahandanya, sebelum melanjutkan estafet kepemimpinan, beliau juga dibesarkan dan dididik dari satu Pondok Pesantren ke Pondok Pesantren lainnya, di samping itu juga mendapatkan bekal pendidikan formal. Beberapa Pondok Pesantren tempat beliau menuntut ilmu :
Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’in Lirboyo, Kediri
Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta.
Pondok Pesantren Olak Alung Ngunut, Tulungagung
Dalam periode inilah perkembangan Pondok Pesantren An-Nawawi berkembang pesat dan kemasyhurannya semakin terkenal di mana-mana. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya santri yang datang untuk menuntut ilmu, baik dari Pulau Jawa maupun luar Pulau Jawa. Sebagai pengasuh di Pondok Pesantren, KH. Achmad Chalwani menyadari betul bahwa tujuan besar, luhur, dan mulia yang dirintis oleh para pendahulunya, adalah merupakan amanat yang wajib dibina dan dikembangkan, serta diupayakan peningkatannya selaras dengan perkembangan zaman dengan tidak meninggalkan ciri khas pesantren salafiyahnya.
Hal ini dimaksud agar keberadaan Pondok Pesantren dan peranannya di masa kini dan yang akan datang akan mampu berbuat lebih banyak serta dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi peningkatan martabat hidup masyarakat di sekitarnya.
Peristiwa penting yang terjadi pada periode ini adalah diubahnya nama Pondok Pesantren “Roudlotut Thullab” menjadi Pondok Pesantren “An-Nawawi” pada tanggal 6 Januari 1996 M., yang bertepatan dengan tanggal 16 Sya’ban 1416 H. Dalam surat keputusan perubahan nama, pemilihan nama terakhir ini dilaksanakan dengan dua pertimbangan pokok, yaitu :
Pertama, dalam rangka tafa’ulan (mengharap barokah) kepada muassis atau pengasuh ke tiga pondok pesantren, al-Marhum al-Maghfurlah KH. Nawawi bin Shiddiq.
Kedua, sebagai tonggak sejarah bahwa pada masa KH. Nawawi inilah, sistem atau metode pengajaran dikenalkan kepada sistem madrasi atau dalam dunia pendidikan modern dikenal dengan istilah klasikal.
Dalam rangka memperkuat dasar–dasar pengembangan yang telah dirumuskan pendahulunya, KH. Achmad Chalwani memisahkan program pengembangan dalam beberapa bidang sebagai berikut :
Organisasi dan managemen pengelolaan adalah faktor yang amat menentukan bagi perkembangan dan masa depan pondok pesantren secara umum. Karena itu, maka pada periode keempat ini telah dirintis beberapa langkah yang mengarah kepada terlaksananya tertib organisasi dan managemen modern. Beberapa kemajuan bidang ini, antara lain :
Pondok Pesantren mendirikan yayasan yang telah disahkan Akta Pendiriannya dan diberi nama “Yayasan Pengembangan Pondok Pesantren Roudlotut Thullab” yang disingkat dengan nama YASPENDO, yakni sebuah yayasan yang membawahi seluruh unit pendidikan formal maupun perekonomian yang diselenggarakan.
Melalui Surat Keputusan Ketua Yayasan No. 031/SK.YASPENDO/XII/1995, tanggal 31 Desember 1995 M./ 9 Sya’ban 1416 H., ditetapkan untuk mempergunakan nama An-Nawawi dalam setiap produk lembaga yang bernaung di bawah yayasan. Keputusan ini berlaku efektif sejak tanggal 7 Januari 1996 M./ 17 Sya’ban 1416 H., dan peresmiannya ditandai dengan pembukaan selubung papan nama pondok pesantren putra oleh Bupati KDH Tk. II Purworejo, Drs. H. Goernito.
Dirumuskannya sistem keuangan tunggal (Mono Cash), khusus bagi unit–unit pendidikan. Sementara untuk koperasi, mengingat keterkaitannya dengan dunia usaha pada umumnya, maka diberikan wewenang penuh mengelola keuangan sendiri, tetapi wajib memberikan laporan perkembangan perbulan.
