Ringkas, singkat, tipis, namun sangat asasi dan padat, itulah kitab syarah Tijan ad-Darari, yang merupakan kitab penjelasan yang ditulis oleh Syaikh al-Muhaqqiq Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi tsumma al-Makky rahimahullah, atas matan kitab karya Syaikh al-‘Allamah Ibrahim al-Bajuri rahimahullah dengan judul asli, “Tijan ad-Darari fi Syarh Risalah al-Bajuri”.
Sedangkan untuk judul matannya sendiri adalah “Risalah al-Bajuri fi at-Tauhid”. Risalah Tauhid Syaikh al-Bajuri merupakan ringkasan singkat yang ditulis untuk memenuhi tuntutan sekaligus kebutuhan kaum muslimin terutama pada saat itu, yang berisi penjelasan seputar dasar-dasar akidah ahlussunnah.
Lebih rincinya, meliputi sifat-sifat Allah yang wajib, serta sifat-sifat yang berlawanan/mustahil bagi-Nya, dan juga sifat jaiz-Nya.
Secara keseluruhan, jika merujuk pada kitab cetakan kertas kuning, yang sering digunakan di pesantren-pesantren pada umumnya, jumlah halaman syarah yang ada sekitar 16 halaman. Sangat tipis jika dibandingkan kitab-kitab akidah lainnya.
Meskipun terbilang tipis, Syaikh al-Bajuri memaparkan persoalan sifat-sifat Allah, serta sifat-sifat rasul, dengan cukup rinci dan to the point. Hal tersebut sudah cukup menjadi rujukan penting santri-santri atau pelajar pemula sebagai upaya penanaman akidah yang lurus.
Pembahasan seputar sifat-sifat Allah memanglah bukan hal yang sepele, karena sejarah membuktikan bahwa persoalan sifat-sifat Allah masih masuk dalam ranah diskusi dan perdebatan yang berkelanjutan. Dibuktikan dengan adanya paham-paham menyimpang seperti Muktazilah, yang mengingkari sifat-sifat Allah.
Oleh karenanya, pada konteks masa penulis, pembahasan ini cukup krusial untuk dipelajari segenap pelajar pemula.
Selain itu, ditambah dengan perincian yang dilakukan oleh Syekh Nawawi al-Bantani, membuat materi yang disampaikan oleh penulis semakin dapat dipahami dan diresapi setiap maknanya. Pada beberapa tempat, syarih mampu menjelaskan setiap kata perkata dengan metode lughawi (etimologi), taukidi (penegasan), tabyini (penjelasan), hingga takmili (menyempurnakan).
Dibuka dengan basmalah, hamdalah, serta shalawat, muallif yang merupakan seorang syaikh al-Azhar pada masanya, dengan penuh tawadhu’ menerangkan sebab ditulisnya risalah tauhid ini. Dikatakan di sana bahwa beberapa sahabatnya memintanya untuk menulis sebuah risalah yang menerangkan seputar sifat-sifat Allah serta lawan-lawan dari sifat tersebut, serta sifat yang jaiz bagi-Nya.
Di samping itu juga sifat-sifat yang wajib ada pada diri segenap rasul, yang mustahil hingga yang boleh ada pada diri setiap rasul.
Seluruh pembahasan yang ada inilah, yang dikenal dengan ‘Aqaid al-Iman, yang merupakan pokok-pokok keyakinan yang wajib diketahui segenap muslim. Keseluruhan dari segenap sifat wajib yang berjumlah 20, sifat mustahil 20, dan jaiz 1, serta sifat wajib para rasul yang berjumlah 4, sifat mustahilnya 4, serta jaiznya 1, dijumlahkan menjadi 50 poin keimanan yang wajib diimani.
Adanya penentuan nominal pada ‘Aqaid al-Iman, tidak serta merta membatasi keluasan sifat Allah Subhanahu wa ta’ala, melainkan berguna sebagai kemudahan belajar bagi para pelajar, juga sebagai materi pembuka bagi pembahasan selanjutnya yang lebih luas seputar sifat-sifat Allah Ta’ala.
Terdapat keunikan yang ada pada penjelasan muallif, di mana pemaparan terkait sifat wajib beserta mustahilnya, dikuatkan dengan dalil-dalil ‘aqli, dengan menggunakan perangkat kata ‘law’ (seandainya). Hal ini seakan menunjukkan, di samping dalil naqli yang utama, terdapat dalil ‘aqli yang mampu menyentuh relung pikiran setiap pengkajinya.
Pelajar diajak untuk menggunakan pengandaian, guna membangun daya berpikir rasionalnya, dalam memahami dasar-dasar keimanan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Akal menjadi salah satu sarana pembangun keimanan, inilah pesan tidak langsung muallif dalam risalahnya.
Selain pembahasan di atas, muallif pada bagian akhir risalah memaparkan terkait wajibnya mengetahui nasab dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik dari ayah beliau ataupun ibu beliau yang sama-sama berkumpul pada kakek beliau yaitu Kilab.
Dalam pandangan Syaikh al-Bajuri, nasab beliau yang wajib diketahui adalah hanya sampai ‘Adnan saja, sedangkan setelahnya hingga Nabi Adam ‘Alaihissalam terdapat khilaf bahkan ada jalur yang tidak shahih.
Selain itu, beliau pun memaparkan seputar jumlah para nabi dan rasul yang wajib diketahui, hingga wajibnya meyakini bahwa masa Rasulullah adalah sebaik-baik masa, begitu pun setelahnya dan setelahnya. Hingga akhirnya muallif membahas nama-nama segenap putra dan putri beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang patut diketahui segenap kaum muslimin.