Salerno, pada suatu hari yang mendung di tahun 1060 M. Sebuah kapal dari Al-Qairuan baru saja berlabuh di Salerno, sebuah kota pesisir di selatan Italia. Jarak antara Al-Qairuan (Tunisia) dan Italia memang berdekatan, hanya terpisahkan oleh sehampar lautan. Salah satu dari rombongan penumpang yang turun dari kapal itu adalah seorang dokter-Pendeta berusia 43 tahun. Kedatangan dokter-pendeta itu kelak akan merubah sejarah ilmu pengetahuan di Eropa zaman pertengahan, utamanya di bidang medik.

Nama dokter-pendeta itu adalah Constantinus Africanus (Qusthanthin al-Afriqi), Konstantin dari Afrika. Sebelum menjadi dokter, ia terlebih dahulu belajar ilmu medik di beberapa akademi keilmuan Muslim yang sedang jaya-jayanya pada masa itu, di Al-Qairuan, Kordoba, Kairo, Damaskus, dan Baghdad. Meski dikelola oleh penguasa Muslim dan mayoritas pengajarnya adalah para ilmuwan Muslim, tetapi akademi-akademi itu juga terbuka lebar bagi orang-orang non-Muslim untuk belajar dan mengajar di sana.

Di akademi-akademi itu, Konstantin melahap buku-buku medik karangan raksasa Muslim semisal Ibnu al-Jazzar, al-Razi, Ali ibn Abbas al-Majusi dan Hunain ibn Ishaq. Ia juga dapat mengakses buku-buku medik utama karangan ulama Yunani klasik semisal Galen, Hipokrates, Aristoteles, Ptolemus, dan Dioscorides yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.

Segera setelah kedatangannya di Salerno, Konstantin segera menuju biara Monte Cassino. Di sana, ia mendapat sambutan yang luar biasa hangat dari para pembesar biara. Konstantin membawakan mereka hadiah yang sangat berharga, yaitu buku-buku medik yang ia dapatkan selama masa pengembaraannya. Konstantin datang membawa ilmu.

Konstantin mulai memainkan peran penting di sana. Ia membuka balai pengobatan dan berpraktik sebagai dokter, mengajar ilmu medik, sekaligus menerjemahkan buku-buku medik karangan ulama-ulama Muslim ke dalam bahasa Latin.

Diterjemahkannya Zad al-Musafir (De Viaticum) dan al-Adawiyyah al-Mufradah (De Gradibus) karangan Ibn al-Jazzar, al-Maq‑alah f‑i al-Malikhuliyyah (De Malancholia) karangan Ishaq ibn Imran, Kitab al-Baul (De Urines), Kitab al-Humayyat (De Febrilus) dan Kitab al-Aghdiyyah (De Dietis) karangan Ishaq al-Israili, juga al-Kitab al-Malaki (Liber Regalis) karangan Ali ibn Abbas al-Majusi.

Balai pengobatan Konstantin menjadi istimewa di Salerno, karena ia dapat mendiagnosa dan mengobati berbagai penyakit dengan cara yang benar-benar baru, yang tak pernah didapatkan di Salerno sebelum-sebelumnya. Konstantin juga dapat meracik obat-obatan yang juga terbilang baru bagi publik Salerno, namun sangat mujarab.

Sekolah medik yang dikelola oleh Konstantin juga mampu menghadirkan nafas baru. Ia menerapkan model sekolah-sekolah medik yang ada di Baghdad, Kairo dan Andalus, yaitu menjadikan balai pengobatan (mustasyfa/bimaristan), akademi keilmuan (madaaris) dan perpustakaan (buyuut al-kutub) sebagai satu kesatuan tempat keilmuan terpadu. Akademi itu juga dibuat terpola dengan sistem kelas-kelas, terkurikulum dan juga memiliki laboratorium.

Konstantin, balai pengobatan dan akademi mediknya di Salermo itu pun mendapatkan kemasyhuran. Nama “Schola Medica Salernitana” terdengar menggema di kota-kota Eropa-Latin. Para pasien dan pelajar dari berbagai penjuru Eropa mulai berbondong-bondong ke Akademi Medik Salerno itu, yang terhitung sebagai akademi medik pertama dalam sejarah Eropa-Latin zaman pertengahan.

Ke Salerno, Konstantin dari Al-Qairuan datang membawa buku, membawa ilmu, membawa sumber cahaya. Lalu, dari Salerno dan di tangan seorang Konstantin, kajian medik mulai kembali marak dan hidup di dunia Eropa, setelah jumud ratusan tahun lamanya. Setelah adanya Schola Medica Salernitana, menyusul berdiri pula sekolah-sekolah medik lainnya di beberapa kota Eropa-Latin, semisal Palermo, Padua, Montpellier, dan Paris. Oleh karena hal ini pula, Akademi Medik Salerno menyandang julukan “The Mother of Medical School in Medieval Europe“.

Leave a Response