Pondok Pesantren Modern Ummul Qurro Al Islami berlokasi di Jl. Moh Noh Noer Rt.004/004 Kp. Banyusuci, Desa, Leuwimekar, Kec. Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16640. Berikut profil lengkapnya.

Nama Ummul-Quro diambil dari julukan kota Mekkah di Saudi Arabia. Maksud pendiri mengambil nama ini adalah untuk tabarrukan (mengambil keberkahan) dari kota suci Mekkah yang selalu dibanjiri oleh kaum Muslimin dari segala penjuru dunia.

Yang dimaksud dengan tabarrukan (mengambil keberkahan) oleh pendiri pesantren di sini adalah agar pesantren ini juga selalu dibanjiri oleh kaum muslimin yang datang dari berbagai penjuru daerah di seluruh tanah air, bahkan tidak menutup kemungkinan juga datang dari luar Indonesia untuk menuntut ilmu di pesantren ini. Kata “Al-Islami” setelah Ummul-Quro digunakan untuk memberikan ciri khas dan penegasan sebagai lembaga pendidikan Islam.

Pesantren Modern Ummul-Quro Al-Islami memulai tonggak sejarahnya pada tanggal 21 Juli 1993 atau bertepatan dengan 1 Muharram 1413 H dengan ditandai oleh peletakan batu pertama fondasi masjid pesantren yang dilakukan oleh Ro’is NU cabang Bogor KH. Muhtar Royani (pimpinan Pesantren Riyadul Aliyah Cisempur, Caringin Bogor), dan yang dihadiri juga oleh para pegawai MUSPIKA (Bapak Camat, DANRANMIL, Kapolsek) serta sebagian ulama sekitar dan beberapa ulama Jawa Timur.

Secara resmi pesantren ini mulai beroperasi pada tanggal 10 Juli 1994, dengan pimpinan pesantrennya adalah KH. Helmy Abdul Mubin, Lc. (penggagas sekaligus pendiri). Beliau adalah seorang ulama yang berasal dari kepulauan Madura Jawa Timur. Alumni Pesantren Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur dan beliau meraih gelar sarjananya dari University of Medina, Saudi Arabia.

Visi dan Misi Pesantren

Visi: Terwujudnya generasi Islam yang unggul dalam prestasi, berakhlak mulia, beramal saleh, dan tekun beribadah sesuai ajaran Ahlu sunnah wal jamaah

Misi:

Pimpinan sekaligus pendiri Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami adalah KH. Helmy Abdul Mubin, Lc. Beliau tidak tahu secara pasti tanggal kelahirannya. Hal ini terjadi karena orang tua beliau tidak biasa menulis tanggal lahir anaknya.

Namun demikian secara administratif di kartu tanda penduduk juga ijazah, putra Madura ini menggunakan tanggal lahir 23 Maret 1956. Anak pertama dari empat bersaudara pasangan almarhum Abdul Mubin dan Musyaroh ini menghabiskan masa kecilnya di Prenduan Madura. Setelah lulus SD Pragaan di Sumenep, beliau pun melanjutkan pendidikannya ke Pondok Modern Gontor di Ponorogo, Jawa Timur.

Masa belajar di Gontor merupakan kenangan indah sekaligus menyedihkan. Sebagai anak yang baru lulus Sekolah Dasar, Helmy kecil berangkat ke Ponorogo tanpa diantar orang tua. “Saya berangkat ke Gontor sendiri”, kata lulusan Gontor tahun 1973 tersebut.

Sang Ayah hanya memberi uang secukupnya dan menyertakan doa agar dia sampai dengan selamat di Gontor. Anak yang sudah ditinggal wafat oleh ibu tersebut harus menyeberang selat Madura sendiri tanpa ditemani sanak saudara. Sebuah awal perjuangan yang sangat berat.

Selama enam tahun belajar di Gontor, ayahnya tidak pernah sekali pun datang menjenguk. Meski merasa sedih namun keadaan ini dimaknainya sebagai ujian. Baginya sudah diizinkan sekolah ke Gontor saja sudah merupakan sebuah hadiah yang teramat indah. Dia tidak mau mengharap sesuatu yang bisa memberatkan orang tua. Ayahnya tidak mungkin menelantarkan. Beliau tidak datang menjenguk ke Gontor tentu dengan alasan yang sangat kuat.

