Seorang murid mempunyai adab dan tugas yang begitu banyak dalam mencari ilmu, supaya ilmu yang dicarinya dapat dipahami dan dicapai serta menjadi barokah. Said Hawa dalam kitabnya Mustakhlis Tazkiyah an-Nafs, menerangkan tentang adab dan tugas yang harus dilakukan seorang murid ketika sedang mencari ilmu.
Pertama, Seorang murid harus menyucikan jiwanya dari akhlak yang tercela ketika akan mencari ilmu. Hal ini dimaksudkan supaya ada niat yang benar-benar tulus untuk menuntut ilmu, sebagai upaya untuk menghilangkan kebodohan. Jika akhlak tercela masih menyelimuti jiwa sang murid, maka ilmu akan sulit masuk pada dirinya. Karena ilmu adalah ibadahnya hati, shalatnya jiwa dan peribadatannya batin pada Allah SWT.
Kedua, dalam menuntut ilmu, seorang murid juga dianjurkan untuk mengurangi keterikatannya dengan kesibukan dunia. Karena hal tersebut, akan menjadikannya sibuk dengan dunia dan memalingkannya dari ilmu. Jika pikiran terpecah, maka tidak akan bisa mengetahui berbagai hakikat yang ada. Oleh karena itu, ada sebuah adagium yang berbunyi
“Ilmu tidak akan memberikan kepadamu sebagiannya, sebelum kamu menyerahkan kepadanya seluruh jiwamu. Jika kamu telah memberikan seluruh jiwamu kepadanya, tetapi ia baru memberikan sebagiannya kepadamu, maka kamu sedang bahaya”.
Karena pikiran yang bercabang ketika sedang menuntut ilmu terhadap berbagai hal. Bagaikan sungai kecil yang airnya bercabang kemana-mana, sehingga sebagiannya diserap tanah dan sebagian lagi dihirup udara. Sehingga tidak ada yang terkumpul dan sampai ke ladang tanaman.
Ketiga, bagi para penuntut ilmu hendaknya bersikap tawadhu’ dan tidak sombong. Baik itu kepada orang yang bodoh maupun orang yang berilmu. Dan juga tidak sewenang-wenang kepada sang guru, walaupun tingkat keilmuan sang guru berada dibawah sang murid. Karena ilmu enggan kepada pemuda yang congkak, sebagaimana banjir enggan terhadap tempat tinggi. Oleh karena itu, seorang murid harus mendengarkan nasehat-nasehat dari gurunya dan patuh kepadanya.
Keempat, orang yang sedang mencari atau menekuni ilmu pada tahap awal hendaknya menjaga diri dari mendengarkan perselisihan di antara manusia. Baik ilmu yang ditekuni tersebut ilmu dunia ataupun akhirat. Karena hal tersebut akan membingungkan akal dan pikiran, serta akan membuat putus asa untuk melakukan kajian dan tela’ah yang mendalam terhadap ilmu.
Kelima, bagi para penuntut ilmu hendaknya tidak meninggalkan suatu cabang ilmu yang terpuji atau salah satu jenis ilmu. Karena ilmu pengetahuan itu saling mendukung dan terkait antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu, dalam menuntut ilmu tidak dianjurkan untuk membenci sebuah cabang ilmu walaupun ilmu tersebut sulit.
Keenam, dalam menuntut ilmu seorang murid tidak dianjurkan untuk menekuni semua bidang keilmuan secara sekaligus. Tetapi, menekuni sesuai urutan dan dimulai dengan yang paling penting. Karena hal tersebut, akan membawa kepada ketidak fokusan dan juga akan membawa pemahaman terhadap ilmu yang setengah-setengah, serta bisa menimbulkan pemahaman yang salah. Seorang pencari ilmu juga tidak mungkin menekuni semua bidang keilmuan, karena ilmu itu begitu luas sedangkan umur manusia begitu terbatas.
Ketujuh, seorang murid yang sedang menuntut ilmu juga tidak dianjurkan untuk memasuki suatu cabang ilmu sebelum menguasai cabang ilmu yang sebelumnya. Hal tersebut karena ilmu telah tersusun secara berurutan, dan sebagiannya merupakan jalan bagi sebagian yang lain. Dan orang yang mendapat taufiq dalam menuntut ilmu adalah orang yang menjaga urutan dan tahapan tersebut.
Kedelapan, bagi seorang murid yang akan menuntut ilmu hendaknya mengetahui faktor penyebab yang dengannya dia bisa mengetahui ilmu yang paling mulia. Ilmu yang paling mulia adalah ilmu yang dapat membawa manfaat untuk sesama, baik itu ilmu dunia maupun ilmu akhirat.
Kesembilan, hendaknya tujuan seorang murid di dunia adalah untuk menghias dan mempercantik batinnya dengan keutamaan ilmu. Dan tujuan di akhiratnya adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT , dan para makhluk ciptaan-Nya yang mempunyai derajat tinggi. Tidak dianjurkan bagi para murid yang menuntut ilmu mempunyai tujuan untuk mendapatka kekuasaan, harta, pangkat, atau mengelabuhi orang-orang bodoh, atau membanggakan diri kepada sesama orang berilmu.
Kesepuluh, dalam menuntut ilmu hendaknya mengetahui kaitan ilmu dengan tujuannya, supaya bisa mengutamakan yang lebih tinggi daripada yang rendah, dan yang lebih penting daripada yang lainnya. Penting disini adalah ilmu yang dipelajari tersebut mampu membawa kebahagiaan dunia dan akhirat.
Artikel ini juga tersedia dalam bahasa:
English