Dalam buku Margaret Smith yang berjudul “Rabiah the Mystic and Her Fellow-Saint in Islam” yang diterjemah oleh Jamilah Barja yang berjudul “Rab’iah Pergulatan Spiritual Perempuan”, mengupas tentang spiritual perempuan sufi, khususnya Rabi’ah al-Adawiyah. Namun, ada juga perempuan sufi lainnya. Ia adalah Sya’wanah, perempuan sufi yang selalu menangis.
Sya’wanah salah satu sufi perempuan yang berasal dari Persia. Ia tinggal di Ubulla. Dikisahkan, ia memiliki suara indah, dan sering berbicara dengan nada melodi. Sya’wanah perempuan sufi gemar beribadah, dan dikenal perempuan sufi yang selalu menangis. Bahkan membuat temannya merasa khawatir.
“Buta mata di Dunia lebih baik dari pada buta mata di akhirat karena siksa api neraka,” ungkapnya.
Fudhayl bin Iyadh salah seorang sahabat Sya’wanah. Suatu hari ia datang bertamu, dan meminta Sya’wanah agar mendoakan dirinya. Lalu Sya’wanah berkata kepadanya “Wahai Fudhayl, adakah masalah antara dirimu dengan Allah, sehingga untuk berdoa pun engkau menginginkan aku sebagai perantaranya?” Saat mendengar jawaban itu, Fudhayl menangis sejadi-jadinya, lalu tak sadarkan diri.
Suatu malam Sya’wanah bermimpi. Ada seseorang yang mengatakan kepadanya ”Hapuslah air matamu apabila engkau bersedih hati, sebab kesedihanmu itu akan menyembuhkan kepedihan-kepedihan lainnya. Berpuasa terus menerus akan membuatmu kurus, sebab kurus badan itu sebagai tanda bukti hasil dari ketaatan.”
Menurut al-Ghazali berikut ini doa-doa yang sering diucapkan Sya’wanah ketika berdua dengan Rabb-nya:
Ya Allah betapa besar rinduku untuk bertemu denganMu
Dan berapa besar harapanku pada ganjaranMu
Engkau Mahaagung, bersamaMu tak kan pernah ada kecewa
Wahai, harapan dari segala harapan
Tak pernah ada frustasi denganMu
KesenanganMu adalah bagi yang rindu padaMu
Ya, Allah, andaikan aku tak berharga di hadapanMu
Dan ibadatku tidak mendekatkan padaMu
Meskipun kelemahanku adalah pengakuan dosa-dosaku
Siapakah yang mampu menghapus dosa selainMu
Dan jika engkau menghukum, siapakah yaang lebih dahsyat
Dari pada diri-Mu?
Ya Allah, air mataku telah mengalir
Sebab jiwaku mencari-cariMu
Dan wahai kepedihan di jiwa ini, betapa andaikan ia bahagia
Ya Allah, jangan engkau biarkan hidupku meruntuhkan iman
Dan jangan engkau putuskan rahmatMu hingga kematian
Menjemputku, aku berharap selalu yang memiliki kebaikan
Menyertaiku di sepnjang hidupku
Akan selal dekat dengan ampunanmu
Di saat-saat ajal menjelang
Ya Allah, andaikan dosa-dosaku telah menakutkanku
Sungguh cintaku padaMu telah melindungiku
Ya Allah andaikan bukan karena pengakuan dosa-dosaku
Yang telah kulakukan, aku tidak kan takut
Akan hukuman-hukumanMu dan andaikan aku tak tahu
Betapa besar Rahmat-Mu, tentunya aku tidak akaan mengharap (pahala) ampunanmu.
Syair di atas mengungkapkan bagaimana cintanya Sya’wana kepada Rabb-nya.
Sya’wana, sang sufi yang suka menangis. Ia menangis bukan lantaran ia ditinggal kekasih hati dan keluarga tercintanya, melainkan saking merenungi dosa-dosa dan rindunya ia kepada Rabb-nya. Sya’wana mengatakan bahwa ia akan menangis hingga air matanya kering, bahkan lebih menangis lagi hinga darahlah yang menggantikan air matanya.
Sya’wanah mengajarkan kepada kita, bagaimana menjadi hamba yang ikhlas dan mampu merenungi dosa-dosa dengan menangis. Ketika ia rindu kepada Rabb-nya ia luapkan dengan cara menangis, karena dengan menangis manusia akan men-tadabburi tujuan hidup di dunia ini.