Pelaksanaan program pendidikan dan pengajaran di Pondok Pesantren An-Nawawi, secara umum dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bidang, yang meliputi :
Pendidikan Madrasah (Diniyah) dibuka sejak Tahun Pelajaran 1962, dan mendapatkan Piagam Madrasah dari Departemen Agama RI, nomor : Wk./5.e/909/Pgm/MD/1987, tertanggal 03 September 1987, yang ditanda tangani oleh Bapak A. Sunaryo, SH. Adapun Madrasah yang diselenggarakan oleh Pondok Pesantren An-Nawawi adalah sebagai berikut :
Pendidikan Formal yang telah diselenggarakan, yaitu :
Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan Purworejo, menyadari bahwa kemandirian dalam bidang perekonomian akan menduduki peran strategis dalam setiap aktifitas maupun keputusan yang ditetapkan. Dalam kaitan itu, maka dikembangkanlah pola hidup ber-koperasi di kalangan santri. Kebijakan ini secara bertahap diharapkan akan menjadi Badan Usaha Milik Pesantren (BUMP), yang diharapkan akan mampu menopang kebutuhan operasional Pondok Pesantren.
Koperasi Pondok Pesantren (KOPONTREN) An-Nawawi Berjan didirikan pada tanggal 23 Mei 1995 dan saat ini mengelola unit-unit usaha, yaitu :
Di tengah kesibukannya mendidik dan membimbing para santrinya KH. Achmad Chalwani masih menyempatkan diri untuk terjun langsung dalam kegiatan dakwah di masyarakat yang telah aktif berjalan, antara lain :
Keempat kegiatan ini dilaksanakan di Komplek Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan.
Pengajian rutin Selapanan Sabtu Pahing, diadakan setiap 35 hari sekali pada hari Sabtu Pahing, pukul 09.00 secara bergilir di Wilayah Kabupaten Purworejo.
Pengajian rutin Selapanan Sabtu Pon, diadakan setiap 35 hari sekali pada hari Sabtu Pon, pukul 09.00 secara bergilir di Wilayah Kabupaten Kebumen.
Pengajian rutin Selapanan Kamis Pahing, diadakan setiap 35 hari sekali pada hari Kamis Pahing, pukul 09.00 di Masjid Ash-Shoffi Kauman, Salaman, Magelang.
Pengajian rutin Selapanan Kamis Wage, diadakan setiap 35 hari sekali pada hari Kamis Wage, pukul 09.00 di Masjid Baitul Makmur Tanggulboyo, Tempuran, Magelang.
Pengajian rutin Selapanan Rabu Kliwon, diadakan setiap 35 hari sekali pada hari Rabu Kliwon, pukul 09.00 di Masjid Salafiyah Wareng, Butuh, Purworejo.
Pengajian rutin Selapanan Sabtu Kliwon, diadakan setiap 35 hari sekali pada hari Sabtu Kliwon, pukul 09.00 di Pondok Pesantren Roudlatul Muttaqien Jangkrikan, Kepil, Wonosobo.
Pengajian rutin Selapanan Selasa Kliwon, diadakan setiap 35 hari sekali pada hari Selasa Kliwon, pukul 14.00 di Masjid Baiturrohman Sarwodadi, Gadingrejo, Kepil, Wonosobo.
Mujahadah Kliwonan, diadakan setiap Malam Jum’at Kliwon Pukul 22.00 di Makam Bulus, Gebang, Purworejo.
Kegiatan rutin ziarah Makam Auliya’/ ‘Ulama dan Pejuang setiap tahun.
Beberapa pengalaman organisasi KH. Achmad Chalwani :
Beliau pernah menjadi:
Jabatan sekarang:
Pondok Pesantren An-Nawawi didirikan dengan maksud dan tujuan sebagai berikut :
Menanamkan dan meningkatkan ruhul islam dalam perikehidupan perseorangan/individu maupun kelompok masyarakat berdasarkan keikhlasan dalam mengamalkan syari’at islam.
Menyebarkan misi islam melalui dakwah yang bertanggung jawab terhadap masyarakat luas.
Mendidik dan membina santri untuk menjadi manusia yang bertaqwa, berkepribadian tangguh, berwawasan dan trampil, sehingga mampu menjalankan tugas dan kewajibannya dalam beragama, berbangsa dan bernegara
Mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pembekalan ilmu agama dan ilmu pengetahuan secara utuh dan terpadu sehingga memungkinkan pola hidup santri yang religius dan ilmiah.
Dalam upaya untuk meningkat aktifitas pondok pesantren, maka pada saat kepemimpinan pondok pesantren dipegang oleh KH. Achmad Chalwani, disusun suatu organisasi yang lebih efektif dari sebelumnya. Organisasi yang dibentuk adalah :
Yaitu Organisasi yang bertugas mengatur kebijakan sentral pondok pesantren. Organisasi ini terdiri dari: Kepala, Sekretaris, Logistik dan Bagian Pendidikan dan Pengajaran.
