Aachen (Rhine-Westphalia), pada suatu siang yang cerah di akhir musim semi tahun 801 M. Siang itu kota Aachen, pusat Kekaisaran Romawi Suci, tiba-tiba gempar. Hampir semua penduduknya berhamburan keluar rumah. Mereka berkerumun dan berdesakan di sepanjang jalan utama yang membentang dari gerbang kota hingga gerbang istana. Wajah mereka diliputi rasa penasaran sekaligus decak kekaguman.
Yang menarik perhatian orang-orang di Aachen pada siang itu adalah seekor hewan besar yang berjalan dengan gagah. Mereka tak pernah melihat hewan itu sebelumnya, seumur hidup mereka. Hewan itu berwarna hitam, berbadan raksasa, besar tinggi, memiliki belalai dan gading di hidungnya. Hewan itu berjalan di antara iring-iringan rombongan tamu yang datang dari negeri di Timur yang jauh. Itulah untuk pertama kalinya, mereka orang-orang awam Eropa melihat perwujudan gajah.
Rombongan tamu siang itu adalah para duta-utusan dari Baghdad, dari Kesultanan Abbasiyyah. Sultan Abbasiyyah Harun al-Rasyid mengutus mereka untuk bertemu dengan Charlemagne, kaisar asal negeri Franks yang baru saja ditahbiskan sebagai emperor pertama Kekaisaran Romawi Suci (Imperium Romanum Sacrum).
Pada waktu itu, Charlemagne adalah raja terbesar di Eropa. Ia adalah raja Franka, raja Lombard dan juga emperor Kekaisaran Romawi Suci sekaligus. Charlemagne menyambut kedatangan rombongan tamu itu dengan upacara kebesaran. Ia sangat bahagia karena pihak Kesultanan Abbasiyyah melakukan kunjungan balasan ke istananya. Sebelumnya, Charlemagne mengirim duta-utusan ke istana Baghdad. Charlemagne sangat kagum terhadap Harun al-Rasyid.
Tak hanya itu saja, lewat utusannya itu, Sultan Harun al-Rasyid juga memberikan Charlemagne berbagai macam hadiah istimewa. Selain seekor gajah asia, Sultan Harun al-Rasyid juga memberikan hadiah batu mulia, parfum, gading berukir, nampan dan teko dari emas, catur dari marmer, kain mahal bertenun kaligrafi dan bersulam benang emas, juga kunci kota kuno Jerusalem.
Tapi ada satu hadiah yang membuat Charlemagne dan para bangsawan istana Aachen sungguh terpana: jam air. Jam itu berbentuk kotak, dengan tinggi sekitar satu meter, penuh oleh hiasan dan ornamen. Jam tersebut dibuat oleh Ibn Hisham, seorang saintis istana Baghdad, yang merupakan salah satu penemuan dan pencapaian ilmu pengetahuan paling cemerlang di zaman itu.
Jam tersebut digerakkan oleh tenaga air yang telah diatur sedemikian rupa. Ada dua belas bandul di dalam jam itu. Bandul tersebut akan bergerak dan mengeluarkan bunyi sesuai dengan hitungan jam. Di bagian atas jam itu, terdapat jendela kecil. Setiap kali dentang jam berbunyi, jendela kecil itu akan terbuka, lalu keluarlah sebuah patung kecil yang menyerupai kstaria penunggang kuda.
Charlemagne dan para bangsawan istana sangat terheran-heran dengan jam tersebut. Mereka tak mengerti mengapa bandul jam itu bisa bergerak sendiri dan mengeluarkan dentang. Awalnya, Charlemagne menyuruh para bangsawan istana untuk menyimpan jam itu, tetapi mereka melarangnya.
Karena mereka mengira jam tersebut digerakkan oleh sihir atau sejenis makhluk gaib lainnya. Mereka malah memutuskan untuk membongkar jam tersebut. Braakk! Jam itu pun hancur berkeping-keping. Sementara mereka sibuk mencari makhluk gaib yang semula diyakini terdapat di dalam jam itu. Lama mereka mencari, tetapi makhluk gaib itu tak jua mereka temukan.
Cerita antara Charlemagne dengan Harun al-Rasyid ini sangat populer. Para sejarawan banyak menjadikan cerita ini sebagai perbandingan betapa pada zaman itu, zaman pertengahan (al-Quruun al-Wusthaa/ Medieval Ages), dunia Muslim sedang berada di zaman keemasan peradabannya, sementara dunia Eropa berada dalam zaman keterbelakangan. Dunia Muslim hidup dalam cahaya ilmu pengetahuan, pemerintahan yang kuat dan makmur, sementara dunia Eropa hidup dalam kegelapan mitos, kebodohan, dan kemiskinan.
Seorang Sultan Muslim mengirim hadiah kepada seorang Kaisar Eropa berupa sebuah alat yang menjadi simbol kemajuan ilmu pengetahuan dan pencapaian kejeniusan teknologi di masanya. Tetapi, seorang Kaisar Eropa menyangka jika alat tersebut dirasuki oleh sihir dan makhluk gaib, hanya gara-gara dapat bergerak dan mengeluarkan bunyi sendiri.
Demikianlah ilmu pengetahuan. Ia adalah kunci kejayaan hidup. Demikian juga halnya kebodohan. Ia menjadikan hidup sempit dan gelap.