IQRA.ID – Belakangan ramai polemik tentang wacana sertifikasi penceramah agama yang digagas oleh Kementerian Agama (Kemenag). Namun, ternyata hal itu telah diklarifikasi langsung oleh pihak Kemenag, bahwa yang digagas merupakan program penceramah bersertifikat. Lalu apa bedanya Sertifikasi Penceramah dan Penceramah Bersertifikat?
Menurut Dirjen Bimas Kemenag Kamaruddin Amin, penceramah bersertifikat adalah program peningkatan kapasitas penyuluh agama dan penghulu yang dilalukan Dirjen Bimas Islam. Saat ini tercatat ada sekitar 50 ribu penyuluh dan 10 ribu penghulu di Indonesia.
Untuk mengoptimalkan layanan, mereka secara bertahap ditingkatkan kapasitasnya di bidang literasi tentang zakat, wakaf, moderasi beragama. Setelah mengikuti kegiatan peningkatan kapasitas, mereka mendapatkan sertifikat.
“Jadi ini sertifikasi biasa yang tidak berkonsekuensi apa-apa. Jadi, bukan sertifikasi profesi sehingga ini tidak berkonsekuensi wajib atau tidak. Bukan berarti yang tidak bersertifikat tidak boleh berceramah; atau yang boleh berceramah hanya yang bersertifikat. Sama sekali tidak begitu,” ujar Kamaruddin.
“Ini hanya kegiatan biasa yang ingin memberikan afirmasi kepada penceramah kita, ingin memperluas wawasan mereka tentang agama dan ideologi bangsa. Jadi ini bukan sertifikasi, tapi penceramah bersertifikat,” lanjutnya, seperti dikutip dari situs resmi Kemenag, Senin (07/09).
Kamaruddin menambahkan, penceramah bersertifikat berlaku untuk penceramah semua agama. Namun, program ini tidak bersifat wajib atau mengikat. Dalam pelaksaannya, Kemenag berperan sebagai fasilitator dan koordinator.
Program Penceramah Bersertifikat adalah arahan Wapres Ma’ruf Amin, yang juga Ketua Umum MUI. Tahun ini, target peserta program ini adalah 8.200 penceramah, terdiri 8.000 penceramah di 34 provinsi dan 200 penceramah di pusat.
Program Penceramah Bersertifikat ini didesain melibatkan banyak pihak, antara lain: Lemhanas, BPIP, BNPT, MUI, dan ormas lainnya. (Anggun/Khoiron/MZN)