Yaitu Organisasi yang bertugas mengatur kehidupan pondok pesantren dalam praktek kesehariannya. Organisasi ini meliputi: Kepala Bagian Keamanan dan Ketertiban, Kepala Bagian Sosial Kemasyarakatan, Kepala Bagian Penerangan, Kepala Bagian Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan.
Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan diasuh oleh KH. Achmad Chalwani. Selain terjun langsung dalam membimbing dan mendidik santrinya, KH. Achmad Chalwani juga memberikan kepercayaan kepada beberapa orang ustadz untuk membantunya. Para ustadz ini bertanggung jawab penuh terhadap jalannya program pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren.
Selain itu mereka juga dibantu ustadz pembantu atau sering disebut dengan “Badal”. Ustadz pembantu ini hanya mengajar sewaktu-waktu, misalnya apabila ada ustadz yang berhalangan, maka ustadz pembantu inilah yang bertugas menggantikannya. Ustadz pokok dan badal adalah para santri senior yang telah menyelesaikan pendidikan madrasah dan dipandang cukup memiliki kemampuan untuk menyampaikan materi pelajaran. Sistem pengangkatan guru atau ustadz yang demikian, dimaksudkan untuk menghindari kekosongan pelajaran dan sekaligus sebagai ajang pengkaderan dan juga sebagai wahana latihan sebelum mereka terjun di masyarakat nantinya
Saat ini santri Pondok Pesantren Putra An-Nawawi Berjan Purworejo sejumlah + 1.500 orang, terdiri dua maca santri, yaitu :
Santri Mukim yaitu murid-murid yang berasal dari daerah jauh dan menetap di dalam pondok pesantren.
Santri Kalong yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa sekitar pesantren dan tidak menetap di pondok pesantren, namun jumlahnya sangat sedikit
Aktivitas yang dimaksud di sini adalah seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh para santri dalam rangka meningkatkan pengetahuan, baik keguatan itu berupa pengajuan-pengajian, kursus-kursus, sekolah dan lain sebagainya. Aktifitas santri ini terbagi menjadi 2 (dua) macam:
Adalah segala aktifitas yang berada di dalam pondok pesantren. Aktifitas ini secara garis besar terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu :
Pendidikan madrasah atau yang dalam pendidikan umum dikenal dengan kokurikuler, diselenggarakan setelah Jama’ah Sholat ‘Isya/jam 20.00 WIB sampai dengan jam 22.30 WIB
Pengajian Ba’da Shubuh
Pengajian Ba’da Dhuhur
Pengajian setelah selesai madrasah atau jam 22.30 s/d 24.00 WIB
Pengajian Kamar setiap ba’da Maghrib
Musyawaroh / Diskusi kelas setiap ba’da Ashar, membahas secara bersama-sama materi pelajaran yang telah diajarkan.
Pengajian Sistem Sorogan (Less Person), untuk memberi kesempatan pada santri dalam menambah materi pelajaran yang diinginkan.
Pengajian Bandongan, yaitu pengajian luar madrasah dengan system kelompok / kolektif dan wajib diikuti oleh semua santri sesuai dengan kelas dan tingkatannya.
Pengajian khusus bagi santri yang tidak mengikuti pendidikan umum, setiap pagi hari.
Pendidikan Ekstrakurikuler
Aktifitas ini tidak hanya terbatas pada kegiatan keagamaan saja, akan tetapi para santri juga ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh masyarakat, seperti : kerja bakti, bakti sosial, khitanan massal dan lain sebagainya. Melalui aktifitas ini diharapkan akan terjalin hubungan yang harmonis antara pondok pesantren dengan masyarakat disekitarnya.
Selain itu, dalam rangka mempererat hubungan kedua pihak, para santri juga mengikuti berbagai bentuk perlombaan olahraga yang diselenggarakan oleh desa. Dari kenyataan tersebut, nampak benar kemanfaatan yang dirasakan kedua belah pihak, pihak masyarakat secara langsung mendapat sentuhan nilai-nilai islam yang diemban oleh pondok pesantren, pihak pondok pesantren mendapat tempat tersendiri dimata masyarakat. Selain itu para santri dapat mengkaji lebih dalam dari nilai-nilai yang didapat langsung dari pergaulannya dengan masyarakat sebagai bekal ketika kembali ke kampung halamannya. (MS)
Sumber: https://www.annawawiberjan.or.id/p/blog-page_62.html