Salah satu jalan untuk dapat memutus ikatan pernikahan adalah melalui talak. Suami memiliki wewenang mentalak istri sampai tiga kali. Istri yang ditalak satu atau dua (raj’i) dapat dirujuk kembali tanpa harus melakukan pernikahan, beda halnya istri yang ditalak tiga (bain).

Istri yang ditalak bain, tidak dapat rujuk kecuali dengan adanya muhallil (pihak ketiga) yang sudah menikahi istri dengan pernikahan yang sah. Namun, bagaimana jika suami langsung mentalak tiga? Apakah jatuh talak tiga?

Syekh Wahbah Zuhaili dalam kitabnya al-Fikhul Islam wa Adillatuhu (Juz 9: 368) menjelaskan mengenai suami yang menjatuhkan talak tiga sekaligus. Dalam kitab itu dijelaskan bahwa imam empat mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali) sepakat mengenai jatuhnya talak bagi suami yang mentalak tiga sekaligus.

Pendapat ini juga selaras dengan pendapat mazhab Imam Daud al-Dzahiri. Hal ini berlaku untuk suami baik sudah pernah berhubungan badan dengan istri maupun tidak. Sebagaimana dalam keterangan berikut:

Ulama empat mazhab beserta mazhab dzahiriah sepakat mengenai jatuhnya talak tiga yang diucapkan sekaligus, seperti dalam perkataan suami ‘kamu saya talak tiga’. Talak ini berlaku kepada istri baik sudah pernah disetubuhi maupun tidak. Dihukumi demikian karena talak tiga merupakan talak yang dapat terjadi kepada istri.”

Ulama empat mazhab memang sepakat mengenai jatuhnya talak tiga sekaligus. Namun, masih terjadi perbedaan pendapat di antara ulama: Apakah menjatuhkan talak tiga sekaligus sesuai dengan ajaran nabi?

Dalam hal ini, ulama terbagi menjadi dua kelompok.  Syekh Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid (Juz 2: 52) menjelaskan mengenai perbedaan pendapat ulama tersebut.

Pertama, Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa pelaksanaan talak tiga sekaligus telah sesuai dengan sunnah (ajaran) nabi. Mereka berargumen dengan suatu hadis yang menceritakan bahwa sahabat al-Ajlany menjatuhkan talak tiga sekaligus di hadapan nabi. Pada saat itu nabi tidak melarang perbuatan sahabat tersebut.

Kedua, Mazhab Maliki berpendapat bahwa pelaksanaan talak tiga sekaligus tidak sesuai dengan sunnah (ajaran) nabi. Mereka berpendapat bahwa suami yang menjatuhkan talak tiga sekaligus tidak mengambil rukhsah yang Allah tetapkan pada setiap kali mentalak.

Mazhab ini juga menanggapi dalil yang dipaparkan oleh Mazhab Syafi’i dengan beralasan bahwa perbuatan sahabat al-Ajlany diperbolehkan karena jatuh setelah adanya sumpah li’an (sumpah untuk tidak melakukan hubungan suami-istri).

Menurut Syekh Ibnu Rusyd pendapat yang lebih unggul dan lebih jelas adalah pendapat Mazhab Maliki. Hal ini, sebagaimana dalam perkataan beliau berikut:

Menurut saya pendapat mazhab Maliki lebih jelas dari pendapat mazhab Syafi’i. Wallahu a’lam.”

Menurut Pasal 120 Kompilasi Hukum Islam (KHI) penjatuhan talak tiga sekaligus dihukumi tidak sah. Hal ini karena penjatuhan talak ba’in kubra menurut pasal tersebut harus dilakukan secara bertahap. Talak yang dijatuhkan sekaligus tidak sama dengan penjatuhan talak tiga secara bertahap.

Jika jatuh talak, lalu dirujuk, setelah itu ditalak lagi, kemudian dirujuk lagi, kemudian ditalak, ini baru disebut tiga kali. Artinya suami masih mempunyai kesempatan untuk rujuk.

Mematuhi peraturan hukum negara ini tidak berarti menentang keputusan yang telah disepakati oleh empat imam mazhab. Karena keputusan hukum dapat dikatakan maslahat apabila sesuai dengan konteks zamannya.

Sementara, kemaslahatan di setiap zaman berbeda-beda sebab adanya perubahan ‘urf/adat-istiadat dan kondisi manusia. Sebagaimana dalam kaidah fikih:

Hukum berubah sesuai dengan perubahan zaman dan tempat.”

Keputusan negara ini diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi manusia dengan menjaga ikatan perkawinan dan melindungi kemaslahatan anak-anak. Namun, karena menurut mayoritas ulama talak tiga sekaligus dihukumi terjadi maka alangkah baiknya bagi para suami untuk bersikap hati-hati dengan tidak mudah mengucapkan talak tiga. Demikian. Wallahu a’lam,

Leave a Response