IQRA.ID, Jakarta – Dalam rangka memperingati Hari Santri 22 Oktober 2021, Wahid Foundation menggelar C-Talk spesial Hari Santri yang mengusung tema The Power of Santriwati “Santriwati berdaya, Indonesia Damai”, pada Sabtu (23/10) siang.
Webinar yang dikemas dalam bentuk talk show ini menghadirkan narasumber dari dua figur santriwati. Keduanya saat ini berkiprah multi-profesi, yaitu membangun inisiatif atau gerakan sosial yang berdampak di masyarakat.
Selain itu, juga menghadirkan dua figur santriwati berprestasi dari Ujung Timur Indonesia, Papua dan Ujung Barat Indonesia, Aceh. Mereka memberikan testimoni dan pengalaman menjadi santriwati di dua wilayah yang berbeda.
Webinar ini bertujuan untuk mempromosikan kontribusi santri perempuan dalam kiprah–kiprah dan karya–karya yang memberikan dampak langsung kepada masyarakat. Di samping juga mengajak masyarakat untuk memberikan perhatian kepada kiprah santri perempuan di Indonesia.
Dalam sambutannya sebagai Keynote Speaker, Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid menyampaikan bahwa santriwan dan santriwati sangat dibutuhkan perannya hari ini di tengah tantangan besar yang dihadapi saat ini oleh umat manusia. Salah satu tantangan besar tersebut adalah menguatnya persoalan identitas di dunia, baik itu identitas agama, kelompok, agama, dan sebagainya.
“Kita sama-sama tahu, yang namanya santri, baik santriwan maupun santriwati perannya sangat dibutuhkan hari ini, mengingat tantangan besar hari ini yang sedang dihadapi oleh umat manusia. Salah satu tantangan besar, misalnya, naiknya persoalan identitas. Baik itu identitas agama, identitas ras, identitas politik, dan lain sebagainya,” ujar Yenny.
Yenny juga menyebutkan bahwa menguatnya identitas tersebut dibarengi dengan kecenderungan mengedepankan identitas mereka sendiri dan membuat orang lain terdiskriminasi.
Ia mencontohkan, banyak orang kulit hitam mendapat perlakuan diskriminatif di Amerika. Mereka kemudian mengenal Islam yang pada dasarnya mengajarkan kesetaraan dan persamaan. Semua orang dianggap sama di mata Islam, yang membedakan hanya derajat ketakwaannya.
Selain itu, Yenny juga mengungkapkan bahwa webinar memperingati Hari Santri kali ini mengangkat tema perempuan karena sampai hari ini perempuan masih butuh difasilitasi. Hal ini karena masih banyak sekali hambatan-hambatan yang menghadang perempuan, baik dari sisi eksternal maupun internal perempuan sendiri.
“Dari sisi eksternal masih ada salah konsep tentang kodratlah, bahwa perempuan kodratnya adalah di rumah tangga. Ada beban ganda, bahwa mengurus rumah tangga adalah urusan rumah tangga. Sementara dari sisi internal masih berpikir bahwa ia tidak bisa mencapai posisi tertentu,” ungkap Yenny.
Sementara itu, Agustina Untari, Anggota Kepolisian Republik Indonesia menceritakan pengalamannya sebagai seorang alumni pesantren yang juga seorang anggota polisi. Ia mengatakan bahwa pernah terjadi sedikit kendala ketika masuk Polri karena ijazahnya berbahasa Arab.
Namun, kata Untari, hal itu tidak menjadi masalah, sebab Kepolisian Republik Indonesia memahami bahwa pelajaran yang diterima santri di pesantren sama dengan sekolah umum.
“Ramai di media yang mengatakan bahwa saya pernah terkendala masuk kepolisian karena ijazah saya dari pesantren. Kebetulan waktu itu ijazah saya berbahasa Arab. Sebetulnya yang dipertanyakan adalah soal pelajaran umumnya, karena asumsinya di pesantren pelajaran agamanya yang lebih dominan,” ujar Untari.
Namun, pihak kepolisian waktu itu (Polda Jatim) memahami betul bahwa ijazah pondok pesantren sama dengan ijazah sekolah umum. Atas izin Allah, saya diterima menjadi Anggota Kepolisian Republik Indonesia sampai saat ini,” jelasnya alumni Pesantren Gontor itu.
Selain Agustina, Webinar ini juga menghadirkan pemateri lainnya yaitu Farihatul Qamariyah, Pengurus Pontren AlQomar Mempawah Kalbar yang juga merupakan Co-Founder & CEO @hellobcr.
Hadir juga dua orang testimoni, Aminatussadiyah Sadiyah seorang santri perempuan dari Papua dan Cut Rahma Rizki seorang santri perempuan dari Aceh yang juga Pegiat Astronomi Islam. Webinar ini dimoderatori oleh Neng Lia Presenter TV9 dan dihadiri kurang lebih 100-an peserta dari berbagai komunitas, lembaga, dan pesantren di Indonesia. (Deni Gunawan/MZN)