Sejumlah kiai menyambut baik ide dan usulan untuk menjadikan perempuan dan anak-anak korban kekerasan seksual sebagai orang yang berhak menerima zakat. Di antara kiai yang menyambut baik gagasan tersebut adalah Kiai Husein Muhammad, Kiai Faqih Abdul Kodir, dan Kiai Imam Nakha’i.
Ketiga kiai tersebut memang dikenal publik sebagai kiai yang memiliki perhatian khusus terhadap isu-isu seputar keadilan gender. Kiai Husein adalah penulis buku “Fiqh Perempuan” sekaligus pendiri Fahmina Institute yang sudah berpuluh-puluh tahun mengadvokasi masyarakat berkaitan dengan isu keadilan gender.
Sedangkan Kiai Faqih adalah penggagas qiraah mubadalah yang menulis disertasi berjudul “Interpretasi Abu Syuqqah Terhadap Teks-Teks Hadis untuk Penguatan Hak-Hak Perempuan dalam Islam”. Pemikiran Kang Fakih tentang perempuan menginspirasi banyak aktivis gender.
Adapun Kiai Imam Nakha’I adalah seorang dosen di Ma’had Aly Situbondo Jawa Timur yang juga seorang komisioner Komnas Perempuan. Pengalamannya di dalam mengadvokasi hal-hal yang berkaitan dengan perempuan tentu tidak diragukan lagi.
Sebelumnya, gagasan mengenai pemberian zakat bagi perempuan dan anak-anak korban kekerasan seksual dilontarkan oleh Yulianti Muthmainnah. Ia adalah ketua Pusat Studi Islam Perempuan dan Pembangunan (PSIPP) ITB Ahmad Dahlan, Jakarta.
Dalam diskusi on line bertajuk “Dukungan Filantropi untuk Korban Kekerasan Seksual” yang diadakan Lembaga Pengkajian Hadis el-Bukhari Institute bersama Yayasan Keadilan dan Perdamaian Indonesia (YKPI) pada Kamis, (9/12/2021) ia mengungkapkan bahwa perempuan dan anak-anak korban kekerasan masuk ke dalam setidaknya empat golongan yang berhak menerima zakat. Keempatnya adalah fakir, miskin, riqab, dan fi sabilillah.
Alasan korban kekerasan masuk pada golongan orang fakir adalah karena keterbatasan akses dan kebutuhan. Para korban kekerasan mengalami situasi terpuruk yang menimpa fisik, psikis, dan materi.
Bahkan kalaupun mereka memiliki akses dan kemampuan mereka masih rentan mengalami keterbatasan, seperti dipecat dari pekerjaan atau dikeluarkan dari sekolah. Inilah mengapa mereka masuk ke dalam golongan miskin.
Mereka masuk golongan riqab karena mereka menjadi korban perbudakan modern, korban kekerasan, KDRT, kekerasan, perdagangan manusia, dan lain-lain. Perempuan dan anak korban kekerasan juga masuk kategori fi sabilillah karena mereka sedang berjuang untuk keluar dari garis kezaliman dan kemungkaran.
Selain didukung oleh sejumlah kiai, gagasan tersebut juga mendapat respons yang positif dari LAZISMU dan BAZNAS. (Moh. Salapudin)