Ulama-ulama nusantara pada paruh abad 18 dan 19 merupakan abad kejayaan keilmuan nusantara di berbagai bidang pengetahuan, yang juga ikut menyumbang perkembangan Islam pada abad 19 bisa dianggap sebagai abad kejayaan ulama nusantara di Hadramaut. Peran ulama nusantara dalam perkembangan Islam di dunia juga cukup banyak mewarnai, dari berbagai bidang pengetahuan seperti fikih, tasawuf, muamalah sampai kesenian.
Begitu masyhurnya ulama nusantara, sederet karya yang juga tak jarang dikagumi oleh berbagai ulama lain di Mekah sebagaimana karya Syekh Ibrahim al-Khulushi al-Sumbawi dalam bidang kesenian yaitu kaligrafi mendapat banyak pujian dari berbagai kalangan. Hasil salinan beliau atas teks Maulid Syaraf al-Anam yang menggunakan aksara Arab bercorak tsulusi, dengan hiasan ornament dan iluminasi.
Pada karya kaligrafi milik Syekh Ibrahim al-Sumbawi ini tampak jelas keindahan yang menunjukkan kualitas tulisan beliau, perpaduan warna yang dipilih serta ornamen bercorak seni kaligrafi khas Turki bercampur Arab dan nusantara tentunya. Keindahan karya kaligrafinya membuktikan bahwa beliau adalah seorang ahli atau maestro dalam bidang kaligrafi yang handal.
Tak banyak yang kenal nama beliau, sebagaimana ulama lain yang sejaman dengannya seperti halnya Syekh Ahmad Khatib Sambas al-Jawi apalagi yang berasal dari daerah yang sama seperti Syekh Abdul Ghani al-Bimawi yang direkam jejaknya dan termuat dalam sebuah karya intelektual yang mengungkap biografi Syekh Abdul Ghani dan Syekh Ahmad Khatib yang terdapat dalam karya berjudul al-Mukhtashar min al-Nur wa al-Zahr fi Ba’dh A’yan al-Qarn al-Tsalits ‘Asyar.
Syekh Ibrahim diperkirakan wafat sekitar tahun 1860 M, kini karya miliknya tersimpan di Museum Islamic Art Malaysia, Kuala Lumpur. Jejak Syekh Ibrahim tak banyak ditemukan hanya beberapa selain dari karyanya yang monumental, terdapat sumber lain bahwa dalam paruh abad 19 terdapat surat dari ulama nusantara yang ditujukan kepada Sultan Abdul Majid Khan, dalam surat itu terdapat yang bertanda tangan salah satunya adalah Syekh Ibrahim al-Khulushi al-Sumbawi.
Selain itu, sang murid dari negeri Malaysia ‘Abd al-Rahman ibn Muhammad al-Sammani al-Kalantani, ulama dari Kesultanan Kelantan itu pernah menulis tentang sang guru sekitar tahun 1865, tulisan itu:
“Patik ini sudah dilatih? Orang besar-besar di Mekah akan bahwa patik inilah jadi ganti al-marhum guru patik tuan Syekh Ibrahim al-Khulushi al-Sumbawi yang masyhur itu….pada pihak tolong mengajarkan segala muslimin menyurat Istanbulnya”.
Berdasarkan tulisan ‘Abd al-rahman ini, Syekh Ibrahim merupakan ulama ternama asal nusantara yang memiliki cukup pengaruh sebagaimana ulama nusantara lain yang hidup sejamannya. Namun lagi-lagi tak banyak data yang mengulik biografi sang maestro kaligrafi ini. Dalam karyanya pun hanya sedikit informasi tentang dirinya yang ia tulis dalam karya kaligrafi milikinya, yaitu :
Ditulis oleh hamba Allah yang faqir Ibrahim al-Khulushi anaknya Wadd al-Jawi al-Sumbawi, di Mekah al-Musyarrafah pada tahun 1042 Hijriah.(terjemahan dari karya kaligrafi milik Syekh Ibrahim yang berbahasa Melayu berhuruf Arab).
Soal tahun pembuatan kaligrafi milik Syekh Ibrahim ini yaitu tahun 1042 H atau 1632 M, menurut A. Ginanjar Sya’ban terdapat kekeliruan pada tahun pembuatan kaligrafi milik Syekh Ibrahim, mengingat gaya kaligrafi, iluminasi dan ornament dalam karya miliknya adalah gaya masa akhir dari Ottoman abad ke 19 M. dan bagaimana pun Syekh Ibrahim adalah bagian penting dalam jejaring ulama Nusantara abad 19 yang juga memiliki pengaruh sebagaimana ulama nusantara lainnya.