Ada orang yang setengah mati mengejar-ngejar jabatan tapi apa yang ia cita-citakan itu tak pernah kesampaian. Sebaliknya ada orang yang tak pernah bermimpi punya jabatan tapi malah diberi kepercayaan sampai ajal datang. Pangkat dan jabatan merupakan anugerah Tuhan yang diberikan kepada orang yang Dia inginkan.
Salah satunya adalah Utbah bin Ghazwan. Seorang sahabat Rasulullah yang masuk deretan pemeluk Islam pertama, atau tepatnya nomor urut tujuh as-sabiqun al-awwalun. Beliau di masa awal kerasulan pernah ikut hijrah ke Habasyah. Beliau juga ikut berhijrah ke Madinah bersama sahabat Nabi yang lainnya.
Di masa kekhalifahan Umar bin Khattab, beliau diperintahkan untuk memimpin ekspansi memerdekakan kota Ubullah, Basrah dari pengaruh Persia. Pesan Umar bin Khattab kepadanya: “Pergilah kamu dan pengikutmu ke ujung perbatasan Arab dengan wilayah non-Arab.”
Perintah itu dapat beliau kerjakan dengan sukses. Beliau berhasil mengusir pasukan Persia dari kota Ubullah dan memerdekakan rakyat setempat. Berkat kegemilangannya itulah Utbah bin Ghazwan diangkat oleh Khalifah menjadi gubernur Bashrah: jabatan yang tak pernah diimpikan selama beliau berjuang bersama Rasulullah dan sahabat-sahabatnya.
Beliau juga berhasil menaklukkan kota-kota di pesisir Teluk Persia, seperti Maisan dan Ahwaz. Di masanya kota Ubullah memiliki bangunan mesjid yang jumlahnya sampai 7.000 bangunan, sekalipun pada hari Jumat hanya masjid di pusat kota yang dipakai shalat Jum’at.
Beliau berhasil menata kota Ubullah sebagai kota metropolitan, dengan skema pembiayaan yang sangat ketat. Nasehat beliau kepada bawahannya: “Sungguh aku berjuang ber-7 bersama Rasulullah di masa awal-awal Islam dan kami tidak memiliki makanan sehingga kami hanya mampu mengisi perut kami dengan dedaunan. Di musim dingin pernah kami hanya ada sehelai selimut, hingga kami robek menjadi dua bagian. Satunya aku pakai dan satunya dibuat selimut Saad bin Malik.”
Efisiensi yang digalakkan pemerintahan Utbah bin Ghazwan di satu sisi berhasil mengubah wajah kota Ubullah sebagai ibukota Bashrah, tapi di sisi lain juga berdampak pada gaya hidup masyarakatnya. Bagi sebagian masyarakatnya yang ingin hidup bermewah-mewah, kebijakan gubernur Utbah ini dirasakan mengekang. Tak sedikit di antara mereka yang menghembuskan isu “ganti gubernur” agar dapat hidup berwah-wahan.
Menyikapi isu ganti gubernur yang dihembuskan pihak-pihak yang tak suka dengan kebijakannya itu, Utbah berkata: “Tahun depan ada gubernur baru”. Beliau tidak basi-basi merespons tuntutan mundur itu. Pada tahun itu juga Utbah menjalankan ibadah haji. Setelah selesai musim haji beliau bergegas ke Madinah untuk menemui Khalifah Umar bin Khattab.
Dalam pertemuan itu, Utbah bermaksud mengajukan pengunduran dirinya sebagai gubernur Bashrah. Tapi permintaannya itu ditolak Khalifah. Utbah pun tak bisa berbuat apa-apa dan berpamitan pulang.
Di atas kendaraan beliau menengadahkan kedua tangannya kepada Allah. “Ya Allah aku telah memohon kepada Khalifah yang wajib aku patuhi, agar memberhentikan diriku sebagai gubernur, namun ditolak. Maka aku mohon kepada-Mu yang mengangkat dan menurunkan pangkat agar Engkau mencopot jabatanku,” pintanya dalam doa.
Ternyata doa Utbah dikabulkan Allah. Di tengah perjalanan pulang ke Ubullah beliau menghadap Yang Maha Kuasa. Beliau wafat dalam posisinya masih menjadi pejabat sebagai seorang gubernur Ubullah.