Meskipun tidak pernah dijenguk orang tua, Helmy muda tidak terpuruk. Dia masih mampu berprestasi di Gontor. Ini terbukti dengan surat penunjukan pesantren kepadanya untuk mengabdi di Gontor setelah menamatkan Aliyah. Satu tahun penuh Helmy muda mengabdikan diri di almamaternya.

Ternyata menjadi ustadz lebih berat dari pada menjadi santri. Meski tidak diberi uang honor mengajar, beliau tetap melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab. “Selama menjadi guru di Gontor saya hanya diberi uang bulanan untuk cukur”. Kalimat ini sering beliau sampaikan untuk memotivasi guru-guru agar tidak menjadikan pengabdian di pesantren sebagai ajang mencari uang.

Setahun menjadi ustadz di Gontor, remaja yang ditinggal bersama ayah dan ibu tiri ini memilih pulang kampung. Selama di Sumenep, Helmy muda mengajar di Al-Amien, pesantren modern di Madura yang dipimpin oleh alumni Gontor. Terhitung hanya tiga bulan dia mengabdi di Al-Amin untuk kemudian hijrah ke Jakarta.

Di ibu kota Negara, alumni Gontor itu mengajar di pesantren Darurrahman. Darurrahman menjadi kawah candra di muka kedua baginya setelah Gontor. Jika di Gontor dia belajar menjadi santri, di Darurrahman dia belajar menjadi ustadz. Keadaan beliau saat itu masih sulit, “Pagi hari saya mengajar di Darurrahman, malam saya mencari tambahan menjadi kernet angkot”. Tutur beliau mengenang masa-masa awal di Jakarta.

Meski demikian ustadz Helmy selalu berusaha untuk berbuat yang terbaik bagi pesantren. Beliau tidak pernah perhitungan dalam bekerja. Kinerja Ust. Helmy yang dikenal baik oleh kalangan santri dan guru menjadi salah satu alasan pimpinan Pesantren Darurrahman untuk mengangkatnya menjadi koordinator di pesantren cabang Darurrahman.

Ustadz Helmy yang mendapat gelar Lc dari Universitas Madinah setelah menempuh masa pendidikan empat tahun, pindah ke Bogor. Beliau memulai tugas sebagai koordinator pesantren Darurrahman II yang terletak di desa Sibanteng kabupaten Bogor. Di Bogor inilah Ust. Helmy yang sudah memiliki dua orang putri dari pernikahannya dengan Fatmah Noor belajar mengelola pesantren.

Meski hanya seorang koordinator yang masih bertanggung jawab langsung kepada pimpinan pesantren, Ust. Helmy tidak setengah hati dalam membangun Darurrahman II. Pengorbanan beliau terbayar dengan semakin banyaknya santri yang mondok di pesantren tersebut. Pada tahun 1992, tercatat lebih dari seribu santri belajar di Darurrahman II.

Seiring dengan waktu, Ust. Helmy memutuskan untuk keluar dari Darurrahman. Beliau ingin mewujudkan cita-cita memiliki pesantren sendiri. Harapan tersebut menjadi nyata ketika pada tanggal 1 Muharrom 1414 H beliau melaksanakan tasyakuran peletakan batu pertama pesantren yang diberi nama Ummul Quro Al-Islami.

Sistem pesantren modern dengan kurikulum integrasi dianggap menjadi pilihan rasional untuk merealisasikan visi dan misi. Santri diberi modal ilmu agama serta umum agar setelah lulus bisa berbaur dengan segala lapisan masyarakat.

Dengan modal ilmu agama mereka bisa menjadi guru ngaji di kampungnya, menjadi imam di masjid atau mendirikan majlis ta’lim. Demikian juga ilmu umum bisa digunakan untuk meneruskan pendidikan formal sehingga bisa mengisi berbagai lini dalam sendi kehidupan.

Program pendidikan PM. UQI meliputi jenjang Tsanawiyah dan Aliyah. Dua jenjang yang dipersatukan dalam atap kebijakan pesantren tentang wajib belajar enam tahun. Santri regular – lulusan SD atau MI –belajar di Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami selama enam tahun.

Sedangkan santri program intensif – lulusan SMP atau MTS – melaksanakan masa pendidikan selama empat tahun. Satu tahun pertama mereka lalui di kelas persiapan untuk memperdalam ilmu agama juga bahasa Arab dan Inggris.

Santri yang berhenti setelah tamat Tsanawiyah tidak dianggap sebagai alumni PM. UQI. Alumni yang diakui dan tercatat dalam buku besar pesantren adalah santri yang menamatkan program pendidikan sampai Aliyah. Oleh karena itu, hanya santri yang tamat Aliyah mendapatkan ijazah pesantren. Adapun santri yang berhenti setelah tamat Tsanawiyah hanya mendapat ijazah negri.

UQI menerima santri/santriwati pindahan dari pesantren lain yang satu system. Mereka bisa diterima di PM. UQI setelah menempuh tes masuk yang diselenggarakan oleh Panitia Penerimaan Santri Baru.

Santri/santriwati pindahan dapat meneruskan pendidikan sesuai dengan kelas di pesantren terdahulu setelah dinyatakan lulus dalam tes. Apabila tidak lulus, maka santri/santriwati tersebut ditempatkan di kelas yang lebih rendah. Adapun pindahan dari sekolah umum, baik SMP atau SMA, yang bersangkutan harus mengulang pendidikan dari awal.

Pindahan SMP harus mengulang dari kelas 1 MTs, dan pindahan SMA harus mengulang dari kelas 1 Program Khusus. Hal ini dikarenakan kurikulum PM. UQI tidak sama dengan kurikulum sekolah umum.

Muatan lokal di Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami bukan sekedar ciri khas tapi juga merupakan kekuatan. Pelajaran Tafsir dan Hadits tidak menggunakan buku paket dari Depag, tapi disusun sendiri oleh pesantren. Demikian juga pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang ditulis dalam bahasa Inggris.

Dengan menggunakan metode talking dalam pelajaran Tafsir, Hadits dan History of Islam, santri diharapkan bisa berceramah dengan bahasa Inggris. Ini merupakan poin utama di PM. UQI sebagaimana cita-cita pendirian pesantren.

Berkat sistem pendidikan yang memadukan antara pesantren dan sekolah umum, alumni PM. UQI bisa meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi baik di Indonesia maupun di luar negri. Dengan ijazah pesantren yang syarat akan muatan ilmu agama, banyak alumni PM. UQI yang kuliah di Timur Tengah.

Di Mesir, puluhan alumni menempuh pendidikan S1 dan beberapa sedang study S2 di Universitas Al-Azhar. Di Yaman, belasan alumni belajar di Universitas Al-Ahghaf. Demikian juga di Oman, Libia, Sudan dan Maroko. Untuk wilayah Eropa, tercatat 2 negara yang menjadi tempat menempuh pendidikan tinggi alumni PM. UQI; Turki dan Jerman. Mereka bisa diterima di dua negara tersebut dengan modal ijazah negri dan bahasa internasional.

Di dalam negri, alumni PM. UQI banyak yang kuliah di Perguruan Tinggi Negri baik yang umum atau Islam. Mereka diterima melalui jalur SMPTN. Sebagian menempuh jalur mandiri. Alumni yang tidak berhasil menembus tes masuk perguruan tinggi negri, kuliah di berbagai perguruan tinggi swasta sesuai dengan minat dan bakat.

Sebagian alumni tidak berminat meneruskan pendidikan di perguruan tinggi. Mereka memilih untuk menimba ilmu di pesantren salafiyah. Kelompok ini sangat haus ilmu agama. Mereka mencari pesantren salafiyah yang bisa memenuhi dahaga ilmu. Pesantren Al-Falah di Ploso Kediri dan Pesantren Sunan Kalijogo di Jabung Malang menjadi persinggahan mereka.

Formal

Non Formal

Pengajian Kitab dan Alquran

Aadapun kajian kitab yang dipelajari di Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami diantaranya seperti:

Kesenian

Olahraga

Umum

Demikian profil Pondok Pesantren Modern Ummul Qurro Al Islami Bogor. Semoga bermanfaat. (AL)

Sumber: http://pp-ummulquro.com/

 

Leave a Response